Mohon tunggu...
Abi Hasantoso
Abi Hasantoso Mohon Tunggu... Jurnalis

Lahir di Jakarta pada 26 Februari 1967. Berkecimpung di dunia jurnalistik sebagai wartawan Majalah HAI pada 1988 - 1994. Selama bekerja di majalah remaja itu ia sempat meliput konser musik New Kids On The Block di Selandia Baru dan Australia serta Toto dan Kriss Kross di Jepang. Juga menjadi wartawan Indonesia pertama yang meliput NBA All Star Game di Minnesota, AS. Menjadi copywriter di tiga perusahaan periklanan dan menerbitkan buku Namaku Joshua, biografi penyanyi cilik Joshua Suherman, pada 1999. Kini, sembari tetap menulis lepas dan coba jadi blogger juga, Abi bekerja di sebuah perusahaan komunikasi pemasaran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Vale, Blok Tanamalia, dan Beratnya Menjadi Taat di Indonesia

25 Juni 2025   12:52 Diperbarui: 25 Juni 2025   12:52 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

*Vale, Blok Tanamalia, dan Beratnya Menjadi Taat di Indonesia*
 
"Di negeri ini, kalau kau tak salah, maka kaulah yang akan disalahkan."

Kalimat itu pernah terdengar dari seorang pengusaha tambang senior, separuh geram, separuh pasrah. Ia bicara dari pengalaman, bukan filsafat. Dan sepertinya PT Vale Indonesia Tbk lah contoh paling nyata dari ironi itu.
 
Perusahaan tambang nikel ini sudah berpuluh tahun beroperasi di Indonesia. Sejak era Orde Baru hingga republik hari ini dipenuhi gema jargon hijau dan ekonomi berkelanjutan. Meskipun Vale sudah mencoba membuktikan dirinya sebagai entitas perusahaan tambang yang taat hukum dan ramah lingkungan, masih saja ada suara-suara penolakan tak kunjung senyap.
 
Di Blok Tanamalia, yang menjadi salah satu ladang eksplorasi Vale, tuduhan datang bertubi-tubi. Lembaga Swadaya Masyarakat WALHI dan beberapa kelompok masyarakat Loeha Raya menyebut Vale telah menyerobot lahan petani merica, merusak lingkungan, dan bahkan melanggar hak asasi manusia.
 
Padahal dari temuan investigasi yang lebih menyeluruh menunjukkan hal yang lebih kompleks dari sekadar narasi "raksasa tambang melawan rakyat kecil." Lembaga Telapak Indonesia dalam laporan risetnya pada 2024 menyebutkan bahwa tidak ditemukan bukti penyerobotan lahan sebagaimana dituduhkan.
 
Begitu pula penyelidikan independen yang dilakukan twentyfifty Ltd, sebuah konsultan hak asasi manusia berpengalaman dari Inggris, yang secara khusus ditugaskan oleh Vale Base Metals untuk menelusuri kebenaran surat keluhan yang dilayangkan WALHI dan jaringan aktivis kepada para pemegang saham Vale di tingkat global.
 
Hasil investigasi itu menarik. Dinyatakan bahwa sebagian besar kekhawatiran memang benar-benar dirasakan oleh beberapa warga, tapi tak semuanya berdasar. Banyak petani yang mengklaim lahannya digusur ternyata membuka lahan secara tradisional di dalam konsesi resmi Vale, bahkan sebagian di antaranya berada dalam kawasan hutan lindung.
 
Batas-batas wilayah konsesi yang resmi telah dipasang sejak 2020, tapi diakui oleh para petani, sebagian dari mereka memang tidak tahu di atas tanah siapa mereka menanam. Konflik menjadi tak terhindarkan ketika eksplorasi dilakukan.
 
"Kami menanam sejak lama di sini, dan baru belakangan tahu bahwa ini kawasan tambang," kata salah seorang petani merica dalam investigasi itu.
 
Beberapa di antaranya bahkan menandatangani petisi meminta Vale menghentikan aktivitasnya. Namun ironisnya, hasil kebun mereka telah lama dijual ke pihak ketiga, sementara klaim atas lahan tak pernah didaftarkan secara legal.
 
Inilah potret buram tata kelola agraria di Indonesia ketika hak adat, lahan garapan, konsesi pemerintah, dan hutan lindung saling tumpang tindih, dan semua merasa memiliki.
 
Vale tidak menutup mata. Perusahaan ini menerima kritik itu, bukan menepisnya. Dalam dokumen resmi Human Rights Commitment and Action Plan, mereka menyatakan akan memperbaiki mekanisme kompensasi, meninjau kembali akses air bersih bagi warga Asuli, dan memperluas ruang partisipasi masyarakat dalam semua proses, bahkan dengan melibatkan pihak ketiga independen dalam forum konsultasi.
 
Mereka juga tengah merancang ulang Land Acquisition and Resettlement Framework (LARF) yang berlandaskan prinsip-prinsip IFC dan IRMA, agar setiap konflik lahan di masa depan bisa dihadapi dengan tata kelola yang adil dan manusiawi.
 
Apakah Vale sempurna? Jelas tidak. Laporan keberlanjutan mereka sendiri mengakui bahwa pada 2024, emisi dan limbah B3 meningkat, dan capaian reklamasi turun dibanding tahun sebelumnya. Tak ada pengelakan dari Vale. Mereka justru membuka seluruh data itu ke publik, mengakui kendala teknis - seperti rendahnya kadar nikel dan curah hujan tinggi yang meningkatkan konsumsi energi - seraya tetap mengembangkan inisiatif baru seperti biomassa dan ore dewatering untuk menurunkan jejak karbon.
 
Hal yang tak bisa disangkal: Vale adalah satu-satunya perusahaan tambang nikel di Indonesia yang menerima penghargaan PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, sebuah pengakuan tertinggi untuk pengelolaan lingkungan dan sosial. Mereka juga mencatat nihil kecelakaan kerja sepanjang 2024, dengan 13 juta jam kerja aman di tiga lokasi besar. Bukan angka kecil.
 
Di sisi lain, mereka tetap mengalokasikan dana besar untuk pemberdayaan masyarakat lokal. Sekitar USD 4,000,000 dialirkan untuk program pendidikan, pertanian, dan pengembangan UMKM, tanpa menunggu proyek itu mendatangkan keuntungan.
 
Tetapi di negeri seperti Indonesia, kebaikan bukan jaminan akan diterima. Di banyak tempat, justru perusahaan yang tidak menyuap aparat, tidak menyewa preman, dan tidak bermain mata dengan politik lokal lah yang paling rentan dituding. Dalam kebudayaan yang lebih menghargai manipulasi daripada transparansi, perusahaan seperti Vale jadi sasaran empuk: mudah diadvokasi, mudah ditekan, dan mudah dijadikan kambing hitam.
 
"Sering kali kami diserang bukan karena bersalah, tapi justru karena tidak punya backing," kata seorang manajer Vale yang enggan disebutkan namanya.
 
Ini bukan keluhan, hanya fakta getir. Dalam banyak kasus, isu lingkungan dipakai untuk agenda ekonomi, konflik horizontal dibungkus dengan narasi hak asasi, dan "advokasi masyarakat" kadang hanya kamuflase dari ketidakteraturan yang lebih dalam.
 
Tetapi Vale tetap bertahan. Mereka tetap membuka diri pada dialog. Mereka tidak menarik diri dari Sorowako atau Tanamalia. Mereka membuktikan bahwa tambang yang bertanggung jawab bukanlah dongeng. Ini pertaruhan besar, bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal keyakinan bahwa penambangan bisa dilakukan dengan etika.
 
Di tengah keraguan publik, ucapan seorang warga tua di Sorowako menjadi semacam konfirmasi diam-diam, "Kalau Vale pergi, jalan ini siapa yang bangun? Air bersih dari mana? Sekolah anak-anak saya tetap jalan karena siapa?"

Terkadang, yang paling penting bukanlah berapa suara menentang, tetapi siapa yang diam dan tetap bertahan di sampingmu.
 
Mungkin kita harus belajar membedakan antara kritik yang perlu ditanggapi dan propaganda yang perlu diurai. Tidak semua perusahaan besar jahat. Tidak semua yang membawa bendera aktivisme bebas dari kepentingan. Di antara hiruk-pikuk suara yang saling menuding, barangkali kita butuh cahaya jernih untuk melihat ulang kebenaran.

Rumi pernah berkata, "Don't you know yet? It is your light that lights the worlds."
 
Dan, di negeri yang ruwet ini, barangkali keberanian untuk tetap berjalan dalam terang adalah satu-satunya cara untuk tetap waras. Lalu, siapkah kita untuk menjadi waras? (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun