Mohon tunggu...
Abidatul Maknun
Abidatul Maknun Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas PGRI Wiranegara

Saya memiliki minat besar di bidang bisnis dan sedang aktif mengelola usaha sendiri. Hobi saya adalah berwirausaha dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam dunia bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Fenomena Borong Emas, Investasi Atau FOMO

26 Mei 2025   13:00 Diperbarui: 26 Mei 2025   14:52 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat Indonesia tengah dihadapkan pada fenomena yang menarik perhatian, yakni meningkatnya pembelian emas secara besar-besaran. Gerai-gerai penjualan emas, baik konvensional maupun digital, mengalami lonjakan transaksi secara signifikan. Fenomena ini semakin mencuat di tengah naiknya harga emas batangan produksi PT Antam Tbk, yang bahkan sempat menembus angka Rp1.300.000 per gram pada awal Mei 2025.

Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan yang layak dikaji: apakah perilaku membeli emas ini merupakan bentuk kesadaran berinvestasi masyarakat yang semakin meningkat, atau justru hanyalah manifestasi dari rasa takut tertinggal tren—yang dalam istilah psikologi disebut Fear of Missing Out (FOMO)? Artikel ini akan membahas fenomena tersebut dengan menimbang data dan argumen rasional, serta memberikan refleksi mengenai pentingnya literasi keuangan dalam menghadapi tren ekonomi.

Secara historis, emas merupakan salah satu instrumen investasi yang paling tua dan stabil. Emas kerap dipilih sebagai “aset lindung nilai” (safe haven), karena cenderung mempertahankan nilainya bahkan saat kondisi ekonomi tidak stabil. Ketika terjadi ketegangan geopolitik, lonjakan inflasi, atau pelemahan nilai tukar, masyarakat cenderung mencari perlindungan dalam bentuk aset fisik seperti emas.

Berdasarkan data dari World Gold Council, harga emas global menunjukkan tren kenaikan dalam lima tahun terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sekitar 7–8%. Di Indonesia, PT Antam Tbk mencatatkan peningkatan signifikan dalam volume penjualan emas batangan sepanjang triwulan pertama tahun 2025. Peningkatan ini dipengaruhi oleh sentimen pasar yang kuat terhadap ketidakpastian ekonomi global dan domestik.

Namun, di balik antusiasme tersebut, terdapat kecenderungan yang perlu diwaspadai. Survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir 2024 menunjukkan bahwa sekitar 58% investor ritel di Indonesia membeli emas tanpa memahami prinsip dasar investasi logam mulia. Mayoritas dari mereka mengaku terdorong oleh informasi yang mereka peroleh melalui media sosial atau ajakan dari orang terdekat. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pembelian emas terjadi bukan karena strategi finansial yang matang, melainkan karena tekanan sosial dan ketakutan akan tertinggal dari tren (FOMO).

Dalam konteks investasi, keputusan yang baik semestinya didasari oleh pemahaman menyeluruh mengenai instrumen yang dipilih. Emas, meskipun tergolong aman, tetap memiliki kekurangan. Emas tidak menghasilkan pendapatan pasif seperti bunga obligasi atau dividen saham. Selain itu, selisih antara harga beli dan harga jual di pasar ritel cukup besar, sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh keuntungan riil. Jika seseorang membeli emas saat harga berada di puncak, lalu menjualnya dalam jangka pendek, potensi kerugiannya cukup besar.

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah biaya penyimpanan dan risiko keamanan jika emas disimpan secara fisik. Oleh karena itu, investasi emas idealnya dilakukan dengan perencanaan jangka panjang, serta disesuaikan dengan profil risiko dan tujuan keuangan masing-masing individu.

Fenomena borong emas yang terjadi belakangan ini dapat dibaca sebagai sinyal meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi. Namun, di sisi lain, tren ini juga menunjukkan rendahnya literasi keuangan di kalangan masyarakat, terutama dalam hal memahami risiko dan strategi investasi yang tepat.

Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap individu untuk tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga melakukan riset, berkonsultasi dengan ahli, serta menyesuaikan pilihan investasinya dengan tujuan finansial pribadi. Emas tetap merupakan instrumen yang potensial, tetapi bukan tanpa risiko. Investasi yang dilakukan dengan dasar ketakutan dan ikut-ikutan justru dapat merugikan dalam jangka panjang.

Sebagai refleksi, sebelum membeli emas hanya karena banyak orang melakukannya, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri: apakah keputusan ini benar-benar didasarkan pada kebutuhan dan pemahaman, atau hanya sekadar takut menjadi yang terakhir?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun