Untuk kalian yang muda, ingatlah bahwa dunia sudah berubah. Dulu, ketika melamar pekerjaan, catatan kepolisian adalah hal paling penting yang harus dilampirkan. Namun sekarang? Yang lebih menentukan adalah jejak digitalmu.
Di era digital ini, identitasmu tidak hanya tercermin dalam Curriculum Vitae (CV) yang rapi dan terstruktur, tetapi juga pada jejak digitalmu yang tersebar luas di internet. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan, dan kombinasi keduanya adalah "future decision" -- keputusan masa depan yang bisa membuatmu diterima atau ditolak.
CV, Tiket Awal ke Meja Rekrutmen
CV tetaplah titik awal, tiket masuk untuk dilirik oleh HRD. Tapi, sekadar membuat CV saja tidak cukup. CV harus berstruktur rapi, menarik secara visual, dan menggunakan kata kunci yang tepat agar bisa lolos dari seleksi otomatis oleh Applicant Tracking System (ATS). Selain itu, isi CV sebaiknya berbasis data konkret. Misalnya, daripada sekadar menulis "Mahir dalam manajemen proyek", lebih baik menyampaikan dengan angka: "Meningkatkan penjualan sebesar 30% dalam 6 bulan."
CV yang baik juga harus disesuaikan dengan pekerjaan yang dilamar. Jangan gunakan CV yang sama untuk semua posisi. HRD bisa saja langsung mengabaikan CV yang terkesan serampangan dan tidak fokus pada kualifikasi yang dicari.
Namun, sebaik apa pun CV yang kamu buat, itu hanya permulaan. Setelah HRD tertarik pada CV-mu, langkah selanjutnya adalah mengenal siapa dirimu secara lebih mendalam. Dan inilah saatnya jejak digitalmu berbicara.
Jejak Digital, Cerminan Dirimu yang Sebenarnya
Ketika CV menunjukkan keahlian teknis, jejak digital menunjukkan karakter aslimu. Jangan terkejut jika HRD menelusuri namamu di Google, mengecek LinkedIn, melihat unggahan Facebook, atau memeriksa komentar Twitter. Karena saat ini, reputasi online sama pentingnya dengan pengalaman kerja. Di mata HRD, mereka ingin memastikan bahwa tidak ada jejak negatif seperti status penuh makian, ujaran kebencian, atau pernyataan kontroversial. Mereka juga akan memastikan konsistensi data, apakah pengalaman kerja yang tertulis di CV selaras dengan profil LinkedIn, serta apakah unggahanmu menunjukkan kedewasaan, profesionalisme, dan rasa tanggung jawab.
Banyak orang berpikir bahwa jejak digital hanya soal status media sosial atau unggahan foto. Padahal, jejak digital jauh lebih luas dari itu. Jejak digital juga mencakup riwayat tindak pidana, putusan pengadilan, berita kriminal, atau laporan polisi yang dapat diakses publik. Jangan heran jika nama lengkapmu muncul dalam dokumen hukum atau artikel berita, baik dalam konteks positif maupun negatif. Bahkan blog pribadi atau komentar yang pernah kamu tulis bisa saja muncul ketika HRD mencarinya.
Di era dulu, surat kelakuan baik dari kepolisian sangat penting. Sekarang, siapa pun bisa mencari jejak digitalmu hanya dengan mengetik namamu di Google. Bahkan, beberapa platform khusus digunakan oleh HRD untuk melakukan background check secara lebih mendalam, termasuk melihat catatan kriminal dan riwayat hukum.
Tidak hanya perusahaan besar, bahkan UMKM sekalipun kini sudah sadar akan pentingnya reputasi digital. Mereka tidak mau mempertaruhkan citra perusahaan dengan menerima kandidat yang memiliki jejak negatif.