Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perang Bubat Lawan Koruptor

19 Agustus 2020   06:09 Diperbarui: 19 Agustus 2020   06:15 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://menguaktabirsejarah.blogspot.com/

Oleh: Abdul  Wahid

 Pertanyaan yang muncul pasca penangkapan Djoko Tjandra (DT), apakah masyarakat dan bangsa ini akan menjadi makin serius dalam peperangannya dengan koruptor?

Salah satu kepentingan besar bangsa yang diidealisasikan adalah berkurangnya penyakit yang selama ini banyak disebut oleh para pakar sudah membudaya, yakni korupsi. 

Kalau penyakit penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) ini bisa terminimalisasikan, maka kepentingan fundamental rakyat seperti kesejahteraan, egalitarianisme edukasi, akan bisa terwujud.

Harapan terhadap terwujudnya kepentingan fundamental itu logis, pasalnya kerugian akibat korupsi tergolong spektakuler.  Itu menunjukkan, bahwa koruptor telah mengeroposi uang negara dalam jumlah trilyunan rupiah. Satu tahun perjalanan koruptor, telah "menggarong" uang negara trilyunan rupiah.

Ulah kotuptor itu tidak boleh dibiarkan. Perang terhadap koruptor harus bermodus perang bubat atau model pemberangusan dengan mengerahkan segala kemampuan. Segala usaha wajib ditunjukkan untuk memeranginya. Tidak boleh ada kata santai, menunda, atau setengah hati untuk korupsi.

Mahatma Gandi pernah berpesan,  "You may never know what results come of your action, but if you do nothing there will be no, atau  anda mungkin tidak pernah tahu hasil dari usaha-usaha yang anda lakukan, tetapi jika anda tidak melakukan sesuatu, Anda tidak mungkin mendapatkan hasil".

Pesan itu sebenarnya mengingatkan pada setiap orang atau pengemban lembaga strategis negara supaya tidak suka menyerah dalam menjawab tantangan, dan sebaliknya berusaha menunjukkan kemampuan dirinya untuk melahirkan sejarah, baik bagi diri maupun masyarakat dan bangsanya.

Kata kunci yang disampaikan Gandhi itu terletak pada "usaha" atau pewujudan "kinerja", yang mengajak pada setiap manusia di bumi, apalagi yang jelas-jelas mempunyai kapabilitas moral, agama, skill, atau keistimewaan lainnya demi tejadinya perubahan besar, khususnya perubahan dari kondisi yang membebani masyarakat menjadi atmosfir yang mencerahkan masyarakat.

Salah satu kata yang layak dijadikan sebagai tema kampanye etik dan yuridis  adalah kata "usaha" maksimal, khususnya "usaha" dari kalangan elite strategis bangsa untuk menghabisi koruptor. 

Upaya maksimal itu juga dapat diidentikkan dengan "perang bubat" atau perlawanan habis-habisan terhadap koruptor. Koruptor tidak boleh didiamkan, apalagi sampai diamini "kebajinganannya"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun