Mereka ini menggadaikan hari rayanya, untuk mengancam Jokowi, presiden terpilih bangsa Indonesia. Orang-orang yang lupa daratan ini sepertinya tidak tahu, bahwa tindakan mereka ini ada dampaknya.
Mereka benar-benar mungkin sudah gelap mata dalam membenci sang pemimpin Indonesia yang dikehendaki mayoritas bangsa Indonesia. Seharusnya mereka merayakan lebaran di rumah mereka bersama sanak saudara. Pulang kampung, mudik dan berkumpul bersama kerabat.
Tapi mereka, demi capres yang kalah, memilih untuk lebaran di penjara. Apakah orang-orang demikian perlu dikasihani?
Tidak.
Tidak usah dikasihani. Kenapa? Karena mereka melakukan sendiri sesuatu yang berpotensi merugikan diri mereka sendiri.
Mereka memilih untuk itu. Lantas apakah ada alasan "tidak tahu" untuk melepaskan diri dari jeratan itu?
Tidak.
Ketidaktahuan tidak pernah melepaskan orang dari jeratan hukum. Maka untuk tahu hukum, kita diberikan waktu 16 tahun untuk mempelajari hukum.
Selama 16 tahun pertama, tindakan pidana masih dilindungi oleh UU anak di bawah umur. Tapi setelah kita mendapatkan KTP, kita sudah dianggap lepas dari tanggung jawab orang tua.
Artinya semua yang kita kerjakan, adalah sama seperti orang tua kita. Ini adalah sebuah tindakan yang mandiri dikerjakan dengan asumsi sesadar-sadarnya.Lantas apakah orang ini patut diampuni secara hukum?
Tidak.