Demokrasi adalah sistem negara Indonesia yang diperjuangkan sejak zaman Soekarno, presiden pertama Indonesia, ibu kandung dari Indonesia. Demokrasi berubah fase sampai saat ini, sudah dari era Soekarno sampai kepada Joko Widodo.
5 tahun ini kita melihat bagaimana proses yang kita rayakan, yakni pesta demokrasi di tahun 2014 dan 2019 ini, sepertinya tidak diindahkan kubu 02. Kubu 02 tidak ingin presiden pilihan rakyat.
Sudah jelas bahwa rakyat memilih Joko Widodo. Lantas apa dampaknya? Setidaknya ada 4 dampak bahaya dari hal ini. Mari kita simak dan kita analisis satu per satu.
Pertama, mendelegitimasi KPU adalah mendelegitimasi produk demokrasi. KPU adalah produk bersama. 5 dari 7 komisioner KPU dipilih oleh fraksi oposisi di DPR dan disetujui oleh presiden. Kedua elemen pemerintahan, baik dari legislatif dan eksekutif ini berbagian penting di dalam pembentukan KPU.
Artinya, kalau mendelegitimasi KPU, mereka mengkhianati hasil partainya sendiri. Rakyat dianggap sebagai orang bodoh yang tidak tahu apa-apa mengenai KPU. KPU saat ini sudah benar-benar netral, dan bekerja secara profesional. Apalagi di setiap TPS dibuat saksi-saksi baik dari tim 01 maupun 02.
Pun jika kita ingin melihat, distribusi data pun dikawal ketat sampai ke KPU Pusat untuk dihitung manual. TNI dan Polri pun mengawal ketat pelaksanaan pemilu agar tidak curang. Maka bentuk delegitimasi terhadap KPU, mengancam demokrasi.
Kedua, tidak percaya pemilu, sama dengan tidak percaya rakyat. Pemilu adalah pemilihan umum. Pemilu dilakukan oleh rakyat. Kalau tidak percaya pemilu, maunya apa? Mau oligarki?
Atau mau otoritarian? Ini adalah mimpi kalian, bukan? Proses demokrasi diejawantahkan dalam pemilu. Pemilihan umum. Pilpres dan pileg adalah bagian dari proses demokrasi. Kalau tidak percaya hasil pemilu, artinya sudah jelas, ingin sesuatu yang lain dari demokrasi.
Election is an example of democracy
Ketiga, menggeruduk KPU dan Bawaslu adalah tindakan inkonstitusional. Menggeruduk KPU dan Bawaslu adalah sebuah hal yang tidak baik. Kenapa? Karena framing mengenai ketidakpercayaan kepada pelaksana pemilu, dilakukan terus menerus.