Ketika seseorang ingin berlibur maka ia harus lah merencanakan segala sesuatunya dengan baik dan terencana, mulai dari; penginapan, biaya perjalanan, biaya makan, dll.Â
Jika semua itu tidak dihitung dengan baik maka yang akan terjadi adalah anggaran yang membengkak. Kemudian, ketika seseorang banyak berbicara tentang dampak dari banjir tsunami dan kaitannya dengan stabilitas ekonomi bangsa akan tetapi kita tidak dapat mengerti hubungan dari kedua subjek tersebut.
Dari kedua contoh di atas hal yang menjadi pokok permasalahan pendidikan saat ini adalah budaya literasi dan numerasi yang kurang. Sebagai contoh kecilnya sebagian masyarakat Indonesia ketika menginstall suatu program di komputer kemudian terdapat began yang berisi "Baca syarat dan ketentuan berikut ini" atau "EULA" maka akan langsung mencentang saja tanpa membaca syarat dan ketentuan dari program tersebut karena malas membaca. Namun ketika terjadi sesuatu hal yang terjadi pada program tersebut dia tidak tahu apa yang harus dilakukan karena tidak membaca syarat dan ketentuan dari program tersebut.
Hal tersebut sering terjadi terlebih lagi di dunia pendidikan. Seperti halnya pendidik sudah membuat soal dan memilih kata yang mudah dicerna oleh peserta didik dan terkadang peserta didik bertanya tentang maksud dari soal tersebut tanpa membaca dan memahami terlebih dahulu soal yang telah diberikan. Literasi numerasi pada saat ini kurang begitu digalakkan sehingga masih terdapat peserta didik atau pembaca yang kurang dalam hal ini.
Literasi numerasi ini kemudian digaungkan kembali pada kurikulum 2013 ini dengan bukti nyatanya adalah pemerintah melalui KEMENDIKBUD mengadakan berbagai macam pelatihan bagi pendidik seperti; pembuatan soal, AKM, dll. hal ini dibuat agar pendidikan di Indonesia dapat mengerjar ketertinggalan dari negara -- negara lain khususnya di Asia Tenggara.Â
Berdasarkan data yang diperoleh dari PISA (Programme for Internationan Student Assessment) pada tahun 2015 negara Indonesia mendapati peringkat di bawah negara Vietnam dengan rata -- rata nilai 387. Kemudian data dari TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa negara Singapura adalah negara dengan nilai 618 lebih tinggi dibandingkan negara Indonesia yang mendapat nilai 387.[1]
Hal tersebut bis akita antisipasi dengan cara menggalakkan budaya literasi numerasi dengan gerakan membaca buku, kampung anti buta huruf,, berlatih matematika dasar, melakukan proses jual beli, dll.
===============================================================================================
Daftar Pustaka
Weilin Han dkk, Materi Pendukung Literasi Numerasi, 2017, Jakarta: TIM GLN Kemendikbud. Hal 1.