Mohon tunggu...
ABDUL HAKIM M S
ABDUL HAKIM M S Mohon Tunggu... -

[ http://abdul-hakim.blogspot.com ]

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urusan Demokrasi, Malaysia Perlu Belajar ke Indonesia

7 Mei 2012   10:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:36 1913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13363857841612136029

“Kita harus belajar dari Indonesia tentang pluralisme, kebebasan, dan demokrasi” seru Karim Raslan, seorang kolomnis asal Malaysia kepada teman-temannya di negeri itu.

Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia, tak banyak yang “ngeh” dengan tema seperti ini. Selama ini, hal-hal yang muncul kepermukaan terkait hubungan Indonesia-Malaysia adalah urusan TKI, konflik perbatasan, dan ketertinggalan pembangunan ekonomi. Di ketiga sektor ini, Indonesia selalu inferior.

Namun untuk urusan demokratisasi, Indonesia boleh dibilang leading segala-galanya dari Malaysia. Pasca rezim Orde Baru, Indonesia saat ini telah menjelma menjadi negara demokrasi yang kuat, sekaligus dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.

Seperti kita fahami, Indonesia saat ini pelan-pelan mulai bangkit dari keterpurukannya. Di bidang ekonomi, liberalisasi politik pasca reformasi 1998 secara perlahan telah mulai membangkitkan kembali kegairahan dunia usaha dan iklim investasi. Trend ekonomi terus bergerak dalam kondisi positif. Pada 2010, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 6.1 persen. Kemudian naik menjadi 6.5 persen pada 2011. Berdasarkan capaian itu, pemerintah kemudian optimis mematok target pertumbuhan ekonomi dalam 5–10 tahun mendatang bisa menembus angka tujuh sampai delapan persen.

Di bidang demokrasi, liberalisasi politik yang dimulai sejak masa refromasi 1998 secara perlahan telah membawa Indonesia ke dalam sebuah fase demokrasi yang lebih matang dibanding sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Malaysia. Terbukanya ruang bagi perbedaan politik, agama, budaya, juga kebebasan pers, merupakan bagian paling penting dari perkembangan demokrasi di Indonesia.

Melihat kondisi tersebut, tak heran jika sosok kolumnis seperti Karim Raslan sangat kagum akan perkembangan demokratisasi di Indonesia. Lelaki berdarah Melayu dan Inggris ini sangat berhasrat menjadikan iklim politik Malaysia seperti Indonesia. Saking terobsesinya, Raslan kemudian menulis sebuah buku berjudul “Ceritalah Indonesia” yang menyanjung tinggi keberhasilan transisi demokrasi dari era Soeharto ke era reformasi. Ia mengaku sangat kecewa dengan iklim politik Malaysia yang sangat mengontrol kebebasan di luar ambang batas.

Kekecewaan yang dialami Raslan memang cukup beralasan. Tak mudah bicara kritis di Malaysia ditengah kendali tunggal pemerintah terhadap media massa. Tak ada kebebasan berbicara. Tak ada kebebasan menyampaikan aspirasi. Tak ada kebebasa memilih dalam pemilu. Semua dikendalikan oleh penguasa.

Contoh paling nyata betapa pemerintah Malaysia menggunakan tangan besi dalam menanggapi kritik dan aspirasi rakyatnya adalah kejadian demonstrasi warga menuntut pemilu yang bersih pada Sabtu, 9 Juli 2011. Demonstrasi bertajuk "Operation Erase Bersih" yang diikuti oleh puluhan ribu massa di Kuala Lumpur berlangsung ricuh saat polisi Malaysia mulai menembakkan gas air mata. Dilaporkan puluhan orang terluka, termasuk di antaranya adalah pemimpin oposisi, Anwar Ibrahim, yang terjatuh dan lebam akibat tembakan gas.

Sebanyak 1.667 orang demonstran ditahan dalam kerusuhan tersebut. Namun, pihak aparat mengklaim, mereka telah membebaskan sebagian di antaranya beberapa jam setelah ditangkap. Mereka juga mengindikasikan kemungkinan sebagian besar pendemo tidak akan ditahan selama satu malam.

Uniknya, menanggapi aksi tersebut, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, mengatakan bahwa turun ke jalan untuk menyampaikan ketidakpuasan bukanlah budaya Malaysia. "Rakyat Malaysia seharusnya tidak turun ke jalan untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka. Demonstrasi jalanan bukanlah budaya Malaysia," kata Najib (vivanews.com, Minggu, 10 Juli 2011, 16:44 Wib). Padahal, bukankah turun ke jalan juga salah satu instrumen menyampaikan aspirasi dalam demokrasi?

Itu sebabnya, kalangan kritis di Malaysia kini terus mendorong agar negeri jiran ini berubah. Mereka berharap penguasa yang telah “mengangkangi” pemerintahan selama puluhan tahun itu rela menyerahkan sirkulasi kekuasaan kepada rakyat dengan cara yang bersih, adil, dan berwibawa. Tak segan, mereka menyebut harus belajar ke Indonesia untuk urusan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun