Mohon tunggu...
Aziz Safa
Aziz Safa Mohon Tunggu... Programmer - editor dan operator madrasah

jika hidup mempunyai arti yang beragam, tentunya bahagia juga tak bermakna tunggal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rasa Saja Tak Cukup

29 September 2011   08:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:30 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_133965" align="aligncenter" width="400" caption="(foto gadis cokl-lection)"][/caption]

Sabtu, pukul 13.00. Terik panas matahari Jogja terasa begitu menyengat dan memanggang kulit saya yang semakin coklat mendekati hitam. Sudah waktunya saya berangkat ke kafe Greenz, tempat teman-teman Canting biasa kongko di bantaran Selokan Mataram. Namun, baru beberapa meter dari rumah, laju motor saya hentikan di ujung gang perumahan. Di seberang jalan, seorang teman dari Magelang melambaikan tangannya, berisyarat mau berkunjung ke rumah. Saya pun memutar-balik motor, pulang. Rencana saya datang lebih awal di acara peresmian perpustakaan dan sanggar bermain Studio Biru pun gagal. Terlebih, saat tamu itu mengajak saya untuk bertakziah ke rumah teman kami yang baru ditinggal buah hatinya yang lebih dulu menghadap Tuhan, saya langsung mengiyakan. Setelah saya mengabarkan keterlambatan saya kepada Hendra Arkan aka cakil, yang sudah lebih dulu hadir di Ripungan, Sengir, Prambanan, hati saya sedikit tenang. Insya Allah saya datang ke acara peresmian sanggar Studio Biru, meski terlambat. Maaf, Dab!

###

Sore itu, Studio Biru tampak sudah dipenuhi bejibun orang. Saya langsung bergabung dengan warga dan teman-teman, mengikuti satu per satu rangkaian acara. Tampak sebagian orang duduk bersila dan melingkari nasi ambeng-tumpeng. Ada yang duduk di deretan kursi yang disediakan warga dan teman-teman. Sebagian lagi menyambut kehadiran tamu undangan. Kendati sederhana, tak semegah acara protokolernya penghuni istana yang menyita banyak biaya, tenaga, personel polisi dan tentara, tampak masyarakat Ripungan dan hadirin dari berbagai aktivis maya (bloger) dan pegiat sosial lainnya begitu antusias mengikuti satu per satu acara peresmian sanggar bermain dan belajar di kawasan perbukitan Prambanan itu. Ide pengembangan Studi Biru itu sebenarnya sederhana, bisa dilakukan oleh siapa saja dan di mana pun juga. Namun, upaya yang telah teman-teman lakukan sungguh luar biasa. Di tengah kesibukan masing-masing di dunia maya serta seabrek tugas kerja dan tugas akademik masing-masing, mereka masih memiliki rasa peduli untuk yang lain. Memang, tanpa aksi nyata, segenap rasa peduli akan menguap begitu saja. Percuma. Berbagi, mungkin kata itulah yang merangkum teman-teman untuk bergiat di daerah perbukitan nan tandus itu. Tanpa mereka sadari, rasa itu telah menghidupkan lilin harapan anak-anak Ripungan. Semoga mimpi-mimpi mereka di kemudian hari mewujud menjadi nyata. Amin. Dari situ saya belajar, rasa peduli saja tidak cukup, harus ada kemauan dan upaya aktif di dalam mewujudkannya. Untung dan rugi tak lagi jadi ukuran ketika segala sesuatu dinilai sebagai sebentuk persaudaraan dan solidaritas. Untuk saudara, segenap sesuatu yang mustahil jadi mungkin diwujudkan. Berbagi mampu meretas sekat perasaan kendati tidak memiliki hubungan darah dan kekerabatan. Saya percaya, apa yang dilakukan teman-teman adalah sebentuk amemangun karyenak tyasing sasama, membuat senang hati sesama. Dari situlah keharmonisan hidup antarsesama terbangun. Seandainya kita memahami dan menerapkan prinsip hidup tersebut, kedamaian di bumi kita pasti bukan hal yang mustahil tercipta, sebagaimana JOGJA yang BERHATI NYAMAN.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun