Mohon tunggu...
abdi bagus aprianto
abdi bagus aprianto Mohon Tunggu... Pegawai

Warga Biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PSN; Membangun Negeri bukan Melukai Hati

15 Agustus 2025   17:01 Diperbarui: 15 Agustus 2025   17:38 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembangunan infrastruktur berskala besar melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti Jalan Tol Trans-Sumatera, Proyek food estate  di Merauke, dan lain sebagainya dimaksudkan untuk menjadi urat nadi baru perekonomian nasional. Tujuan utamanya adalah meningkatkan konektivitas antarwilayah, membuka akses bagi daerah terisolasi, dan memperkuat ketahanan sumber daya air. Meskipun memiliki visi yang ambisius dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang, implementasi PSN kerap menimbulkan persoalan sosial, khususnya terkait pembebasan lahan. Data yang dihimpun dari Konsorsium Pembaruan Agraria menyebutkan bahwa terdapat 37 kasus konflik sosial yang terjadi akibat PSN.

Secara umum, penolakan warga terhadap proyek bukan disebabkan oleh keberatan atas tujuan pembangunan itu sendiri. Banyak masyarakat justru mengharapkan kemajuan dan peningkatan fasilitas. Namun, konflik biasanya timbul karena rasa ketidakadilan dan komunikasi yang tidak efektif. Pendekatan yang dominan bersifat top-down, di mana sosialisasi dilakukan dalam bentuk formalitas administratif dengan bahasa teknis yang sulit dipahami, serta minim ruang dialog yang setara. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa masyarakat hanya menjadi objek kebijakan, bukan subjek pembangunan yang memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi.

Permasalahan yang paling krusial adalah mekanisme penetapan nilai ganti rugi. Dalam banyak kasus, proses appraisal dianggap tidak transparan dan hasil penilaiannya jauh dari prinsip "ganti untung". Bagi masyarakat terdampak, tanah memiliki makna yang melampaui nilai jual objek pajak (NJOP): ia adalah sumber penghidupan, warisan keluarga, dan ruang kehidupan sosial. Penilaian yang semata-mata berbasis angka tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan psikologis dapat memicu penolakan dan perlawanan.

Selain itu, dalam beberapa kasus, respons pemerintah terhadap penolakan warga dilakukan melalui pendekatan keamanan yang bersifat represif. Aparat keamanan kadang diterjunkan untuk mengamankan jalannya proyek dengan cara yang dinilai intimidatif oleh masyarakat. Penangkapan, pembubaran paksa aksi protes, atau tindakan koersif lainnya tidak hanya memperburuk hubungan antara pemerintah dan warga, tetapi juga menciptakan trauma sosial yang menghambat rekonsiliasi jangka panjang.

Oleh karena itu, Aparatur Sipil Negara (ASN) di masa depan perlu mengadopsi peran yang lebih adaptif dan humanis. ASN tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana regulasi, tetapi juga sebagai fasilitator dialog antara pemerintah dan masyarakat. Pendekatan yang diperlukan setidaknya mencakup tiga aspek utama:

  • Transparansi -- Seluruh informasi terkait proyek harus dibuka secara jelas, mulai dari manfaat, dampak, hingga metodologi penilaian ganti rugi.
  • Partisipasi -- Forum dengar pendapat yang inklusif perlu diselenggarakan, memastikan aspirasi warga benar-benar dipertimbangkan dalam perencanaan dan pelaksanaan.
  • Humanisme -- Pendekatan berbasis empati, dengan menghargai martabat warga terdampak, serta menghindari cara-cara koersif yang berpotensi memperdalam konflik.

Keberhasilan sebuah proyek pembangunan seharusnya tidak diukur semata dari capaian fisik seperti panjang jalan atau kapasitas bendungan. Indikator keberhasilan yang lebih komprehensif mencakup peningkatan kesejahteraan masyarakat, penyelesaian yang minim konflik sosial, serta peningkatan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Pada hakikatnya, membangun negara berarti membangun manusianya terlebih dahulu. Infrastruktur fisik akan kehilangan makna apabila berdiri di atas luka sosial yang belum tersembuhkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun