Di tengah pesatnya transformasi digital di sektor pendidikan, kebutuhan akan Sistem Informasi Akademik (SIA) yang tangguh, fleksibel, dan responsif menjadi semakin penting. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak institusi pendidikan masih tertinggal dalam mengembangkan sistem yang mampu menjawab kebutuhan mahasiswa, dosen, dan manajemen kampus secara efektif. Artikel ilmiah yang ditulis oleh Fadhel dkk. (2020) berjudul "Implementation of Extreme Programming (XP) Method in the Development of Academic Information System" hadir sebagai angin segar dalam mengatasi permasalahan ini.
Artikel ini mengulas penerapan metode Extreme Programming (XP), salah satu pendekatan dalam pengembangan perangkat lunak berbasis agile, dalam membangun sistem informasi akademik yang sesuai dengan kebutuhan pengguna dan mampu dikembangkan secara cepat serta berkelanjutan. Fokus dari penelitian ini adalah pengembangan sistem akademik di lingkungan STMIK Royal Kisaran yang sebelumnya belum memiliki sistem terintegrasi untuk menangani data akademik mahasiswa.
Kelemahan Sistem Konvensional
Sebelum sistem ini dikembangkan, proses akademik di STMIK Royal Kisaran masih dilakukan secara manual---dari pengisian KRS, pemrosesan nilai, hingga distribusi data akademik lainnya. Tidak hanya menyita waktu dan tenaga, sistem konvensional ini juga rentan terhadap kesalahan manusia, keterlambatan, serta keterbatasan dalam mengakses data secara real-time. Ini merupakan potret umum di banyak institusi pendidikan menengah ke atas di Indonesia, di mana digitalisasi belum merata dan sistem informasi sering kali dibuat tanpa memperhatikan prinsip rekayasa perangkat lunak yang baik.
XP: Pendekatan Fleksibel dan Iteratif
Keunggulan artikel ini terletak pada pilihan metodologi pengembangannya: Extreme Programming (XP). Metode XP bukanlah pendekatan baru dalam dunia rekayasa perangkat lunak, tetapi penerapannya dalam pengembangan sistem akademik menunjukkan fleksibilitasnya dalam menangani kebutuhan yang dinamis dan kolaboratif. XP dikenal dengan prinsip-prinsipnya seperti iterasi pendek, pengujian berkelanjutan, dan keterlibatan aktif pengguna. Ini semua sangat relevan dalam konteks pengembangan sistem akademik yang terus berkembang sesuai kebutuhan kampus.
Dalam artikel tersebut, tim pengembang membagi proses kerja menjadi beberapa fase utama XP: planning, design, coding, dan testing. Hal yang menarik adalah bagaimana mereka melibatkan pengguna secara langsung sejak tahap perencanaan, memastikan bahwa setiap kebutuhan---baik dari mahasiswa, dosen, maupun bagian administrasi---terwadahi dalam desain sistem. Ini sejalan dengan semangat user-centered design yang menjadi tren dalam pengembangan sistem modern.
Hasil Nyata dan Manfaat Konkret
Hasil dari implementasi XP ini adalah sistem informasi akademik berbasis web yang mampu menangani berbagai fungsi penting: pengisian KRS secara online, pengolahan nilai, pencetakan transkrip, dan pelaporan akademik lainnya. Pengujian sistem dilakukan secara sistematis, dengan hasil memuaskan yang ditunjukkan oleh pengujian menggunakan metode black-box dan evaluasi langsung dari pengguna.
Yang patut diapresiasi, artikel ini tidak hanya menjelaskan proses teknis, tetapi juga memberikan gambaran nyata bagaimana sistem ini meningkatkan efisiensi kerja staf akademik dan kenyamanan mahasiswa. Waktu yang sebelumnya terbuang untuk antrean administrasi kini dapat dialihkan ke kegiatan produktif lainnya. Sementara itu, dosen dapat mengelola nilai dengan lebih akurat dan transparan.
Tantangan dan Pembelajaran
Meski artikel ini menjanjikan banyak hal positif, tidak dapat dipungkiri bahwa pengembangan sistem informasi dengan metode XP juga memiliki tantangan. Di antaranya adalah kebutuhan keterlibatan intensif dari pengguna selama pengembangan, serta kebutuhan akan tim pengembang yang adaptif dan mampu bekerja cepat dalam siklus iteratif. Dalam konteks lembaga pendidikan yang mungkin terbatas sumber dayanya, ini bisa menjadi tantangan tersendiri.
Namun, artikel ini berhasil menunjukkan bahwa tantangan tersebut dapat diatasi dengan manajemen proyek yang baik dan komunikasi yang efektif antara tim teknis dan pengguna. Ini menjadi pelajaran penting bagi institusi lain yang ingin mengembangkan sistem serupa.
Relevansi Luas bagi Dunia Pendidikan Indonesia
Opini ini menegaskan bahwa pendekatan agile seperti XP sangat relevan untuk menjawab tantangan digitalisasi di dunia pendidikan Indonesia. Banyak kampus, terutama di daerah, masih menggunakan sistem manual atau sistem informasi yang usang. Dengan pendekatan XP, pengembangan sistem informasi akademik bisa dilakukan secara bertahap, dengan melibatkan pengguna, dan tetap menjaga fleksibilitas terhadap perubahan kebutuhan.
Lebih luas lagi, implementasi XP dalam konteks akademik ini menunjukkan bahwa praktik rekayasa perangkat lunak modern tidak hanya milik industri besar, tapi juga dapat diterapkan di institusi pendidikan sebagai bentuk efisiensi, transparansi, dan peningkatan mutu layanan.
