Mohon tunggu...
Abbi Hafzi
Abbi Hafzi Mohon Tunggu... Mahasiswa

seorang mahasiswa yang aktif mengeksplorasi dunia komunikasi dan media. Memiliki minat dalam industri kreatif, tren digital, serta bagaimana informasi dikemas dan dikonsumsi oleh masyarakat. Suka berbagi perspektif tentang budaya, lifestyle, dan isu-isu yang dekat dengan anak muda.

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Lembah Dewata: Potret Harmoni Alam Dan Tradisi Di Tengah Daya Tarik Wisata Modern

3 Juli 2025   09:48 Diperbarui: 3 Juli 2025   09:48 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lembah Dewata ( Lembang,Bandung )

Di tengah maraknya destinasi wisata modern yang menawarkan konsep kekinian dan visual yang menarik, tidak sedikit wisatawan mulai merindukan ketenangan dan pengalaman yang lebih bermakna. Banyak tempat wisata kini berlomba-lomba menghadirkan spot foto "Instagramable", lampu warna-warni, serta wahana buatan yang serba instan. Namun, di balik gemerlap itu, sesungguhnya ada ruang-ruang alami yang menawarkan nilai lebih dari sekadar estetika visual---salah satunya adalah Lembah Dewata yang terletak di kawasan Cibogo, Lembang, Bandung Barat.


Lembah Dewata menyajikan panorama yang menenangkan: danau alami yang jernih, perahu kayu yang sederhana, serta deretan bukit hijau yang mengelilingi area tersebut. Udara sejuk, suara alam yang syahdu, dan suasana yang jauh dari hiruk-pikuk kota menjadikan tempat ini sebagai destinasi yang bukan hanya menyegarkan fisik, tetapi juga menenangkan batin.

Namun lebih dari itu, Lembah Dewata menyimpan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang masih terjaga. Di sekelilingnya, kita dapat menemukan elemen-elemen tradisional yang tidak hanya berfungsi secara praktis, tetapi juga sarat akan makna simbolik. Rumah-rumah bergaya tradisional, perahu kayu yang dipakai warga sekitar, hingga interaksi sosial yang penuh kesopanan, semuanya menjadi bagian dari narasi budaya yang hidup dan menyatu dengan alam.

Dalam konteks ilmu komunikasi, khususnya komunikasi budaya, Lembah Dewata dapat dimaknai sebagai ruang interaksi antara simbol budaya dan lingkungan fisik. Komunikasi yang terjadi di sini sebagian besar bersifat non-verbal: cara warga memperlakukan alam, bentuk arsitektur tradisional, hingga pola interaksi sosial masyarakat lokal. Semua itu menyampaikan pesan tentang kehidupan yang selaras, menghargai alam, dan menjaga nilai-nilai budaya secara turun-temurun.

Sayangnya, tempat-tempat seperti ini kerap kali luput dari sorotan media atau tidak cukup mendapatkan ruang di kanal-kanal promosi pariwisata. Dalam representasi media, destinasi seperti Lembah Dewata kurang diangkat karena dianggap tidak cukup "menjual" secara visual. Padahal, dari sudut pandang komunikasi strategis, narasi tentang harmoni antara manusia, budaya, dan alam justru sangat relevan untuk dibagikan kepada masyarakat luas.

Dalam hal ini, peran generasi muda, khususnya mahasiswa dan content creator, menjadi penting untuk ikut serta dalam membangun narasi yang autentik tentang tempat-tempat seperti Lembah Dewata. Penyampaian melalui media sosial, tulisan, hingga video dokumenter bisa menjadi medium efektif untuk mengenalkan wisata budaya dan alam yang sarat makna ini tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisionalnya.

Selain itu, Lembah Dewata juga menjadi contoh nyata dari komunikasi lingkungan. Tanpa harus menggunakan papan larangan besar atau pesan verbal yang keras, suasana di tempat ini sudah cukup menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian alam. Lingkungan yang alami, tertata, dan minim gangguan menjadi bentuk komunikasi diam yang secara tidak langsung membentuk perilaku pengunjung untuk lebih menghargai dan tidak merusak.

Secara pribadi, saya merasa bahwa Lembah Dewata bukan sekadar destinasi wisata, melainkan ruang refleksi. Tempat ini mengajarkan bahwa wisata sejati bukan hanya soal hiburan, melainkan tentang menyatu dengan alam, memahami nilai-nilai budaya, dan menyadari bagaimana kita berkomunikasi---baik dengan lingkungan, sesama, maupun diri sendiri.

Penutup dari pengalaman ini menyadarkan saya bahwa tidak semua tempat harus viral untuk bermakna. Justru sering kali, tempat yang sederhana dan tenang memiliki pesan yang paling kuat, apabila kita bersedia meluangkan waktu untuk mendengarkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun