Saya menjadi semakin yakin bahwa "diam" dalam konsep pantomim yang Wanggi pilih bukan hanya sekadar pilihan bentuk teater, tetapi juga memiliki muatan gagasan.
Namun kemudian, ketika Wanggi membawakan monolog Panggil Aku Gombloh, keyakinan saya memudar. Wanggi sekarang sudah bisa "bicara". Saya tidak bisa lagi "memakna-maknai" bahwa pilihan Wanggi untuk "diam" sebagai konsekuensi bentuk pantomim adalah "pilihan ideologis". Lalu, pasca-Gombloh apakah Wanggi akan "berhenti diam" dan melanjutkan kata-kata?
Jakarta, 3 Desember 2022
Muhamad Habib Koesnady
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!