Mohon tunggu...
Abang Rahino S.
Abang Rahino S. Mohon Tunggu... Freelancer - Pembuat film dokumenter dan penulis artikel features

A documentary film maker & feature writer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kudeta a la Amerika Serikat

23 Februari 2017   08:06 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:32 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
President Jokowi who can say NO (foto: kabarhukum.com)

Saya bermaksud menulis dengan gaya gampangan, agar mudah dicerna. Ini refleksi atas langkah rejim Jokowi yang sejak awal berkuasa pada akhir tahun 2014 sampai sekarang tampak nyata berupaya menciptakan kemandirian bangsa di berbagai bidang. Langkah terakhir Jokowi adalah penunjukan duo Jonan-Archandra di Kementerian ESDM dan hari-hari ini kebijakan Indonesia terhadap Freeport. Mandirinya sebuah bangsa sangat besar seperti Indonesia dalam hal penduduk dan kekayaan, akan sangat merugikan negara besar yang sudah terlanjur maju dan kaya seperti AS dan beberapa sekutunya baik di Barat seperti Inggris atau di Timur seperti Jepang dan Singapura. Pasar super raksasa seperti Indonesia harus dikondisikan mengidap sikap ketergantungan kepada negara-negara maju tersebut.

Pola utamanya selalu sama jika sebuah rejim di sebuah negara bermaksud mandiri yang tentu tak sejalan dengan kebijakan AS dan para sekutunya: ciptakan ketidakpuasan, lakukan kondisi kacau, singkirkan. Sutradara Utama: AS. Asisten Sutradara: negara2 Barat sekutu AS. Pembantu Umum: negara2 sekutu AS lainnya dan berbagai elemen dalam negeri Negara Target Operasi (NTO).

Namun pada saat NTO masih bersahabat, dilakukan infiltrasi sosial-budaya secara menyeluruh secara TSM (Terstruktur, Sistemik, Masif) . Citrakan bahwa modernitas dan kemajuan adalah identik dengan pola hidup masyarakat AS dan Barat pada umumnya, sampai hal-hal detil seperti pola makan, busana, gaya hidup, bahkan cara berbicara pun digarap. Contoh kasus terbaik adalah bangsa Indonesia saat ini yang secara TSM "dibina" pola sosbud-nya sejak 1967 sampai hari ini oleh gaya hidup terutama a la AS. Bahkan dalam berbahasa Inggris pun, bangsa Indonesia sangat tidak percaya diri jika belum mampu berdialek seperti orang AS lengkap dengan ungkapan-ungkapan prokem mereka seperti 'gonna', 'yeah', atau bahkan ungkapan sangat kasar dan menjijikkan seperti 'fuck you'. 

Pada saat NTO mulai berpaling dan bermaksud lebih mandiri, Si Sutradara melakukan langkah-langkah berikut ini berkerjasama dengan rekan-rekannya baik sesama negara Barat, negara lain sekutunya, dan elemen-elemen dalam negeri NTO seperti kelompok-kelompok keagamaan, parpol se-ide, faksi-faksi dalam militer dan kepolisian, LSM, organisasi-organisasi profesi, dan juga cendekiawan ...

  1. Lakukan embargo perdagangan, termasuk alutsista. NTO mengalami kesulitan ekonomi. Cadangan devisa merosot.
  2. Lakukan embargo berbagai kerjasama, termasuk kerjasama militer. Ketahanan nasional merosot. Ingat bukan pertahanan, tetapi ketahanan NTOmerosot.
  3. Lakukan intervensi perusakan ekonomi. Pembelian valuta negara target dari jam ke jam seberapa pun Bank Sentral NTO menggelontorkan uang. Nilai tukar uang terjun bebas. Langkah #1 - #3 ini adalah upaya menciptakan ketidakpuasan masyarakat NTO.
  4. Bekerjasama secara unilateral atau multilateral, Si Sutradara melakukan kondisi kacau dalam negeri NTO. Itu sangat mudah karena masyarakat NTO sudah merasa nyaman, mapan, dan merasa sejahtera dengan pola dan gaya hidup a la bangsa AS dan Barat lain yang dianggap maju dan modern. Kemerosotan di berbagai bidang sebagai hasil dari langkah #1 - #3 telah menciptakan "penderitaan" masyarakat. Tentu masyarakat tidak puas dan mengkambinghitamkan rejim penguasa yang akan disingkirkan di NTO. Bila bangsa NTO berbudaya primordialistik seperti Suriah, Irak, atau Indonesia, maka isu-isu primordialisme dimanfaatkan sebagai pemicu. Suriah dan Irak misalnya, disentuh isu konflik Suni-Syiah. Di Indonesia 1964-1965 dipicu konflik Islam/kaum agama versus komunisme. Penciptaan ketidakpuasan masyarakat ini termasuk di dalamnya adalah penyeponsoran aksi protes besar-besaran. Sponsorsip bisa bersifat langsung seperti sinyaliran para Indonesianis terkait Indonesia periode 1964-1965, atau membiarkan aktor lokal membiayai sendiri seperti kasus Indonesia Oktober 2016 sampai sekarang. JIka upaya-upaya penciptaan ketidakpuasan sudah terbangun masif, maka langkah berikutnya adalah...
  5.  Penyingkiran rejim. Langkah ini dilakukan melalui berbagai cara mulai dari yang paling halus memanfaatkan elemen-elemen dalam negeri NTO sebagai kolaborator untuk menciptakan langkah-langkah "konstitusional" seperti kasus Indonesia periode 1966-1967, sampai cara-cara brutal dan kasar seperti penyerangan dan penggulingan rejim Saddam Hussein di Irak. Dalam hal NTO adalah bangsa kecil seperti Timor Leste, Si Sutradara memanfaatkan negara terdekat melakukan langkah penyingkiran. Kasus Timor Leste 1975 dengan aneksasi Indonesia ke wilayah itu adalah contoh kasus sempurna. Saat itu AS traumatik dengan berbagai kekalahan di berbagai lini tempur Vietnam melawan rejim komunis Vietcong Vietnam Utara dan berakhir pada kekalahan totalnya yang sangat memalukan dan menampar wajah AS di dunia internasional. Sehingga ancaman sekecil Fretilin dkk yang kiri walau bukan komunis pun perlu ditumpas sebelum bertumbuh. Maka diperintahlah rejim Jakarta melakukan invasi besar-besaran ke Timor Leste. 

Lima langkah kunci itu konsisten dari jaman ke jaman, dari satu negara target ke negara target lainnya. Beberapa negara yang menjadi korban pola tersebut misalnya Kuba, Indonesia 1964-1967 dan Indonesia 1997-1998, Vietnam, Cile, Timor Leste 1975, Irak, dan Suriah saat ini. Kecuali Kuba dan Vietnam, karya penggulingan rejim a la AS ini sukses besar. 

Dengan cermin semacam inilah bangsa Indonesia saat ini wajib berefleksi.  Jangan sampai bangsa besar ini tidak pernah belajar dari  dua kali penggulingan rejim penguasa kita yang sah, apa pun alasannya dan bagaimana pun caranya (1965-1967 dan 1997-1998). Karena langkah rejim Jokowi saat ini sama dan sebangun dengan langkah Soekarno dan Soeharto yang pada dasarnya bermaksud memandirikan bangsa ini dari penjajahan model baru di jaman modern (neo-kolonialisme) dengan caranya masing-masing. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah. JASMERAH!.(Abang Rahino, sanggarkertas@gmail.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun