Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

New Normal Ternyata Abnormal, Pemerintah "bek Panik"

12 September 2020   13:47 Diperbarui: 13 September 2020   15:01 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilusrtasi. Sumber : tamebay.com. Ditambahkan dan edit oleh penulis

Wacana "New Normal" mulai muncul dari beberapa kalangan Menteri pada pertengahan Mei 2020 lalu sebagai upaya mengatasi kelesuan ekonomi akibat pandemi covid-19. Wacana tersebut kemudian mengerucut ketika (seolah-olah memberi tanda) Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan ke mal Summarecon Bekasi pada 26 Mei 2020.

Jubir Presiden, Fajroel Rachman pada 27 Mei 2020 memberikan alasan dibalik keputusan Presiden menerapkan New Normal untuk 4 Provinsi dan 24 kota/ kabupaten se Indonesia.

Frasa "New Normal" sesungguhnya bukan sebuah istilah yang baru. Frasa yang kemudian diadopsi menjadi sebuah istilah dalam bahasa Indonesia itu sudah ada sejak krisis keuangan global yang pada 2007-2008 lalu.

Dalam konteks ini istilah tersebut adalah kesiapan warga bertransformasi dari "Dirumah Saja" menjadi beraktifitas di luar rumah seoptimal mungkin tapi juga dapat beradaptasi dengan protokol pencegahan dan penularan Covid-19.

Melalui berbagai pertimbangan dan standard pemerintah (telah) membuat kebijakan dengan istilah-istilah yang "dahsyat" tentang sebuah daerah dapat menyatakan dirinya menerapkan "new normal." 

Menteri Kesehatan (Menkes) kemudian menerbitkan protokol atau aturannya Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 yang disahkan pada 19 Juni 2020. Meskipun pada saat itu muncul pro dan kontra dalam penerapan new normal lambat tapi pasti beberapa provinsi dan kabupaten/kota mulai bergerak menerapkan new normal dengan "sejuta" asa di dalamnya.

Pihak yang pro dengan new normal lebih mengedepankan bagaimana dapat menyelamatkan perekonomian negara namun tidak mengabaikan protokol pencegahan dan penularan Covid-19. Salah satunya adalah sebagaimana disampaikan Fajroel Rachman (FR) tentang beberapa sisi positif atau manfaat dalam penerapan New Normal.

"Keuntungan pertama adalah adanya norma sosial baru yang menjaga Indonesia dari ancaman pandemi Covid-19. Keuntungan kedua adalah keberlanjutan hidup agar bangsa Indonesia tidak terpuruk pada masalah baru sebagai dampak wabah seperti masalah krisis ekonomi, ketahanan pangan dan pendidikan anak-anak bangsa," dalam keterangan tertulis FR pada 27 Meiu 2020.

Sejumlah pihak telah banyak meragukan efektifitas pelaksanaan New Normal tersebut. Ada yang mengatakan penerapan itu akan berakibat fatal jika tidak didukung oleh edukasi yang tepat sasaran dan mudah dicerna oleh masyrakat.

Ada juga yang berpendapat penerapan New Normal belum matang karena pada kenyataannya terlalu mengedepankan pertimbangan ekonomi ketimbang pencegahan pandemi Covid-19.

Pendapat lebih konsevatif datang dari Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio. Menurutnya penerapan New Normal tidak dapat dilakukan secara merata di setiap daerah karena perisapan (kondisi-red) setiap daerah berbeda.

Menyikapi protokol New Normal, awalnya cuma 4 Provinsi dan 25 kota/ kabupaten yang dinyatakan persiapannya sudah memenuhi syarat kemudian "meledak" jumlahnya. Dari Aceh sampai Papua Barat 102 kota/kabupaten dinyatakan siap dengan New Normal pada 31 Mei 2020. Jika mengacu pada 514 kota / kabupaten se Indonesia artinya hampir 20% kota/kabupaten mendukung era New normal pada saat permulaan.

Bagaikan gayung besambut gelora New Normal terus membara. Pada 5 Juni 2020 jumlah kota/kabupaten mendukung new normal jadi 125 daerah. Setelah itu tidak diketahui lagi berapa jumlah pasti kota/kabupaten yang telah menerapkan New Normal.

Kini tiba-tiba pemerintah mengumumkan perubahan istilah baru, New Normal diganti dengan "Adaptasi Kebiasaan Baru" kesan yang muncul di sana adalah adanya pengakuan (baru sadar) dalam beberapa hal, yaitu :

  • Target yang ingin dicapai dari New Normal tidak tercapai. Mengacu pada manfaat yang disampaian FR, jubir Presiden disebutkan di atas tampak sekali jauh melenceng dari sasaran.
  • Dari sisi ekonomi, dunia pendidikan dan ketahanan pangan boleh dikatakan tidak ada pencapaian signifikan yang dicapai. Meskipun kita tidak berharap Indonesia berpotensi besar masuk dalam resesi berdasarkan indikator pertumbuhan ekonomi.
  • Penggunaan istilah-istilah yang tidak merakyat selama ini mulai disadari sebagai salah satu sebab tidak membuminya edukasi tentang pencegahan Covid-19 di dalam masyarakat. Terlalu banyak istilah-istilah kebarat-baratan yang diadopsi sebagai pengertian dalam bahasa Indonesia sehingga butuh energi mendefinisi istilah-istilah tersebut dibandingkan menerapkan istilah-istilah tersebut.

Atas dasar realitas tersebut tampaknya benar konsep "New Normal" adalah konsep yang terburu-buru dalam arti kata titik fokus terburu-burunya ada pada pemerintah yang diliputi nuansa panik. Dalam kepanikan menerbitkan konsep-konsep yang membingungkan dalam masyarakat.

Bentuk kepanikan pemerintah juga terlihat dalam pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan. Berkali-kali terlibat dalam kerjasama pengadaan obat yang kontroversial seperti obat Avigan anti malaria, APD made in China from Indonesia dan kini kerjasama Bio Farma dengan Sinovac dalam pengujian dan pengadaan vaksin anti Corona.

Semestinya pemerintah jangan panik agar dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang singkat, padat, tepat sasaran, mudah dipahami, membumi dan membangkitkan kebersamaan dari desa sampai kota terkait dengan bagaimana bisa kompak memberantas Covid-19 tapi juga dapat beraktifitas memutar roda ekonomi rumah tangga masing-masing.

Tegasnya pemerintah "bek panik" (jangan panik) menghadapi kondisi ini. Rakyat Indonesia pasti akan menurut jika edukasinya membumi, mudah dicerna, mudah juga dijalankan. 

Ada yang mengatakan "Selow-selow saja," badai pasti akan berlalu, hehehee..

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun