Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Haftar Hindari Tripoli Berdarah Lagi, Erdogan Terlambat?

15 Januari 2020   06:17 Diperbarui: 15 Januari 2020   06:24 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi : Sumber BBC.com diedit dari beberapa sumber oleh penulis

Beberapa jam lalu Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki mengingatkan Jendral Khalifa Haftar pimpinan Libyan National Army (LNA) bahwa Turki tidak akan dapat menahan diri untuk memberi "pelajaran" jika ia terus menyerang Government Ntional Accrod (GNA). 

Pernyataan menyerang tersebut melengkapi pidato Erdogan beberapa saat sebelumnya yang mengatakan bahwa Libia adalah peninggalan dari kekaisaran Ottoman. "Kami memiliki anak-anak Kologlu disana dan kami akan membela mereka," ujarnya sebagaimana dikutip dari  sini.

Entah karena itu atau ada tujuan lainnya faktanya adalah dalam perang saudara jilid 2 ini Turki bersama PBB, Arab Saudi, Qatar, Somalia, Sudan, AS, Uni Eropa, Jerman, Itali, Inggris, Ukraina berada di posisi mendukung pemerintahan The Government of National Accord  atau Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA) yang kini dipimpin Fayez al-Sarraj.

Sebagaimana pernah diulas di sini, pasca penggulingan terhadap pemerintahan Khadafi dibentuk Majelis Nasonal (GNC) yang menjadi cikal bakal terbentuknya GNA yang dibentuk pada 17 Desember 2015 melalui proses yang rumit melibatkan dewan PLA.

Sejak perang saudara yang resmi meletus sejak 17 Desember posisi GNA sedikit demi sedikit terjepit oleh LNA. Wilayah kekuasaan mereka semakin berangsur mengecil dan pertahanan kian melemah khususnya jelang akhir 2019.

Pada Desember 2019 pemerintah Turki memutuskan bantu GNA secara langsung yakni mengirimkan peralatan tempur dan tenaga tempur bayaran dari kelompok pemberontak Suriah dukungan Turki (The Syrian National Army atau SNA) yang terdiri dari beberapa faksi militan di dalamnya.

Entah bagaimana beberapa kelompok petempur bayaran SNA duluan dikirim ke pelabuhan di Tripoli dan beberapa lagi melalui bandara di kota Tripoli sebelum "persetujuan" parlemen pada 3 Janauri 2020. Beberapa bukti foto memperlihatkan kelompok SNA dari milisi Jaish al-Hur fi Libia telah tiba lebih dahulu sebelum persetujuan parlemen.

Setelah itu beberapa milisi lainnya seperti al-Mu'tasim Division, Sultan Murad Division, Suqur Al-Shamal Brigade and Al-Hamzat menyusul ke Tripoli. Meskipun pengiriman milisi satu negara ke negara lain termasuk tindakan kriminal dalam aturan PBB tetapi Turki atas berbagai dalih dan alasan mengirimkan milisi dan tentara bayarannya ke Libia.

Diperkirakan saat ini jumlah petempur bayaran Turki di Libia telah mencapai 1000 orang dan sebanyak 1600 milisi atau petempur bayaran lainnya sedang training menunggu keberangkatan. Sumber SHOR melaporkan dari berbagai informasi setiap petempur lapangan dibayar per bulan $2.000 dan sejumlah fasilitas.

Di sisi lain, jumlah petempur Turki yang telah jadi korban sebanyak 14 orang. Sepuluh tewas pertama telah dikirim kembali ke Turki pada 10 Januari 2020 lalu terdiri dari 7 petempur dari Al-Mutasem Division dan 3 petempur dari Sultan Murad Division. Sedangkan 4 petempur lain adalah yang tewas terkini (14/1/2020) dari faksi Al-Hamzat.

Tetapi bala bantuan Turki tampaknya terlambat beraksi karena posisi GNA kini terdesak di dalam kota Tripoli hingga ke arah pantai Tripoli. Beberapa kota masih tersisa adalah Zuwarah dan kantong kecil di perbatasan Tunisia seperti Abu Kamash, Bii'r Yahya dan lain-lain. Sedangkan kota besar Misrata terancam jatuh yang hanya berjarak 55 km dari pertahanan terluar LNA saat ini. 

Saat ini posisi garis terdepan LNA cuma 4,5 km ke gerbang kota di bundaran second ring road Tripoli dekat kawasan kebun binatang Tripoli. Jika kawasan tersebut berhasil dikuasai LNA bisa jadi jatuhnya Tripoli tinggal menunggu waktu mengingat peristiwa sama jatuhnya pemerintahan Khadafi pada 2011 lalu melalui simbol jatuhnya kota Tripoli.

Tampaknya Turki terlambat, pertama berdasarkan kondisi melemahnya GNA dan semakin menyusutnya wilayah yang dikuasai GNA menandakan kekalahan GNA sudah diambang pintu.

Kedua, Mesir telah mengingatkan campur tangan Turki akan membahayakan situasi Mediterania dan Turki harus siap tanggung jawab penuh atas risikonya, sebagaimana dilontarkan oleh Menlu Mesir pada 3 Januari 2020 dikutip di MEMO edisi 3/1/2020. Sebagian negara Liga Arab tidak mendukung langkah Turki di Libia.

Ke tiga yang terkini adalah perundingan perang saudara Libia akan digelar di Berlin. Kanselir Jerman Angela Merkel memastikan pembicaraan damai akan dilaksanakan di Berlin. Inisiatif itu dilakukan atas negosiasi Rusia -Turki kata Merkel dalam lawatannya ke Moskow 11/1/2020. Kedua belah pihak bertikai tampaknya memanfaatkan momentum tersebut untuk mengeliminir pertumpahan darah dahsyat di ibukota Tripoli.

Informasi terkini pada saat tulisan ini dibuat dilaporkan bahwa Jendral Khalifa Haftar bersama dengan pejabat militer dan mediator Rusia dalam satu pesawat (Russian Air Force Tupolev Tu154M RA85155) sedang menuju ke Benghazi Libia. Kemungkinan dengan pesawat Rusia akan memenuhi undangan Merkel di Berlin.

Menurut pejabat militer Rusia tampaknya Haftar telah memberi tawaran gencatan senjata dan perdamaian untuk GNA namun di sisi lain gerak maju pasukan LNA dengan serangan sporadis ke arah Tripoli juga mereka perlihatkan dalam rangka menekan GNA untuk merima solusi perdamaian.

Dengan perkembangan kondisi seperti ini apakah Turki ingin tetap bertahan di Libia dengan alasan ingin menegakkan perdamaian bahkan untuk melindungi anak-anak Kologlu di tempat bekas peninggalan kekaisaran Ottoman? Tak tahulah apa yang menjadi pertimbangan Turki hadir di sana saat kondisi GNA dalam anti klimaks.

Moammar Khadafi yang dijadikan sumber masalah sebelumnya telah meninggal dunia 9 tahun yang lalu tetapi negaranya masih bergolak sampai kini.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun