Tak terhitung telah berapa kali Israel menghajar posisi dan kepeningan Iran di Lebanon, Suriah dan perbatasan Irak sejak perang Suriah meletus pada 11 Maret 2011. Atas nama (alasan) melindungi kepentingan dan keamanan kawasan dan perbatasannya dari ancaman musuh (Iran) serangan Israel terhadap Iran terjadi hampir ratusan kali.
Hingga pertengahan 2018 saja penulis pernah mencatat telah terjadi 184 kali, namun tidak sanggup meng-up date lagi berhubung peristiwanya terjadi sangat sering setelah 2018.
Peristiwa terkini terjadi pada 8 September 2019 baru saja berlalu. Israel menyerang ke kawasan tidak lazim yakni ke kawasan perbatasan Irak. Disebut demikian karena harus melalui ruang udara Suriah yang sangat (jauh) untuk mencapai Albukamal dan sedikit ruang udara Irak untuk kemudian menembakkan rudal anti bunker dengan tingkat akurasi 99,9%.
Meski belum diketahui secara pasti jenis apa pesawat tempur itu tapi mengingat pola dan lokasi serangan tampaknya dilakukan pesawat tempur tercanggih buatan AS saat ini, Stealth Fighter F 35. Angkatan Udara Israel memang diberi hak istimewa oleh AS memiliki jet tempur tersebut.
Untuk mencapai lokasi dan menjalankan misi tersebut pesawat tempur Israel harus terbang sangat tinggi hingga luput dari deteksi radar pertahanan Suriah, Iran dan mungkin Rusia, lalu menghajar komplek militer bawah tanah Iran itu dengan sangat leluasa.
Sebagaimana informasi yang dirilis militer Israel memperlihatkan hasil foto citra satelit ISI hasil kerja Israel benar-benar menampar wajah Iran. Delapan fasilitas militer mereka diremukkan oleh misil anti bunker Israel dalam waktu singkat, melengkapi "siksaan" Israel terhadap Iran ratusan kali sebelumnya.
Gambar di bawah ini memperlihatkan kawasan (tampaknya) seluas lebih ratusan hektar yang menghubungkan Albukamal ke kota terdekat di perbatasan Irak telah ada bangunan komplek militer siap pakai milik Iran yang sangat luas dan lengkap.
Milisi dan militer Iran dapat dikatakan mendominasi kota dan kawasan Albukamal tempat lokasi militer bawah tanah itu berada. Sejumlah kelompok milisi yang beroperasi di kawasan militer tersebut terdiri dari milisi Hizbullah-Libanon, gerakan Irak Al-Nujaba. Lalu ada Brigade Hizbullah dan milisi Al-Fatemiyoun Syiah yang berasal dari Afghanistan serta milisi Zainebiyoun Syiah dari Pakistan.
Semua organisasi itu dipimpin "Jenderal Salman Al-Irani" dari Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran. Di sisi lain, AS telah menetapkan organisasi tersebut sebagai organisasi teroris.
Seluruh kelompok milisi tersebut dilengkapi persenjataan tergolong kuat, yaitu misil anti pesawat darat ke udara, peluru kendali, sistem radar modern, menara komunikasi khusus anti sadap IRGC Iran serta gudang senjata yang kuat yang dibangun di bekas kawasan rumah sakit.
Misil itu --menurut sumber tersebut-- umumnya diarahkan ke kawasan yang dikuasai kelompok milisi dukungan AS, yaitu SDF di kawasan Suriah yang baru "dibebaskan" dari ISIS Desember lalu.
Selanjutnya pada 7 Agustus 2019 sumber yang sama memberi penjelasan lebih detail bahwa penguasaan kawasan Albukamal oleh Iran itu adalah sebuah kunci menghbungkan jalur sutera Iran ke Irak. Dengan menguasai perbatasan itu Iran mampu menghubungkan kepentingannya melalui Suriah ke laut Mediterania.
Di luar itu telah terbuka hubungan langsung melalui darat Hezbollah Lebanon (melalui Suriah) ke Irak adalah sebuah fenomena yang tidak dapat diterima begitu saja oleh sejumlah negara di kawasan teluk dan timur tengah bahkan barat dan terutama Israel.
Selain di kota dan kawasan Albukamal, kelompok milisi Iran disebut di atas juga disebar di kota lainnya dari pinggiran Deir Ezzour ke arah Almayaden hingga ke perbatasa Irak.
Entah karena itu kondisinya atau bukan faktanya adalah angkatan udara Israel telah melaksanakan serangan kilat ke kawasan tersebut tanpa mendapat reaksi apapun oleh militer Suriah dan Iran. Selain menghancurkan sedikitnya 8 komplek fasilitas militer juga menewaskan 21 orang dan 36 orang lainnya luka berat hingga ringan.
Dalam pergolakan Suriah posisi Iran mendapatkan musuh dari negara pendukung pemberontak (Turki dan negara-negara Arab dan teluk). Di kawasan teluk persia perseteruan AS dan Iran soal kapal tanker juga masih membara. Belum lagi urusan tekanan abadi Israel terhadap Iran tak habis-habisnya seakan memperlihatkan terlalu banyak musuh Iran.
Ada apa dengan Iran, demikian pertanyaan media barat. Mungkin media barat melihat dari kacamatanya sendiri sehingga melihat Iran agak aneh seperti ditulis oleh lobelog.com edisi 9 September 2019 dengan judul "Is Iran Abnormal?" yang mengurai sejarah modern Iran hingga agenda regional Syiah Iran di kawasan regional Timur Tengah saat ini.
Perdana Menteri Israel melalui pejabat militer Israel memperlihatkan kepongahannya, mengirim pesan mengejek Iran. Khusus untuk Suriah diperingatkan agar menjauhi Iran atau akan membayar "harga" sangat mahal. Pada sebuah gambar kartun menunjukkan Bashar al-Assad (burung onta) seolah-olah sedang menggali lubang kematian untuk dirinya sendiri.
"We warn the Bashar-Assad regime that it will pay a heavy price for allowing the Iranians and Shiite militias to operate from within its territory, turning a blind eye and even cooperating with them," kicau Israel sebagaimana dikutip dari akun twitter resmi juru bicara militer Israel @AvichayAdraee.
Pandangan sebaliknya justru dalam sudut pandang Iran. Bagi Iran menguasai kawasan tersebut adalah dalam rangka mendukung kekuatan pemerintahan Assad dan juga menekan dominasi Israel di kawasan timur tengah.
Apakah itu alasan yang realistis atau adakah alasan ekonomis dan bisnis tidak terjamah oleh pikiran kita karena tersekat oleh propaganda perang terhadap Israel?
Apapun alasan realistisnya yang jelas posisi Iran seperti itu telah membuat Putin (Rusia) dilematis.
"Maju kene, mundur kene." Mau membela Iran tapi tak kuasa dimata Israel. Mau membiarkan Iran tak mampu membayar dalamnya kesetiaan Iran membantu perjuangan Rusia dalam konflik Suriah.
Putin gelisah serasa tak mampu pejamkan matanya melihat sikap Israel terhadap teman baiknya. "Sampai kapan Putin, mana jurus pamungkas Anda? Apakah menunggu sampai Iran hanya tinggal nama," tanya pendukung Iran. Sementara pendukung Israel malah meremehkan Rusia bagaikan macan kertas yang cuma diunggulkan dalam bidang promosi alutsista dan propaganda kajian teoritis.
Salam Kompasiana