Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pesan Bung Karno dan Soeharto dari Negeri Kayangan

16 September 2015   18:15 Diperbarui: 22 September 2015   12:08 2741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cuaca kota Banda Aceh pada September ini meski sering mendung akibat dampak kabut dan asap pembakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan terasa ekstrim juga panasnya dengan suhu rata-rata 35°C,

Saya memilih beristirahat saja di rumah hari Minggu yang lalu.  Saya disuguhi kopi dan penganan ringan oleh istri. Sambil menikmatinya, mata saya menerawang teringat kepada salah satu buku yang barusan saya baca: berjudul "Pidato-pidato yang mengubah Dunia" karya Simon Sebag Montefiore.

Di dalam buku tersebut saya temukan petikan pidato terkenal bung Karno, Presiden pertama RI. Sepertinya saya hanyut akan isi pidato bung Karno di depan Kongres  Amerika, di Washington DC 18 April 1955  Bunyinya adalah ...."Perjuangan kami belum selesai. Oleh karenanya kami butuhkan kerja keras membentuk Negara kami"....

Perjuangan belum selesai, apa iya seperti itu?... Apa indikatornya, kapan selesainya dan apa buktinya??... Terus apa korelasinya dengan berbagai persoalan mega problem yang  multi kompleks yang  kini melanda Negeri ini selama 20 tahun terakhir?..

Kalau saja saya dapat bertanya kepada bung Karno pasti saya temukan sebab dan korelasinya, kata hati saya.. Habis .. bertanya sama siapa lagi,? Tanya ke Jokowi malah harus ngisi buku tamu dan aneka protokoler tamu yang ribet dan sialnya belum tentu bisa ketemu,,

Ya.. Kalau bisa saya ingin bertemu dengan bung Karno saja menanyakan apa makna pidato tersebut (Perjuangan kami belum selesai. Oleh karenanya kami butuhkan kerja keras membentuk Negara kami)  pada kondisi keduanya sudah tidak menjabat lagi pasti tanpa sistim protokoler dan syarat ini dan itu yang ribet, dan tidak  formil

Saya kaget luar biasa.. (sungguh ini beneran, gak ngarang),  saya justru bertemu dengan Bung Karno dan Pak Harto secara bersamaan. Komplit dan surprise bisa bertemua mereka berdua sekaligus dalam suasana akur rukun dan damai.

Beliau berdua mengenakan baju dinas favorite.Pak Harto mengenakan seragam militer dan bung  Karno mengenakan baju safari kepresidenan kesukaannya berwarna hitam.

Keduanya tampak dalam keadaan sehat, bugar, gembira dan seperti keluarga dekat saja. akrab dan penuh ramah tamah Jauh dari gosip yang memberi kesan tak sedap tentang rivalitas mereka berdua selama ini. Suasananya dalam foto tulisan ini.

Setelah memberi salam , menyapa dan memperkenalkan diri, saya disuguhi kopi manis dan singkong rebus, kami bertiga -disaksikan para ajudan masing-masing berbusana dalam pewayangan- terlibat pembicaraan hangat, terutama menyangkut Politik, Hukum dan Keamanan Ibu Pertiwi..

Bung Karno mempersilahkan saya duduk di kursi tamu terbuat dari rotan beralaskan semacam bantal tipis yang empuk. Tanpa ba bi bu, beliau,duluan menyapa, "apa kabar Ibu Pertiwi kita?"...

"Secara keseluruhan baik-baik saja dan kondisi kemanan dan ketertiban dalam situasi normal terkendali, bapak..".

"Apa persoalan yang paling hangat dalam setahun terakhir?", tanya bung Karno.

"Persoalan yang paling parah adalah persoalan pemberantasan Korupsi, Banyak yang gerah pada KPK. Selain itu penegakan hukum juga belum lancar terlaksana. Lalu disiplin aparatur negara juga belum mantap,  Konspirasi mafia dalam ekonomi, moneter, perdagangan sampai mafia peradilan rasanya semakin mencengangkan..." seraya melanjutkan  "Oh Ada masalah satu lagi, kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan semakin menjadi-jadi," jawab saya sambil minta izin minum kopi yang masih panas..

Beliau berdua mengangguk-anggukan kepalanya dan memandang saya dengan sorot mata kesedihan. Saya langsung menyodorkan pertanyaan,

"Bagaimana  pandangan bapak tentang masalah yang saya sebut di atas?. Apa bentuk jalan keluar dan solusi penanganannya jika bapak masih menjabat sebagai Presdien RI dalam menangani beberapa masalah tersebut?".

Soeharto sedari tadi menikmati cerutunya memandang ke bung Karno tanda meminta izin menjawab. Bung Karno menganggukkan kepalanya tanda mempersilahkan. Pak Harto sambil tersenyum, menyampaikan buah pikirannya dalam bahasa yang santai dan kekeluargaan.

"Begini ya,... saya pikir masalah korupsi itu sebetulnya mudah sekali mencari solusinya. Bayangin saja, berapa banyak sudah tersangka korupsi yang ditangkap dan apakah mereka malu ketika ditangkap?" Sambil menunjuk ke saya, beliau balik bertanya.

"Tidak, malah saya lihat banyak yang senyum senyum.." jawab saya tangkas.

"Tidak ada yang malu rasanya to? Maka dari itu daripada ruang tahanan sesak dipenuhi oleh mereka-mereka yang justru tidak malu maka pada penyidik harap memaksa mereka mengenakan (pakai -red) baju tahanan yang benar. jangan asal pake. Tulisken di sana tersangka korupsi. Kita terlalu khawatir dengan sankaan pelanggaran HAM padahal apa yang dilakuken di negeri demokratis manapun dipenjuru dunia penanganannya tegas. Jadi dari situ awalnya agar mendapat semacam apa namanya.. hmmm , shock terapphy begitu. Dari situ kewibawaan penyidik dan lembaga KPK berawal...Lalu kenakan hukuman berat sesuai dengan aturan dalam pasal anti Korupsi. Jangan ada pembelaan yang meringanken.. Itu saja sudah baghusss keliatannya.. hayooo... benar tidak?"  balik bertanya di akhir penjelasannya.

Saya yang terpesona hanya bisa manggut-manggut sambil nyabut jenggot... Mungkin grogi kali ya?

Beliau melanjutkan lagi semacam wejangannya. “Uang korupsinya dikumpul semua jangan ada yang tercecer... Semua harta disitia negara dan pada akhirnya dijadikan milik negara. kan lumayan buat menambah devisa negara to, mudah sekali sebetulnya...Berapa terkumpul, 1 triliun, 2 triliun atau lebih, gunakan untuk membangun pabrik, jangan buat pelesiran kesana kemari seperti siapa itu, hayooooo. hehehehhe... sambil tersenyum menggoda saya.?"... beliau menunjuk ke arah saya , berkelakar....

Beliau terdiam sejenak, lalu ,  lalu menambahkan..."Yang membuat hati saya miris justru adalah, gugurnya secara sia-sia satu-persatu prajurit-prajurit dalam kondisi tanpa perang.. Mereka gugur oleh kecerobohan manajemen sendiri, bukan karena perang yang menjadi resiko mereka menjadi prajurit negara"...

Lalu saya bertanya "apa pesan bapak dalam hal ini?"

Beliau langsung respek menjawab ......" Aparatur Negara, agar menyediakan anggaran belanja untuk sistem pertahanan ditingkatkan dan di skala prioritaskan dalam APBN. Ini harus segera diprioritaskan. Bila perlu mengecilkan anggaran untuk sistem remunerasi di kementrian keuangan dan lain-lain gaji mereka saya dengar sudah besar-besar dan ini tidak memberi manfaat apapun dalam meningkatkan pelayanan publik dan disiplin aparatur negara, he..he...he..."..Akhirnya beliau berhenti juga memberi penjelasan setelah bung Karno mulai menghembuskan cerutu ke sampingnya.

Bung Karno yang dari tadi mengikuti pembicaraan sambil menggoyang-goyangkan duduknya di kursi goyang  menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan Soeharto.

Saya lalu bertanya kepada bung Karno, tentang mulai lemahnya disiplin dan jati diri bangsa Indonesia. Selain itu juga bertanya tentang peluang pidahnya ibukota negara ke tempat lain akibat kemacetan kota Jakarta semakin parah, apa pandangan beliau. (maaf saya tidak tanya kota rekan-rekan  pembaca lainnya karena  kuatir habis waktu dan nambah panjang halaman ini..he..he..he..he)..

"Begini ananda... Saya Bung Karno,  pada tanggal 1 Juni 1945 saya telah mengumandangkan sebagai hari lahirnya Pancasila, menggantikan istilah Panca Dharma.. Pancasila itu bukan mukjizat atau keramat, tapi adalah dasar pedoman negara dalam merangkai dan membentuk berbagai produk hukum negara  harus berlandaskan Pancasila"...

Beliau melanjutkan sambil membenari duduknya lebih tegak..."Kemungkinan telah lunturnya nilai-nilai dan Norma Pancasila -yang sebagian orang mungkin telah meragukannya- itu berdampak terhadap pembentukan karakter bangsa, dari bangsa yang berjiwa patriotis, menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan dan memberi contoh teladan, sebagian aparatur negara menjadi jiwa-jiwa yang melankolis, keropos, materalis dan primordialis sentris. Akibatnya, pembentukan kualitas SDM pun mengalami pergeseran-pergeseran fundamental.."..

"Buktinya bagaimana pa", saya memotong..

"Lihat saja yang menjadi aparatur Negara, yang menjadi Menteri, Dirjen dan penguasa-penguasa di tingkat Legislatif dan Yudikatif bahkan sebagaian besar eksekutif, sekarang ini mungkin lebih menonjolkan keunggulan lobi ketimbang profesionalisme dan skill. Akibatnya, penempatkan orang yang tidak pada tempatnya menimbulkan permasalahan-permasalahan yang baru lagi seperti sekarang ini penempatan beberapa menteri saya dengar sepreti itu. Apa betul?"...

"Saya kurang paham kalau soal kabinet pak, karena pak Jokowi lah yang lebih tahu tentang kabinetnya. Jadi.. apakah menurut bapak itu sebab yang paling mendasar?"...

"Ohhhh tentu sekali anak muda... Pejabat negara kabarnya diangkat dan diberi kedudukan bukan karena kapasitasnya, melainkan karena lobi partai politik, kedekatan, KKN, kemampuan orasi hebat tapi sebetulnya nihil atau dangkal intuisi. Merasa banyak tahu padahal tidak tahu.. Menutupi ketidak tahuannya dengan berorasi tinggi dan memakai rangkaian kata dan isitilah-istilah yang susah dicerna dengan akal sehat seketika oleh sebagian bangsa kita," katanya berapi api, mirip saat berpidato menggelegar saat mengumumkan perintah Trikora merebut Irian Barat...

Lalu saya mengaitkan ke Jamannya pak Hato... "Mohon maaf, ketika bapak jadi presiden, bukankah KKN itu telah mulai ada dan marak terjadi"...  Pak Harto cukup cemat dan bijaksana menerima pertanyaan ini..(saya sempat kuatir juga, salah-salah bertanya bisa gawat, nati he..he... Syukurlah, ternyata jawabannya arif dan bijaksana sesuai dengan nafas Pancasila..)

"Sampeyan jangan lupa,.... di Negeri manapun KKN pasti ada, hanya takarannya saja berbeda. Kenapa takaran di Negeri kita  ini kadarnya tinggi, karena orang-orang di sekeliling saya  (saat itu) sering membisikkan sesuatu kepada saya terus menerus dan intensitas tinggi. Padahal saya mendapat informasi-informasi yang kurang tepat.. Bayangkan saja, ketika saya akan berkunjung ke suatu daerah, malam-malam orang-orang di daerah yang akan saya kunjungi bekerja hanya untuk nambal lubang jalanan yang akan saya lalui besok, Rumah di cat, pagar dirapikan agar lokasi tersebut terkesan bersih, mulus dan rapi,,, Saya pikir otomatis saja, berarti pembangunan jalan (di situ)  telah sukses berjalan dengan baik...Ternyata saya balik ehhhh jelek lagi Lah.. ini ken artinya saya dibohongi," bener gak nikh, hehehehhee......

"Kapan bapak sadar (tahunya) ternyata dibohongi?".

"Setelah saya lengser tentunya, karena kalau saya masih jadi presiden sistem protokoler yang ketat tidak memberi saya ruang yang bebas untuk melakukan perjalanan sendiri dan rahasia ke daerah-daerah untuk blusukan dengan alasan demi kemanan presiden.Ajudan sering bilang ke saya informasi dari intelijen kondisi berbahaya, tidak kondusif dan apa itu, ya tidak aman lah begitu..."

Pak Harto yang memang tak kalah jagoan pidato memang terlihat kebiasaannya berpidato. Setelah menyambung lagi cerutu barunya beliau melanjutkan penjelasannya.

"Setelah saya lengser saya baru melihat dengan kepala dan mata sendiri, ternyata pembangunan tidak merata dan KKN tumbuh di mana-mana. Saya tentu menyesal dan bertanggung jawab dengan kondisi ini sebagai buah dari kepemimpinan saya, dimana  saya percayai 100% kepada para penasihat saya saat itu"

"Siapa saja kira-kira pak satu atau dua orang saja msialnya.." desak saya meminta disebutkan oknumnya....

"Ya tidak etis lah.. yang lalu biarlah berlalu... kan begitu ya. hehehehhee"  jawab beliau tanpa beban dan tidak menjawab desakan saya.

"Baik pa... Terus yang terakhir.. kota Jakarta semakin parah macetnya, apakah bapak setuju ibukota Negara ini dipindahkan saja..???..

Bung Karno yang dari tadi cuma mendengarkan entah merasa tidak diperdulikan  tangkas menjawab.."Pindah ke mana??..ke Banda Aceh??..makin jauh donk urusannya dengan daerah lain,..ha..ha.ha.ha.ha..." jawabnya sambil bergurai kelihatannya nikh....

"Kalau ke Propinsi lain??... apakah bisa dipindahkan?"..

Bung Karno memberi penjelasan serius.. "Begini anak muda.. berdasarakan beberapa lembaran Negara sebagai berikut, baca baik-baik, ya...", sambil meminta ajudan beliau mendekat lalu entah sudah disiapkan atau memang nguping tema pembicaraan dari tadi lalu salah satunya menyerahkan ke saya copian dan dokumen-dokumen tesebut ke bung Karno. Saya melihat beberapa  kopian lembaran negara dalam sebuah map yang sedang dibolak balik melihat posisi lembaran yang ingin diperlihatkan ke saya.

Tak lama ia menemukan posisi arsipnya. Lantas ia memperlihatkan beberapa Lembaran Negara sebagai berikut :

  1. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964 Tanggal 31 Agustus 1964
  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125.
  4. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).
  5. 5 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
  6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Beliau lalu melanjutkan ....." Berdasarkan semua itu, Ibu kota Negara, secara yuridis empiris, tidak bisa dipindahkan, kecuali ada undang-undang pengganti yang disepakati DPR dan mendapat pengesahan Presiden. Tetapi,apakah mungkin mendapat suara bulat DPR ketika RUU dirancang seperti gagasan saya memindahkan ibu kita ke Palangkaraya (Kalimanan saat saya presiden RI dahulu? Tentu akan terjadi konflik kepentingan berbagai pihak serta merta akan menyita waktu dan tenaga berdebat. Perdebatannya bisa saja akan melebihi perdebatan sengit dalam memutuskan perkara baill out Bank Century. yang akhirnya juga gak jelas juntrungannya sampai kini, kan?"...

Saya terus mencecar pendalamannya ..  "Lalu secara de fakto, baigaimana, pak?". Beliau menyuruh pak Harto menjawab..

"Secara defakto bisa-bisa saja.. Buktinya, ibukota pernah pindah ke Yogya pada serangan umum 11 Maret.  Kemudian Pemerintah Darurat RI (PDRI) pindah ke Bukit Tinggi tahun 1949 juga pernah berkantor di Aceh (Kutaraja). jadi bisa saja donk ya? Kalau  di  Luar Negeri  juga ada perpindahan ibukota karena hal daruratm seperti: saat Perang Dunia ke-2, Ratu Helmina di Negeri Belanda dan DPR pernah dipindahkan ke London untuk sementara... Myanmar juga sudah pindah ibu kota kan? Amerika Serikat juga penrah ibukotanya dipindahkan dari New York ke Washington DC..Jadi bisa saja, asal terlaksana proses Yuridis sebagaimana telah disebut tadi"...

Tanpa terasa, pertemuan itu telah menambah pengetahuan saya mengenai beberapa isu krusial di negara ini.. dan saya melihat beliau memanggil ajudan untuk memberi copian/salinan dokumen-dokumen tadi..

Akhirnya saya mengucapkan terimakasih banyak atas "undangan" ini. Beliau berdua bediri mengantarkan saya ke depan pintu ruang tamu di mana kereta kencana siap membawa saya pulang kembali ke tanah air...

Sebelum berpisah, bung Karno titip pesan "Tolong ingatkan dengan cara apapun kepada siapapun, Jangan lukai hati Ibu Pertiwi ya, anak muda?"... sambil menepuk pundak  saya seperti Donald Tump menempuk pundak Setya Novanto pada saat menghadiri kampanye tuan DT beberapa waktu lalu..

Sejenak saya berpikir, apa tidak salah alamat nikh saya mendapat mandat seperti itu, padahal saya hanya bisa menulis di blog saja. Saya bukan wartawan, bukan anggota dewan apalagi Menteri, heehehehe.. Untunglah ketawa saya tidak dirasakan oleh keduanya, jadi saya bersiap-siap ingin segera pamit..

Ketika bersamalam dengan pak Harto, saya disapa erat  selamat jalan, dan menyampaikan salam buat seluruh Rakyat Indonesia, semoga bisa bangkit kembali dan maju....

"E,eee,ehh ada yang terlupa, " tiba tiba pak Harto memanggil dan mendekati saya, beliau berbisik ke telinga saya.   "Jangan lupa ya, Hati hati dengan tetangga kita, tanah kita dicaplok sedikit demi sedikit mosok gak ada yang tau.?". Untung saja tidak bikin bung Karno jadi tanda tanya.. ..

Saya manggut-manggut, "Baik bapak..."

Sepasang kuda di kereta kencana mulai menggerakkan tbuhnya ke kiri dan ke kanan pertanda mirip mobil masuk gigi lalu tancap gas. Saya pun melambaikan tangan pulang kembali diantar petugas kereta kencana yang tak diketahui jati dirinya karena membelakangi saya. Sialnya lupa nanya namanya apalagi nomer HP nya, hehehehhee

Ketika sampai di rumah, isteri saya menyapa lembut seperti biasanya menyejukkan....." bang... kopinya diminum, udah dingin tuh..... anak-anak ngajak jalan-jalan mau makan lontong," katanya (Saya kira mau minta makan Pizza, rupanya lontong. Lumayan juga mereka mencintai makanan tradisional pikir saya, hehehehhe).

Semoga ilustrasi ini membuat kita mendapat sesuatu yang bermanfaat meski banyak yang menilai kesan tak sedap pada mereka berdua. Setidaknya kita "Jangan Melupakan Sejarah.."

Salam Kompasiana

abanggeutanyo

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun