Di dalam UU Sistem Perbukuan, terdapat pertimbangan bahwa diperlukannya pengaturan sistem perbukuan yang sistematis, menyeluruh, dan terpadu, guna menjamin tersedianya buku bermutu, murah, dan merata (3M).Â
Sesuai dengan Pasal 1 No. 23, Undang-Undang No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (Indonesia), bahwa "Buku Bermutu adalah Buku yang memenuhi standar mutu yang mencakup isi, penyajian, desain, dan grafika."
Agaknya sudah menjadi hal yang diketahui oleh khalayak umum kalau Indonesia masuk ke dalam negara dengan tingkat literasi yang rendah.Â
Sebagaimana pada hasil survei yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) oleh Program for International Student Assessment (PISA) pada 2019, Indonesia berada pada peringkat ke-62 dari 70 negara, atau bisa disebut sebagai 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.Â
Bersumber dari stigma masyarakat yang terus disebut sebagai masyarakat dengan minat baca rendah, secara otomatis muncul klaim bangsa dengan minat bacanya rendah, maka rendah pula indeks literasinya. Hal inilah yang membuat Indonesia memiliki indeks sumber daya manusia (SDM) yang rendah.Â
Maka, dari sini peran negara sangat dibutuhkan sebagaimana disebutkan dalam undang-undang bahwa "Pemerintah Pusat bertanggung jawab: meningkatkan minat membaca dan menulis melalui pengadaan Naskah Buku yang bermutu", Pasal 36, Huruf c Undang-Undang No.3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (Indonesia).
Jika pemerintah berhasil meningkatkan minat baca di Indonesia, maka Indonesia bisa mengalami peningkatan dalam daya saing, indeks pembangunan SDM-nya, kemajuan inovasi, hingga indeks kebahagiaan warga Indonesia itu sendiri.Â
Namun, tidak sampai disitu, pemerintah juga harus menyusun, meningkatkan, dan memfasilitasi pengembangan buku bermutu sesuai dengan standar pada Undang-Undang No.3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (Indonesia).
Jika minat baca tinggi namun yang dibaca masyarakat adalah buku tidak bermutu, maka sama saja tidak terjadi peningkatan pada tingkat literasi Indonesia. Padahal, di era post-modern seperti ini, literasi termasuk sebagai kemampuan dasar bertahan hidup.Â
Literasi sendiri merupakan bagian dari kemampuan membaca, menulis, dan berpikir kritis terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan. Kenyataannya, di masa kini telah banyak orang yang berpendidikan tinggi, namun hanya sebagian yang memiliki kemampuan literasi.
Tren penjualan buku saat ini hanya memenuhi tuntutan literasi yang sekedar membaca, bukan sebuah buku yang mengajak pembaca untuk berpikir kritis hingga menghasilkan sebuah buah pikir yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan.Â