Mohon tunggu...
Sya'rani Rahim
Sya'rani Rahim Mohon Tunggu... -

Seorang Guru Swasta di MI Miftahul Ulum Batang Batang Sumenep

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sulitnya Mengadakan Perpus di Madrasah Swasta

14 Mei 2013   09:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:36 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sulitnya mengadakan Perpus di Madrasah Swasta

Perpustakaan adalah sebuah sarana madrasah yang tidak kalah pentingnya dengan kurikulum. Sebab perpustakaan merupakan pengembangan dari pendidikan itu sendiri. Kehadirannya di sebuah lembaga menandakan satu tingkat bukti sebuah kemajuan. Betapa tidak, perpus merupakan sarana pengembangan minat baca pada seluruh siswa pada setiap lembaga. Dari sarana ini para siswa bisa menemukan pengalaman-pengaman baru sebagai pengembangan dan pemantapan dari apa yang telah dipelajari di kelas. Perpus yang menyediakan segala kebutuhan para siswa, akan membuat para siswa dapat membuka cakrawala berpikirnya lebih luas lagi.

Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah madrasah yang mengelola pendidkan bagi para siswa tingkat dasar. Umurnyasudah cukup dewasa. Berdiri sejak tahun 01 Januari 1962 di Desa Batang Batang Daya Kecamatan Batang Batang Kabupaten Sumenep. Lima puluh satu tahun adalah waktu yang tidak sebentar. Sudah empat puluh angkatan menjadi alumni yang melanjutkan ke berbagai daerah. Walaupun juga banyak yang lebih memilih melanjutkan pada tingkat Tsanawiyah dan aliyah yang ada di yayasan itu sendiri.Akan tetapi kesenjaan umurnya bukan menandakan sebuah kemanjuan yang dapat memuaskan. Sebab sampai detik ini lembaga yang sudah berumur lebih setengah abat ini masih belum mempunyai perpustakaan permanin beserta pegawainya. Mungkin para guru yang sudah lama menjadi pegawai lembaga negri atau swasta kota akan menganggap hal ini adalah sesuatu yang sangat lucu.Sebab tanpa hitungan puluhan tahun lembaga mereka sudah dengan mudah memiliki perpus permanin.

Lembaga swasta yang berdiri di pelosok desa sangat jauh jika dibandingkan dengan lembaga kota. Bahkan di kota kehadiran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak berpengaruh kepada kebijakan sekolah. Dalam pengertian walaupun sekolah atau madrasah mendapatkan bantuan dana BOS akan tetapi para siswa masih harus mengeluarkan biaya pendidikan walaupun dengan format berbeda (bukan lagi bernama SPP). Hal ini terjadi karena beberapa hal, antara lain: Satu para wali memiliki kesadaran tinggi pada betapa pentingnya sebuah pendidikan. Lalu mereka beranggapaan bahwa pendidikan mahal menjanjikan kwalitas yang tinggi pula. Sehingga walaupun wali murid desa yang pindah rumah ke kota tetap akan menerima kebiasaan di kota dengan biaya pendidikan tinggi. Akan tetapi di desa yang terjadi sebaliknya. Mereka para wali murid memiliki kesadaran yang sangat rendah. Mereka menginginkan pendidikan gratis tanpa memperhatikan kwalitas. Maka pendidikan yang paling digandrungi adalah pendidikan yang berlabel gratis. Sehingga semua lembaga di pelosok berlomba-lomba menekan biaya pendidikan seminimal mungkin tanpa memperhatikan kwalitas. Karena sebuah lembaga yang masih memungut biaya pendidikan akan mengalami kebangkrutan alias tidak diminati masyarakat. Dua mereka rata-rata memiliki pendidikan tinggi. Para wali murid di perkotaan umumnya sudah mengenyam pendidikan tinggi. Sementara di pedesaan pada umumnya tidak mengenyampendidikan tinggi. Kebanyakan mereka tidak pernah sekolah sehingga anggapannya terhadap pendidikan sangat rendah. Tiga para wali murid di perkotaan rata-rata berkehidupan yang mapan. Sementara income perkapita orang-orang desa rata-rata menengah ke bawah. Jangankan untuk biaya pedidikan, untuk biaya hidup saja mereka mengalami kesulitan. Sehingga madrasah atau sekolah gratis menjadi pilihan yang sangat menarik minat mereka. Bayangkan untuk makan seharian saja mereka harus memeras keringatmembanting tulang di bawah sengatan terik matahari bekerja sebagai buruh tani atau buruh bangunan. Itupun jika ada tender, jika tidak ada tender maka mereka harus libur. Jika ada uang belanja sisa kerja kemarin bisa mengambil simpanan. Akan tetapi jika simpanan itu sudah habis ya harus berhutang dulu.

Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum bukanlah madrasah yang tidak ingin menjadi sebuah madrasah yang maju. Para siswanya pandai dapat mendapatkan informasi yang banyak tentang ilmu pengetahuan untuk kebutuhan masa depan.Berdirinya sebuah perpustakaan merupakan dambaanpara praktisi pendidikan. Pada tahun 1988 ketika penulis baru saja menginjakkan kaki di bumi pendidikan al Miftah terlihat ada sebuah rak buku yang berisi beberapa buku perpus, Beberapa waktu berikutnya buku-buku itu lenyap tanpa bekas. Beberapa waktu kemudian muncul lagi perpus mini karena ada bantuan 150 buah buku perrpus dari departemen Agama (kementerian agama sekarang). Sebab bantuan itu MI Miftahul Ulum memiliki perpustakaan baru, akan tetapi karena jumlahnya tidak bertambah maka timbul kebosanan kepada siswa untuk membacanya sehingga akhirnya habis sama sekali. Sudah beberapa kali dirintis berdirinya perpustakaan MI tapi sampai saat ini tidak membuahkan hasil sesuai harapan.

Banyak sekali kendala yang melintanguntuk pengadaan perpus di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum Batang Batang. Sisi pendanaan merupakan sector terpenting untuk pengadaan sebuah perpustakaan. Sebab untuk mendirikan sebuah perpustakaan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Membangun sebuah ruangan 7m x 8m saja membutuhkan dana yang tidak sedikit. Belum lagipengadaan rak buku beserta pengadaan bukunya yang lengkap, akan menelan biaya banyak. Sementara dana BOS yang turun setiap tri wulan itu untuk mencukupi dana operasional saja harus ditekan sedemikian rupa. Rencana Anggaran Pengeluaran dan Belanja Madrasah harus ditekan seminimal mungkin untuk mengimbangi program yang lain. Maka dana bantuan dengan pengeluaran sesuai 8 Standart Nasional Pendidikan masih belum bisa memenuhi kebutuhan dana secara maksimal. Pemenuhan ke delapan standart nasional pendidikan selama ini masih memakai skala prioritas. Artinya memprioritaskan yang memang benar-benar harus diutamakan. Sehingga tidak mungkin menyisakan sebagian untuk kepentingan yang lain.

Selain dana faktor karyawan juga sangat mendukung. Sebab pegawai lembaga swasta tidak mendapatkan gaji atau honor yang sepadan. Mereka bekerja di lembaga bersasarkan pengabdian yang tulus tanpa mengharapkan imbalan. Walaupun jika ada dari madrasah sekedarnya tetap tidak ditolak. Tapi mereka tidak mengharapkannya. Maka untuk menambahkan tugas baru selain mengajar kepada para guru tidak mungkin. Sementara untuk mengangkat pegawai khusus perpustakaan harus menambah pengeluaran. Pada hal pustakawan adalah kunci utama kelanggengan sebuan perpustakaan madrasah. Karena merekalah yang bertanggung jawab atas administrasi dan sirkulasi buku. Tunjangan sertifikasi di lembaga negri benar-benar menjanjikan sebuah kesejahteraan yang sangat mapan. Sebab diukur dari gaji pokok mereka yang rata- rata tinggi. Sedangkan di lembaga swasta yang umumnya digaji oleh yayasan dengan standart kemampuan yayasan itu sendiri, maka tunjangan sertifikasi tidak begitu membuat mereka sejahtera. Walaupun sudah terangkat jauh lebih tinggi dari pendapatan sebelumnya.

Selanjutnya pembukuan atau pengadminisrasian oleh pustakawanjuga tidak kalah pentingnya. Sebab hal ini demi tercatanya sirkulasi barang dan buku yang masuk dan keluar dari perpustakaan. Juga berisi catatan peminjaman dan pengembalian buku.

Muncul tenggelamnya perpustakaan di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum Batang Batang selain dari yang telah disebut diatas juga disebabkan oleh satu permasalahan yang cukup urgen dengan selang waktu yang begitu lama. Penyebab utamanya adalah ruangan khusus untuk perpustakaan sampai detik ini masih belulm ada. Ruang perpus hanya memfungsikan ruang kelas yang tidak terpakai. Ketika Madrasah tsanawiyah masih masuk sore maka kelebihan ruang kelas selalu ada sebab ada ruang kelas yang bisa digunakan pagi dan sore. Akan tetapi setelah MTs masuk pagi dan ditambah lagi dengan gedung MA yang siswanya setiap tahun selalu bertambah ini yang menjadi penyebab ruang perpus menjadi timbul dan tenggelam. Alasannya apa bila ruang kebutuhan pada ruang kelas bertambah otomatis ruangperpus harus mengalah. Pada saat ruangan untuk sementara masih membangun maka kepengurusan perpus menjadi fakim. Pada saat fakim itu menjadi penyebab juga pada melemahnya kepengurusan perpus. Selanjutnya buku-bukunya akan ikut habis.

Pernah suatu ketika munsul gagasan untuk mendirikan sebuah perpustakan dengan mudal dasar Rp 500.000,00. Dengan uang sebesar itu dapat mengoleksi buku lebih dari 60 eksamplar. Dari uang sewaan setiap peminjaman di keumpulkan sehingga dapat membeli buku baru lagi. Tidak sampai satu tahun dari modal500.000 itu perpus dapat berkembang menjadi 150 exemplar. Saat itu perpus di taruh di ruangan kantor. Setelah pembangunan kantor baru selesai otomatis ruang perpus harus pindah karena ruang kantor yang lama akan direnofasi untuk ruang kelas MTs. Saat itu buku menjadi tidak terurus sampai habis sama sekali.

Madrasah ini walaupun tidak mempunyai perpus tapi bisa membidani lahirnya lembaga-lembaga baru. Jika MI berdiri pada tahun 1962 setelah berjalan 24 tahun berdiri Madrasah Tsanawiyah tepatnya pada tahun 1986. Setelah 19 tahun kemudian yaitu pada tahun 2005 berdirilah Madrasah Aliyah (MA). Pada tahun pelajaran 2012/2013 kemudian berdiri Raudlatul Athfal (RA). Kesemua lembaga ini berkumpul dalam satu lokasi. Andaikata ada satu perpus saja yang memfasilitsi empat lembaga yang ada maka minat baca para siswa dapat tersalurkan.

MI mempunyai siswa sebanyak 180, Madrasah Tsanawiyah mempunyai siswa sebanyak 440, MA mempunyai siswa sebanyak 265 dan siswa RA sebanyak 20 orang. Jumlah keseluruhan dari keempat jenjang pendidikan menjadgii 905. Dari sekian banyak jumlah siswa sampai saat ini masih belum mempunyai perpus permanin. Mereka akan merasa kesulitan dalam mengembangkan minat baca. Sebab sebagaimana diketahui kebanyakan dari orang-orang sukses karena rajin membaca buku.

Untuk mempunyai sebuah perpustakaan yang permanin Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum saat ini sangatlah sulit. Berhubung pendanaan madrasah sangat kecil. Untuk dibelanjakan sesuai juknis BOS. Sementara untuk memungut biaya pada para siswa sangatlah tidak mungkin. Letak lembaga ini di pedesaan,dimana desa lebih menghendaki madrasah yang gratis. Sementara di sekitar madrasah juga ada lembaga lain yang kebutuhannya akan dana tidak separah MI. Mereka sama-sama mendapatkan dana BOS dan sama-sama menyelenggarakan pendidikan gratis.

Mungkin uluran tangan-tangan dermawan yang bisa dengan cepat membangun ruangan perpustakaan khusus. Baik itu dari instansi pemerintah, lembaga swasta ataupun pribadi. Semoga uluran tangannya itu akan banyak membantu dalam pengembangan minat baca dan keterampilan berfikir logis. Dengan uluran tangan tersebut akan mengangkis mereka dari keterpurukan berpikir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun