Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Logika Ustadz

31 Maret 2018   19:18 Diperbarui: 31 Maret 2018   19:36 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat khutbah jumat di sebuah masjid sekolah di Jakarta kemarin, ada logika yang menarik di bahas, logika dari retorika khatib Jumat. Ia memulai dengan data statistik umat Islam di Indonesia. Saat ini menurut statistik umat Islam sejumlah titik titik persen. Berkurang dari jaman dahulu yang mencapai titik titik persen. Berarti ada kenaikan jumlah penganut agama lain. Dia mengajak jamaah merasa prihatin. 

Lalu dia mengajak jamaah untuk memilih pemimpin dari umat Islam, yang seagama. Karena (secara tidak langsung ia mengatakan) dapat menambah jumlah umat Islam. Umat Islam harus berpolitik, untuk dapat memengaruhi keindonesiaan, begitu kira-kira motivasinya.

Saya tidak mengerti statistik dan cara membacanya. Tetapi angka populasi umat Islam yang berkurang kuantitasnya tidak bisa menyalahkan umat lain sebagai umat yang "sukses" dalam dakwah mereka. 

Ceramah jumat adalah ajang komunikasi pemuka agama dengan jamaahnya. Menurut saya para ustadz harus mempersiapkan materi khutbahnya dengan terstruktur, ilmiah, mengandung ajakan iman dan takwa, serta rasional. Jangan asal mengalir dan tidak logis. Terlalu berpanjang-panjang juga menjadi masalah, karena membuat jamaah tertidur. Cara menyampaikannya juga harusnya bisa lebih baik. Sebagai seorang yang sering public speaking, khatib mestinya paham seni berpidato. Intonasi, substansi, dan penampilan perlu dipersiapkan dengan cermat. Jangan hanya berfikir tentang materi ini penting dan penting dan harus disampaikan. Tanpa memahami psikologi jamaah. Konon Pimpinan Muhammadiyah yang bernama Pak AR Fakhruddin, jika ia tidak menjadi khatib jumat. Ia akan berjalan pada hari jumat itu, dan sholat jumat di tempat ia temukan masjid. Agar ia merasakan sebagai jamaah, dan menyerap inspirasi wong cilik. Apa sih sebenarnya yang dibutuhkan oleh spiritualitas umat saat itu. 

Di jaman sekarang ini, proteksi umat yang paling masuk akal adalah di keluarga. Di diri kita sendiri. Bukan di kuantitas dan kepemimpinan semata. Agar umat berdaya, mari perbaiki diri sendiri, keluarga sendiri, lalu baru bergerak ke kemasyarakatan. Perbaiki diri sendiri, dengan menebalkan spiritualitas, untuk diri, keluarga, dan masyarakat. Lalu bergerak ke masyarakat. Ini adalah kerja keras.

Umat Islam harus berpolitik, saya setuju. Politik harus dikuasai. Umat Islam mayoritas, maka pemain politik sekarang kebanyakan dari kaum muslimin. Mereka ada di berbagai partai, baik partai berbasis agama, berbasis nasionalis, ataupun abu-abu (nasionalis religius). Kondisi itu membuat suara umat Islam terpecah-pecah, ke berbagai partai yang berbeda-beda. Bahkan sesama partai berbendera Islam pun memiliki tujuan dan agenda aksi yang berbeda-beda. Akhirnya umat Islam tetap saja terpecah-pecah. Tidak ada figur yang mempesatukannya. Calon Presiden selanjutnya siapa, masih terus "digoreng" isunya. Umat terlena mendiskusikan Jokowi, Prabowo, AHY, TGB, atau siapapun, yang tidak ada hubungannya dengan periuk nasi di rumah. Tapi itulah yang diinginkan dan dinikmati oleh elit politik dan media massa di Indonesia.

Media massa dan media sosial punya angin masing-masing. Menyuarakan dukungan, kritikan, nyinyiran, sindiran, dan banyak hoaks. Akhirnya pertemanan di media sosial jadi terbelah gara-gara membicarakan capres 2019. Pdahal kalaupun terpilih, mereka tidak akan peduli pada kita, di lingkaran terjauh, hahahaha. Mereka yang di range terdekat-lah yang memperoleh keuntungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun