Mohon tunggu...
AANG JUMPUTRA
AANG JUMPUTRA Mohon Tunggu... Freelancer - Admin Social Media
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menyajikan konten yang cerdas, terupdate, dan terlengkap

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Ujian

2 Agustus 2019   08:35 Diperbarui: 2 Agustus 2019   08:59 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukiman Tarunasayoga (JC Tukiman Taruna)

Saat ini, -bahkan batas waktunya 5 Agustus 2019- BSNP sedang mengumpulkan masukan, usul, dan saran-saran dalam rangka menyusun  Prosedur Operasional Standar Ujian Nasional (POS-UN) 2020. Ada empat (4) butir masukan yang diharapkan dari khalayak, yaitu (a) Apakah Ujian Nasional (UN) masih diperlukan?; (b) Kalau UN masih diperlukan, apakah nilai UN harus menjadi syarat kelulusan atau tidak; (c)  kalau UN masih diperlukan, apakah ujiannya berupa UNBK (Ujian nasional berbasis komputer),saja, atau masih perlu juga UNKP (ujian nasional berbasis kertas dan pensil?; dan (d) bagaimana UN untuk pendidikan kesetaraan?

Mungkin masih banyak orang yang belum tahu bahwa berkaitan dengan UN segala sesuatunya dipikirkan oleh BSNP, sebuah lembaga mandiri yang harus melaksanakan tugasnya secara (i) berkala, (ii) menyeluruh, (iii) transparan, dan (iv) sistemik dalam rangka menilai pencapaian standar nasional pendidikan (lihat Pasal 58 ayat (2) UU Sisdiknas).   Jadi, POS-UN 2020 yang akan disusun seraya mengharapkan masukan itu tentu antara lain merupakan upaya untuk memenuhi tuntutan pasal 58 tersebut.

Pertanyaannya memang: Mengapa UN yang memikirkan BSNP? Salah satu butir Pasal 1 UU Sisdiknas menyebutkan bahwa "sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan  yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu "berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ..............." 

Maka ujian (sebut UN) harus mengacu pada pengembangan potensi peserta didik, dan karena itu harus ditangani dan diselenggarakan sebaik mungkin. Dalam hal ini BSNP-lah yang mendapat dan membawa tanggungjawab sesuai dengan tuntutan capaian standar nasional pendidikan.

Memang kata "ujian" atau "ujian nasional" tidak kita temukan dalam UU Sisdiknas. Pada pasal 57, 58, dan 59 yang disebutkan di sana kata "evaluasi;" namun bila kita cermati isi pasal-pasal itu, terkandung secara implisit tetapi jelas tentang ujian itu. 

Disebutkan di sana, evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntablitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Ujian, tentu saja juga ujian nasional adalah wujud pengendalian mutu pendidikan, apalagi langkah-langkah pengendaliannya itu bersifat nasional. Maka jadilah kosakata UN. 

Mengapa evaluasi bertransformasi menjadi UN? Karena evaluasi itu dilakukan tidak hanya untuk peserta didik, akan tetapi juga untuk lembaga dan program pendidikan. Evaluasi untuk peserta didik disebut ujian dan untuk lembaga maupun program pendidikan tetap disebut evaluasi.

Upaya penyusunan POS-UN 2020 yang telah dimulai pada Agustus 2019 ini membuktikan sekurangnya dua hal penting, yaitu (1) persiapan baik akan menghasilkan perbaikan yang berkualitas, dan (2) UN menjadi sesuatu yang penting dalam konteks untuk mengukur pencapaian standar nasional pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun