Petualangan audio saya selanjutnya adalah tentang Genre Pop. Hadirnya band bergenre Pop di era 2000 -- 2010an bagaikan hujan melodi yang turun deras di tanah diorama Indonesia. Kita bisa mendengarkan lantunan nada yang bertempo pelan, dengan lirik sedikit cengeng tetapi sangat sopan dan ramah di telinga itu lewat Media TV sebut saja MTV, Dahsyat, Inbox dsb.Â
Dan jangan lupa! Media radio masih menjadi tempat singgah mencurahkan isi hati yang suaranya diimajinasikan suasana cinta -- cintaan. Ya. Lagu di era itu seakan menjadi penanda teriakan jiwa bagi setiap kawula muda. Tak heran saat kita mendengar kembali lagu -lagu di era itu seakan menjadi nostalgia yang indah, bukan ?
Tetapi tampaknya itu hanya berlaku khusus band bergenre Pop saja sebab Genre lain yang langka di Pertelevisian seperti Genre Metal, Punk, Pop Punk dan Regee nyatanya terus mengalir di putaran zaman. Mereka tak mati -- mati.Â
Sebut saja Deadscuad, Burgerkill, Endank Soekamti, Superman is Dead, Stand Here Alone, Pee Wee Gaskin, Efek Rumah Kaca, The Sigit, dsb mereka justru mendobrak kemainstreaman dengan membuat dunia musiknya sendiri.
 Tak jarang kita temukan Gig yang menampilkan lagu -- lagu dari mereka. Vibesnya juga cool. Begitupun militansinya penggemar di genre itu yang konsistensi membuat ragam musik di Indonesia makin kaya warna dan kaya nada.Â
Unik. Khas. Meskipun sebagian orang menganggap earworm karena bising dan menjengkelkan. Tetapi Jangan debat tentang musik dengan para penggemar di genre itu karena militansinya setingkat di bawah Hooligan di sepakbola.
Kembali ke genre Pop. Tampaknya era Pop yang digaungkan oleh musisi bersenjatakan band memang hampir mendekati kepunahan. Hanya tersisa Band -- band besar saja itupun strategi tempurnya dengan meremake ulang lagu.Â
Sebut saja Noah, Dewa 19, Padi, Kangen Band, Ungu dsb. Asyik memang sound lebih powerfull tetapi terkadang yang asli sudah menghujam di ingatan sehingga bukan lagi tentang kenangan sebuah lagu tetapi murni audio sound belaka.
Apakah memang menulis lagu ada kaitannya dengan perasaan jiwa yang gandrung dengan cinta sehingga ketika mereka sudah melewati masa percintaan menciptakan lagu menjadi semakin susah ? Belum lagi menjamurnya musisi cover sehingga penulis lagu dan penyanyinya seakan diajak duel jumlah penonton. Maka menjadi masuk akal betapa susahnya menciptakan lagu dan betapa gampangnya menjadi penyanyi cover.Â
Musisi asli punya limit lagu sedangkan penyanyi cover tak terbatas untuk menyanyikan lagu maka di era internet ini penyanyi cover sedikit bisa bertahan di belantika musik. Bukan karena keahliannya tapi tidak terbatasnya limit. Apalagi ada kecenderungan akustik bermodal gitar menjadi primadona daripada full set musik.Â
Meskipun harus menerima hujatan dan kelacutan memang. Padahal lagu itu torehan sejarah. Apa yang bisa dibanggakan saat menjadi penyanyi cover ?