Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Waktunya Mengupgrade Cebong-Kampret

19 April 2019   20:32 Diperbarui: 19 April 2019   20:41 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dua sejoli lain pandang yakni Cebong dan Kampret perlu kita apresiasi sebab saya yakin dua-duanya sangat menginginkan kemajuan dan kebaikan Indonesia. Layaknya Madara dengan Hasyirama dalam serial Naruto, Dua pandang berbeda ini punya tujuan mulia namun harus bersebrangan.

Cebong dan kampret harus naik kelas serta mengambil jarak pada idolanya sebab karena idola mereka manusia biasa yang tentu bisa salah dan bisa benar maka benarnya idola mereka jangan sampai membuat taklid buta hingga lupa bahwa kebenaran juga ada kaitannya ruang, waktu dan tujuan.

Kebenaran pun tidak bisa dikotakan pada ruang ormas, partai, atau apapun ruang padatan lainnya yang sebab punya mobilisasi masa sehingga klaim kebenaran sepihak diakui tanpa pertimbangan kemanusiaan dan kebenaran yang sejati. Artinya kebenaran itu suatu hal diluar pakem pengkotakan ruang. Layaknya air samudera sedangkan hanya mengambil air satu tong saja sudah mengira itu seluruh samudera.

Baik cebong dan kampret harus keluar dari tatanan baku taklid butanya dan kembali ke jalan yang luhur yakni memperjuangkan nilai. Bicara benar walau rasanya pahit. Harus bisa bicara apa adanya. Ketika Jokowi baik dan benar maka kita harus mengakui ia benar dan baik, begitupun juga dengan Prabowo ketika ia bertindak baik dan benar maka kita harus mengakui ia benar dan baik. Sebaliknya, ketika Jokowi dan Prabowo salah maka kita harus bilang salah. Artinya kebenaran ada kaitannya ruang, waktu dan tujuan. Hanya orang bodoh yang menganggap Jokowi dan Prabowo 100% benar. Atau Jokowi dan Prabowo 100% salah.

Kita harus punya rasa besar hati dan akal yang jernih sehingga menyikapi suatu peristiwa itu pada apa yang terjadi bukan siapa yang melakukan itu. Kondisi apa yang terjadi membuat kita terbebas dari taklid buta sehingga mampu berfikir lebih adil dan rasional. Artinyayang kita perjuangkan adalah nilai suatu peristiwa. Bukan hegemoni tokoh atau ormas.

Tetapi sikap memperjuangkan nilai jelas membuat kita berbicara obyektif sedangkan bagi banyak orang yang dilihat adalah subyektif. Misalnya hari ini bicara bahwa Jokowi baik, esok hari menilai Jokowi jelek. Orang yang berfikir subyektif akan mengira kita ini plinplan dan tidak jelas sebab yang dilihat adalah sudut pandang subyektif. Atas dasar itu kita harus siap dibilang plinplan dan tidak jelas.

Jika kita mau memperjuangkan nilai dimana kita harus keluar dari sifat taklid buta dan cara pandang subyektif maka semoga saja kita mau untuk tidak lagi menyebut istilah cebong dan kampret. Bukan hanya karena dilarang oleh agama, penggunaan kata hinaan ini juga mencerminkan akhlak pribadi kita. Jangan sampai hal remeh macam kata ejekan ini malah nanti mempersulit kita di akherat. Waktunya kita memanggil manusia dengan sebutan yang baik. Memanusiakan manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun