Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengukur Kedalaman Pertanyaan "Agamamu Apa"

6 Februari 2019   08:24 Diperbarui: 6 Februari 2019   08:46 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selain urusan pernikahan dan tata cara ibadah keagamaan sepertinya pertanyaan "agamamu apa" perlu dihilangkan sebab malah bisa jadi sekat pemisah dan perusak keakraban. Mengapa ? Karena urusan agama hakikatnya tidak bisa dipadatkan hanya sebatas pengakuan belaka.

Jika kita berhenti pada pertanyaan "agamamu apa" seperti bertanya sekedar simbolis belaka, padahal agama terdiri dari akhlak-akhlak mulia yang luhur. 

Bahkan dalam hadits Rosululloh SAW menegaskan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak. Artinya beliau diutus untuk merubah perilaku yang buruk supaya menjadi berperilaku baik. Yang bohong jadi mau jujur, yang awalnya angkuh jadi rendah hati, yang awalnya apatis jadi lebih perduli dengan orang lain, yang awalnya pemarah menjadi penyabar dan contoh perubahan ke arah yang lebih baik lainnya.

Semestinya pertanyaannya bukan "agamamu apa" tetapi "apakah yang kamu lakukan sehingga kamu pantas beragama", "apakah anjuran agama sudah dilakukan" dan lain sebagainya. Pertanyaannya mengarah ke perilaku pembuktian. Pertanyaan ini pun harap ditanyakan bukan ke orang lain tetapi ke diri kita masing-masing. Dan inilah yang perlu kita gaungkan sebab masih banyak dari kita yang beragama hanya simbolik dan kebanggaan belaka.

Tetapi harap difahami lebih dalam lagi bahwa pertanyaan agamamu apa dan apa yang kamu lakukan adalah urusan sama Tuhan. Kita tidak berhak memaksa dan ikut campur kecuali hanya sekedar saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran yang wujudnya juga keindahan.

Logika simbolik ( Agama KTP ) hanya akan membuat kita berperilaku angkuh yang dungu sebab kebanggaan simbolik beragama tidak diimbangi dengan praktik dalam ia beragama. Dan ini yang berbahaya sebab standarnya bisa mengarah ke perilaku munafik. Semoga kita dijauhkan dari perilaku ini. Aamin ya Rabb.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun