Mohon tunggu...
A A istri Sintya Prathiwi
A A istri Sintya Prathiwi Mohon Tunggu... Administrasi - Pecinta Alam

Musik penyemangat hari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Alam Bagaikan Bola Kaca dalam Kehidupan Manusia

10 Desember 2022   20:20 Diperbarui: 10 Desember 2022   20:34 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak Agung Istri Sintya Prathiwi, Bali,Indonesia

Dalam kehidupan manusia terdapat beberapa jenis bola kaca,salah satunya adalah alam.  Dikutip dari buku Oh Su Hyang yang berjudul Bicara Itu Ada Seninya, dikatakan bahwa hidup ini ibarat lima buah bola yang melayang di udara. Terdapat empat bola kaca dan sebuah bola karet. Empat bola kaca yang dimaksud yaitu keluarga, kesehatan, teman, dan nyawa. Dan satu Bola Karet yang dinamakan pekerjaan. Tidak menutup kemungkinan jika alam merupakan salah satu bagian dari bola kaca dalam kehidupan ini. Mungkin akan muncul dibenak kalian mengapa alam itu dikatakan sebagai bola kaca dalam kehidupan manusia? Hal ini karena alam ibarat bola kaca yang tidak boleh tergores,retak, jatuh maupun sampai pecah. Jika alam itu tergores maupun retak akan meninggalkan parut, yang tidak akan bisa dipakai, dan bahkan mengakibatkan bencana bagi manusia, seperti halnya penebangan pohon secara liar yang merusak ekosistem, yang membuat pasokan oksigen menjadi berkurang.

Dan yang baru-baru ini terjadi beberapa bencana alam seperti halnya banjir yang menjadi peringatan dari alam untuk para manusia agar menjaga harmonisasi dengan alam, dengan tidak membuang sampah semarangan adalah satu contoh kecil menjaga kelestarian alam sekitar. Dalam menjaga harmonisasi dengan alam masyarakat di Bali memiliki beberapa tradisi unik yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.

Tradisi unik yang dilakukan masyarakat Bali sampai saat ini masih kental dilakukan pada saat mereka melakukan upacara keagamaan. Setiap enam bulan sekali masyarakat Bali akan melaksanakan perayaan Tumpek Wariga yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Wariga yang jatuh pada Sabtu, 10 Desember 2022. Tradisi tumpek wariga dilakukan oleh umat hindu setiap enam bulan sekali, ( 210 hari ). Tumpek wariga merupakan salah satu hari suci pemujaan kepada Dewa Sangkara atau Dewa penguasa kesuburan semua pepohonan dan tumbuhan.

Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut.

“Wariga, saniscara kliwon, ngaran tumpek panuduh, puja kreti ring sang hyang sangkara, apan sira amredyaken sarwa tumuwuh, kayu-kayu kunang”.

Ini artinya pada wuku Wariga, Sabtu Kliwon disebut Tumpek Panguduh, merupakan hari suci pemujaan Sang Hyang Sangkara, karena beliau adalah dewa penguasa kesuburan semua tumbuhan dan pepohonan.

Dalam pelaksanaan tradisi ini terdapat beberapa kaliamat atau lonataran kata-kata yang unik yang menjadi ciri khas tersendiri. Kalimat yang sering diucapkan pada perayaan ini “Dadong-dadong Tiang nak mapangarah, buin selae dina Galungan, Kaki dije? Kaki gelem. Gelem kenken? “ngeed jelih,,ngeed jelih,ngeed jelih”. Itu adalah lantunan kata-kata yang di ucapkan saat prosesi upacara itu berlangsung. Beberapa sesajen juga menjadi salah satu pelengkap dari upacara ini, salah satunya yaitu terdapat jenis ketupat yang bernama Tipat taluh yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat Bali saat prosesi ini berlangsung.

Tradisi Tumpek Wariga merupakan salah satu wujud pelaksanaan dari ajaran Tri Hita Karana, yang salah satunya harmonisasi anatar manusia dengan alam. Dengan pelaksanaan tradisi ini, maka para manusia dapat berterimakasih kepada alam karena telah memberikan kehidupan. Saat hubungan antara manusia dengan alam ini tidak harmonis, maka akan terjadi beberapa hal yang buruk. 

Salah satunya adanya bencana alam. Ini merupakan salah satu peringatan dari alam kepada umat manusia agar tetap menjaga alam dengan baik, saat manusia dapat menjaga keharmonisannya dengan alam, maka alam akan memberikan kita kesejahteraan dan kehidupan yang baik. Alam telah memberikan kita kehidupan hingga saat ini. Masyarakat di Bali meyakini bahwa dengan melaksanakan upacara ini maka mereka akan mendapatkan hasil pangan yang banyak dari tumbuh-tumbuhan untuk pembuatan sesajen hari raya Galungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun