Mohon tunggu...
Galih Satria H
Galih Satria H Mohon Tunggu... Belajar menulis

ASN milineal yang sangat mendambakan proses kerja terbuka terhadap fleksibilitas,kreatifitas,dan inovasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langkah Kita di Titik Senja

22 September 2025   14:43 Diperbarui: 22 September 2025   14:44 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh RENE RAUSCHENBERGER dari Pixabay

Dira menarik nafas dalam-dalam sambil menatap keluar jendela kamar kosnya. Hujan turun pelan, menciptakan ritme lembut di atas genting rumah. Kota kecil itu seolah ikut bernafas bersama dirinya, membawa campuran rasa lelah dan harapan.

Sejak pagi tadi, ia sibuk menyiapkan karya seni untuk pameran akhir semester. Tumpukan kanvas berwarna-warni berserakan di sudut ruangan, bersama cat dan kuas yang hampir habis. Dira memang punya mimpi besar: menjadi seniman yang karyanya bisa menginspirasi banyak orang. Namun, di balik itu semua, hidupnya tak pernah mudah.

Ibunya sakit dan harus dirawat di rumah. Sehari-hari, Dira membantu berjualan di warung kecil keluarganya, sambil berkuliah dan mengejar mimpi. Kadang ia merasa seperti berjalan di atas tali yang rapuh, di antara tanggung jawab dan keinginan pribadi.

Di tengah kesibukannya, Dira selalu menyempatkan diri untuk bertemu Arga---teman sekaligus kekasihnya. Arga adalah sosok pekerja keras, yang berjuang dengan caranya sendiri. Ia bekerja paruh waktu di toko buku kecil untuk menyambung hidup, sekaligus menulis novel yang sudah lama menjadi impian.

Hari itu, seperti biasa, mereka bertemu di kafe favorit mereka---tempat yang penuh aroma kopi dan suara tawa muda. Arga sudah menunggu di meja pojok, dengan secangkir kopi hitam dan senyum khasnya.

"Hujan jadi romantis, ya?" kata Arga sambil menyerahkan payung.

Dira tersenyum, menerima payung itu, dan duduk di seberangnya. "Romantis memang. Tapi aku juga takut kalau hujan bikin semuanya jadi berantakan."

Arga menatap mata Dira, penuh pengertian. "Kita juga kayak hujan, ya. Kadang deras, kadang pelan. Tapi selalu ada pelangi setelahnya."

Dira tertawa pelan, lalu berkata, "Aku lelah, Arga. Kadang aku ingin menyerah, tapi nggak bisa. Karena aku nggak mau membuat ibu kecewa."

Arga menggenggam tangan Dira, hangat. "Aku ngerti, Dir. Aku juga gitu. Nulis novel sambil kerja nggak gampang. Tapi aku percaya, perjuangan kita nggak sia-sia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun