Mohon tunggu...
Kuncoro Adi
Kuncoro Adi Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di semarang, tinggal di Jakarta. Penulis, editor buku dan pembicara publik. Tulisan tentang kerohanian, bisa di akses di blog pribadi http://kuncoroadi.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rieke Diah Pitaloka dan kekuatan Feminitas

12 November 2012   02:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:36 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertarungan pilgub/cawagub Jawa Barat kalau diibarat sebuah obyek foto, bisa dibidik dari berbagai angel. Pertarungan itu bisa dilihat sebagai pertarungan antara politisi professional melawan artis yang mencoba berkiprah di dunia politik. Bisa juga dilihat dari sudut pandang pertarungan antara birokrat dengan aktivis. Nah, untuk kali ini saya lebih senang melihatnya sebagai pergulatan antara Maskulinitas versus Feminitas!

Tentu pertarungan itu bukan sebuah duel, karena ada satu kontestan wanita (Rieke Diah Pitaloka) “dikeroyok” oleh 4 laki-laki “perkasa”!

Ditengah budaya berbagai suku di Indonesia yang menganut garis kebapakan (patrilineal) – kekecualian mungkin hanya di Sumatra Barat/minang yang Matrilineal, maka kemunculan Rieke jelas patut diapresiasi sebagai lompatan maju dalam berdemokrasi yang luar biasa.Saya menyebutnya sebagai lompatan dan bukan sekedar langkah, sebab dibutuhkan keberanian, keteguhan dan tekad yang kuat untuk memajukan calon perempuan ditengah cara pikir masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih tradisional, bahkan cenderung puritan dalam memandang realitas kehidupan.

Pertanyaan yang segera menggoda benak kitamenjadi begini, “Kalau pertarungan cagub/cawagub Jabar dilihat sebagai pertarungan Maskulinitas vs Feminitas, lalu kira-kira siapa yang akan memenangkannya ?”

Tentu sangat sulit menjawab pertanyaan di atas. Namun berdasar sudut pandang subyektif saya, Feminitas memiliki kans sangat besar untuk mengungguli Maskulinitas dalam pertarungan ini.

Ada beberapa alasan ilmiah, rasional serta emosional yang saya ingin uraikan tentang kekuatan tersembunyi Feminitas yang sebenarnya sulit ditandingi oleh maskulinitas.

Pertama, menurut pasangan penulis, Alan dan Barbara Pease, wanita (baca : Feminitas) memiliki keunggulan dibanding Laki-laki (Maskulinitas) dalam beberapa hal berikut ini :

(a) Jangkauan Sudut Pandang

Jika diukur dari hidung, maka wanita mempunyai jangkauan sudut pandang yang relatif lebih besar.Menurut penelitian, jangakauan sudut pandang wanita berkisar antara 45 derajat sampai dengan 180 derajat, diukur dari hidung kearah kanan kiri atas bawah.

Jadi kaum wanita, dengan jangkauan sudut pandang yang luas itu bisa melihat isi lemari tanpa menggerakkan kepalanya, hanya dengan modal plirak-plirik saja mereka bisa menemukan barang yang dicari.

Ini berbeda dengan kaum pria yang mempunyai sudut pandang yang relatif lebih kecil. Pria jika memandang sesuatu maka otak akan memproses pandangannya itu ibarat teropong bajak laut. Jauh dan lebih fokus, dan juga akan mencari KATA yang tertulis diotak tentang benda yang dicari atau ingin dilihat.

Dengan sudut pandang yang lebih luas kalau diimplementasikan dalam kepemimpinan, maka wanita sebenarnya memiliki perpektif yang lebih luas dan kaya dibanding pria. Ini jelas keunggulan alamiah yang bisa menjadi modal besar bagi seorang pemimpin wanita untuk sukses memimpin.

(b) Multitasking

Dari penelitian, pria cuma bisa melakukan satu hal pada suatu waktu. Semua penelitian yang ada menemukan bahwa otak pria lebih terspesialiasi, terbagi-bagi. Otak pria berkembang sedemikian sehingga mereka hanya dapat berkonsentrasi pada satu hal yang spesifik pada suatu saat, sehingga sering mereka berkata mereka bisa mengerjakan semuanya tapi satu-satu menyelesaikannya.

Sementara otak wanita punya konstruksi yang memungkinkan wanita melakukan  banyak hal sekaligus atau bahasa kerennya multitasking job.

Wanita bisa melakukan banyak hal yang sama sekali tidak berhubungan pada waktu bersamaan, dan otaknya tidak pernah putus, selalu aktif.

Dengang kemampuan multitaskingnya, maka wanita sebenarnya memiliki kans menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan lebih akurat dibanding laki-laki dengan waktu lerja yang sama.

Kedua, wanita lebih besar empatinya dibanding pria.

Wanita adalah mahkluk yang sangat berempati. Perasaan senasib sepenanggungan menjadi salah satu hal terpenting dalam kehidupan seorang wanita. Oleh sebab itu seorang wanita selalu punya tenggang rasa atau tepa slira terhadap perasaan orang ! Ini agak berbeda dengan pria yang umumnya sangat analitis sehingga terkesan kaku dan dingin dalam berelasi.

Menurut sementara ahli hal itu disebabkan karena Pria itu dilahirkan dengan pikiran yang logis analitis ( rasional) – ini terkait dengan IQ. Segala sesuatu harus masuk akal. Makanya mereka suka berdebat.

Sementara itu, wanita lebih kuat otak kanannya yang penuh empati dan keperdulian – Ini terkait dengan EQ.

Karena kuat otak kirinya pria menjadi sangat rasional. Sementara itu wanita yang kuat otak kanannya menjadi sangat emosional (baca : berempati).

Dengan demikian seorang pemimpin wanita lebih mungkin mengembangkan sebuah kepemimpinan yang dilandasi oleh empati (Empathetic Leadership) , untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya, karena secara naluriah ia sudah memiliki empati yang kuat atas nasib orang lain.

Ketiga, wanita ternyata “lebih kuat” dari laki-laki.

Jangan protes dulu ! Dalam hal fisik meang secara umum laki-laki pebih kuat dibanding wanita, namun secara psikis, para ahli meyakini wanita lebih kuat dibanding laki-laki. Ada 2 contoh yang saya ingin ajukan :

(a) Dalam hal menahan rasa sakit ternyata wanita jauh lebih kuat dari laki-laki.

Banyak penelitimenunjukan bahwa laki-laki tidak akan sanggup menahan rasa sakit akibat melahirkan. Oleh sebab itu Tuhan mendisain wanitalah yang bisa hamil dan melahirkan, karena dari sononya ambang batas daya tahan terhadap rasa sakit yang dimiliki wanita lebih kuat dari laki-laki.

(b) Dalam hal menahan rasa kesendirian

Laki-laki paruh baya yang ditinggal mati istri paling lama hanya bertahun setahun – bahkan kebanyakan hanya sebulan - sebelum akhirnya memutuskan kawin lagi. Semenera wanita yang ditinggal mati sang suami umumnya kuat bertahan menjanda sampai akhir hidupnya.

Nah, dengan daya tahan  psikologis yang lebih kuat, maka pemimpin wanita nampaknya punya peluang lebih baik untuk tetap tegar didera tekanan dan gencetan berbagai hal berkaitan dengan kepemimpinannya.

Keempat, wanita lebih memiliki nuansa spiritual dibanding laki-laki.

Coba Anda perhatikan, entah di kelompok pengajian atau di kebaktian gereja, wanita umumnya mendominasi kehadiran. Jumlahnya bisa separo lebh banyak dari kaum laki-laki. Hal ini tidak lepas dari kecenderungan wanita yang suka dengan hal-hal yang berbau relijius.

Penelitian terbaru menyebutkan perempuan ternyata lebih religius dalam berbagai cara dibandingkan laki-laki. Antara lain lebih sering berdoa dan lebih percaya kepada Tuhan.

Penemuan ini bukanlah suatu hal yang mengejutkan dan hanya menguatkan hasil penemuan-penemuan beberapa dekade sebelumnya. Meski demikian, angka terbaru tetap menarik dan memperjelas perbedaan yang ada.

Data terbaru yang dikumpulkan oleh Pew Research Center tahun 2007, tetapi baru dikeluarkan tahun lalu, menyatakan bahwa perempuan mempunyai hubungan dengan suatu kepercayaan sebesar 86 persen, sementara laki-laki 79 persen. Sebanyak 77 persen perempuan juga memiliki suatu kepercayaan penuh tersendiri akan adanya Tuhan atau malaikat, sedangkan pada laki-laki hanya 65 persen. Dalam hal praktik, 66 perempuan melakukan ibadah harian, sementara laki-laki hanya 49 persen.

Survei melibatkan lebih dari 3.500 responden dewasa di AS. Para peneliti Pew memperkirakan alasan perempuan lebih religius karena didorong tugas-tugas mereka menjadi seorang ibu. Hal ini, seperti mengasuh anak, membuat mereka berperilaku untuk tidak mengambil risiko.

George H Gallup, Jr, seorang peneliti dari Gallup Polling Organization, menuliskan, perbedaan perempuan dan pria dalam hal keyakinan telah terlihat secara konsisten dalam poling yang telah dilakukan dalam beberapa dekade selama ini. Survei yang dilakukan pada 2002 oleh Gallup bahkan menemukan bahwa perempuan cenderung menghabiskan waktu untuk membesarkan anak-anak mereka dan mendorong anak-anak pada tempat ibadah.” (sumber kompas.com 1 Maret 2009).

Dengan kecenderungan seperti itu maka seorang pemimpin wanita lebih mungkin mengembangkan sebuah spiritual leadership yang sejuk, mengayomi dan menjunjungtinggi nilai-nilai transcendental.

Nah, semua kekuatan feminitas di atas kalau digarap dengan baik dan dikemas dengan manis akan menjadi sebuah etalasepolitik yang sangat menguntungkan bagi Rieke Dyah Pitaloka untuk mampu menumbangan dominasi kaum laki-laki yang “mengeroyoknya” dalam perebutan Jabar 1.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun