Mohon tunggu...
Vera Hermawan
Vera Hermawan Mohon Tunggu... -

Berdampingan dengan sesama, alam semesta dan sang maha kuasa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Di Manakah Letak Kebahagiaan?

3 Maret 2013   22:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:23 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Fenomena munculnya Sang Motivator dalam kehidupan sosial di era kekinian merupakan sebuah keniscayaan, saat bangsa besar ini (INDONESIA) sedang dilanda penyakit kronis yang sangat begitu mematikan. Penyakit tersebut diantaranya, krisis kepercayaan diri bahkan paranoid akan miskin harta, akibat prilaku konsumtif mengikuti trend yang sepertinya menuju kesesatan.

Dampak dari penyakit tersebut seolah-olah menjadi angin surga bagi calon psikiater, hingga kampus yang mempunyai prodi Psikolog terlihat "Sexi" untuk di minati calon mahasiswa. Namun, tak bermaksud menyalahkan kita yang berminat untuk mendalami bidang ini, melainkan sebuah kontemplasi diri. Kenapa manusia jadi seperti ini?.

Pada hakikatnya manusia terdiri menjadi dua bagian, diantaranya berupa "Wujud" dan "Fisik", namun sebelum mendalami hal itu. Pertanyaannya, apakah gula itu manis? dan betulkah kopi itu pahit? lalu kenapa demikian?, hingga kita melupakansebab. Kenapa demikian dan selalu terjebak terhadap dampak.

Padahal proses diciptakan seorang manusia berupa "Wujud" hanya ingin mendapatkan kebahagiaan, lalu arti bahagia yang sesungguhnya itu seperti apa. Apakah berupa fisik yang dibanggakan, misalkan saat melihat mantan pacar, pada 5 tahun silam begitu indah dengan lekukan tubuh yang aduhai, tapi setelah acara reuni di gelar misalkan di sekolah, terlihat fisik sang mantan, kok sekarang jadi gemuk, hingga kita berpikir ulang untuk menjalin hubungan kembali atau ABG sekarang mengenalnya CLBK (Cinta lalu bersemi kembali).

Selain itu, fenomena kendaraan yang terus membanjiri pasar di tanah air, terkadang membuat silau penglihatan manusia saat penumpangnya turun dari mobil yang mewah. Namun, setelah beberapa bulan bahkan hitungan pekan muncul lagi produk terbaru mobil mewah, hasilnya mobil lama dilupakan. Setelah itu, manusia akhirnya lupa dan tak silau lagi dengan mobil lama.

Manusia dengan begitu mudahnya dikelabui hingga muncul sebuah kesimpulan. Lalu kebahagian itu bersifat relatif (betulkah???), bisa saja betul jika pendekatan manusia memandang hidup hanya mengandalkan "fisik" sehingga manusia akhirnya melupakan "wujud" yang tak mampu kita lihat, namun bisa juga kita merasakan. Tetapi dengan syarat, kita harus mengenal siapa diri kita yang sesungguhnya (MANUSIA). "Darimana kita berasal dan akan kemana akhir kehidupan kita pulang!!!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun