Mohon tunggu...
Aditya Salim
Aditya Salim Mohon Tunggu... Konsultan - Law enthusiast

Write to educate

Selanjutnya

Tutup

Politik

Selayang Pandang Tentang Kasus Basuki Tjahaja Purnama

10 Mei 2017   20:13 Diperbarui: 10 Mei 2017   20:26 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Yth saudara sekalian pengguna media sosial, mencermati komentar-komentar yang bermunculan sana sini mengenai putusan pengadilan terhadap Bapak Basuki Tjahaja Purnama, saya terpanggil untuk menuliskan beberapa hal, kebetulan latar belakang pendidikan saya adalah hukum. Semoga ini bisa mencerahkan.

(1). Saya adalah pendukung Bapak Basuki Tjahaja Purnama. Namun sejak kontestasi politik pemilihan kepala daerah DKI Jakarta dimulai, saya memilih untuk banyak diam dan tidak mengikuti dinamika-dinamika yang terjadi. Saya aktif hanya pada saat pencoblosan. Sikap ini saya ambil semata-mata karena saya tidak ingin ambil pusing, tidak ingin kehilangan independensi keilmuan saya, dan saya tidak mengkultuskan sosok manusia. Dukungan saya kepada Bapak Basuki Tjahaja Purnama murni karena penilaian saya atas kinerja beliau yang mungkin juga terbatas karena saya bukanlah pengamat pembangunan Jakarta secara mendetil. Pun ada kesukaan secara personal kepada sosok Bapak Basuki, itupun tidak membuat saya menempatkan supremasi hukum menjadi yang nomor 2.

(2). Saya juga tidak ingin mengomentari bagaimana jalannya proses persidangan Bapak Basuki Tjahaja Purnama. Saya sama sekali tidak mengikuti persidangan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.

(3). Akhir-akhir ini saya banyak melihat kalimat-kalimat di sosmed mengenai “ultra petita”. Hal ini sajalah yang ingin saya luruskan. 

(4). Yth saudara-saudaraku pengguna sosmed yang budiman, jalannya persidangan di Indonesia sudah ada aturan hukumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Peraturan Pelaksanaan dari KUHAP adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015. 

(5). Mengenai penjatuhan putusan oleh pengadilan diatur pada pasal 191 – 200 KUHAP, namun karena konteksnya disini adalah kasus Bapak Basuki, maka mari fokus ke pasal 193 KUHAP. Perlu saya sampaikan pula disini bahwa meskipun KUHAP telah hampir 50 kali diajukan uji materil, belum pernah ada uji materil yang menyinggung pasal 193 KUHAP, sehingga bunyi pasal itu masih seperti apa adanya dari sejak tahun 1981. 

Bunyi pasal 193 ayat (1) KUHAP adalah, “jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.” Dari pasal ini, hakim oleh Undang-Undang memang “diharuskan” untuk menjatuhkan putusan berdasarkan pada dakwaan dan tidak terbatas pada apa yang disebut oleh jaksa pada surat tuntutan. Dakwaan jaksa kepada ahok ada 2 pasal saudara-saudaraku. Jika kemudian putusan hakim berbeda dari apa yang dituntut, itu sama sekali bukanlah ultra petita.

(6). Ultra petita sendiri adalah sebuah adagium hukum yang secara singkat artinya adalah putusan hakim yang dijatuhkan melampaui apa yang dituduhkan dalam pokok perkara. Mengapa saya mengatakan putusan pada kasus Pak Basuki bukan ultra petita? Karena memang yang didakwa oleh jaksa adalah 2 pasal. Jaksa mendakwa a & b. Kalau kemudian pada surat tuntutan jaksa menuntut a itu adalah semata-mata analisis hukum dan keyakinan jaksa dari serangkaian proses pembuktian yang sudah terjadi. Bukan berarti hakim tidak boleh memutuskan b. Hakim memiliki keyakinan tersendiri berdasarkan proses pembuktian dan sangat diperbolehkan untuk menjatuhkan putusan b.

(7). Mengenai penahanan ahok setelah pengucapan putusan, mari kita cermati pasal-pasal ini:
a. Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP yang berbunyi, “Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu.”


b. Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang berbunyi, “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”


c. Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP yang berbunyi, “Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal: a.tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih …"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun