Di suatu hari yang sangat sibuk, ya, sangat sibuk menurutku. Karena pada hari itu ada banyak sekali tugas yang harus ku lakukan. Dari mulai menghafal Al Qur'an hingga jadwal piket asrama yang harus ku jalani tanpa mengganggu kegiatan yang lainnya. Tapi terlepas dari itu semua, aku mencoba tuk menunaikan kewajibanku dengan enjoy dan ikhlas, walaupun terasa berat.
Pagi hari dapat ku jalani dengan baik dan tak ada masalah yang berarti. Sehabis salat duhur, kami para santri digiring tuk segera kembali ke asrama. Asrama yang cukup kecil dan bangunan yang dibilang cukup sederhana. Dengan langkah malas, ku seret sandalku ke tempat pengambilan jatah makan siang. Siang itu lauknya tahu rawa sikut hasil racikan pondokku. Seperti biasa, ketika menu lauk makan bakso, aku hanya mengambil bakso tanpa nasi.
Sehabis aku makan bersama teman-temanku, kamipun beramai-ramai menghampiri kran di sebelah kamar mandi tuk mencuci piring. Piring sudah bersih dicuci, kami beranjak kembali ke kamar asrama. Di saat mau beranjak, tanpa sengaja aku melihat ke arah gerbang utama pondok. Disana tampak orang setengah gila berdiri sambil mengamuk-ngamuk. Di belakang orang gila itu ada teman yang sedang berjalan sambil mengendap-endap, "Eh!! Ngapai itu si Irsyad." Gumamku dalam hati. Â Seakan mendengar pertanyaanku tadi, ada salah satu temanku sambil tertawa dia berkata, "ha...ha....kurang kerjaan si Irsayd, uang orang gilamalah mau diambil."
Lantas akupun terkejut heran, terkejut mendengar omongan temanku tadi. Â Heran kenapa dia berniat mengambil uang orang gila, sudah diketahui bahwa orang gila itu agresif. Perlahan tapi pasti, dia terus mendekati uang tersebut. Dengan diam-diam dan satu persatu, para santri mulai melihat kearah teman yang satu itu. Penasaran apa yang akan terjadi.
Terus melangkah dalam diam, temanku ini terus berjalan tanpa melihat-lihat keadaan dan situasi di sekitarnya. Bahkan orang tadi sudah berhenti dari amukanya.
Merasa sudah puas, diapun menoleh ke belakang hendak mengambil barang-barangnya yang tertinggal tadi. Sekita pula dia melihat temanku yang sedang mengendap-ngendap hendak mengambil uangnya yang terjatuh tadi. Menyadari itu diapun berteriak kenang dalam bahasa sunda.
"Woy, jang!! Tong dicokot duitna, Duit Aing eta!" terdengar suaranya yang sangat kencang, hampir terdengar seluruh penghuni pondok. Mendengar teriakan  orang gila tadi, temanku langsung menoleh. Sambil tersenyum diapun menganggukkan kepalanya tanpa menyapa, lalu berdiri sambil menggoyangkan kedua tanganya ke depan dan belakang. Terlihat malu, diapun langsung lari ke dalam pondok tanpa berkata apapun ke orang tadi. Kami yang menyaksikan peristiwa tersebut sontak tertawa melihat kelakuan konyol temanku.