Mohon tunggu...
32_Putu Agus Merta Saputra
32_Putu Agus Merta Saputra Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Pendidikan Ganesha

Seorang mahasiswa fakultas olahraga dan kesehatan yang gemar dalam bela diri karate

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Konsep Harmoni dan Toleransi pada Nyepi di Bali

13 Maret 2024   15:22 Diperbarui: 13 Maret 2024   15:24 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bali, pulau eksotis yang terkenal dengan keindahan alamnya, juga dikenal sebagai rumah bagi kekayaan budaya yang luar biasa. Salah satu momen puncak dalam kultur Bali adalah perayaan Hari Raya Nyepi, yang menampilkan harmoni dan toleransi yang luar biasa di tengah masyarakat yang beragam.

Nyepi adalah hari raya Hindu Bali yang diperingati dengan hari diam total. Selama 24 jam, masyarakat Bali mempraktikkan Catur Brata Penyepian, yaitu empat kewajiban utama: amati geni (tidak membuat api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang). Selama Nyepi, seluruh aktivitas di pulau ini hampir berhenti total. Bandara ditutup, toko-toko tidak beroperasi, dan bahkan jalanan sepi dari kendaraan.

Yang menarik dari perayaan Nyepi adalah kultur harmoni yang tercipta di antara masyarakat Bali. Meskipun mayoritas penduduk Bali adalah Hindu, mereka hidup berdampingan dengan komunitas Muslim, Kristen, dan Budha. Nyepi bukan hanya menjadi momen penting bagi umat Hindu, tetapi juga menjadi waktu di mana toleransi dan rasa hormat terhadap perbedaan keyakinan sangat dijunjung tinggi.

Selama persiapan menjelang Nyepi, terlihat kerja sama yang erat antara semua komunitas. Masyarakat saling membantu membersihkan lingkungan dan melakukan persiapan untuk menjalankan tradisi masing-masing. Tidak terdengar suara musik atau perayaan yang mengganggu, menunjukkan tingkat pengertian dan kesadaran yang tinggi dari seluruh warga Bali, termasuk wisatawan yang berada di pulau tersebut.

Kultur harmoni ini juga tercermin dalam sikap saling menghormati antara umat beragama selama Nyepi. Meskipun umat Hindu menjalankan tradisi penyepian mereka, umat beragama lain di Bali menghormati dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Tidak ada gangguan atau kegiatan yang dapat mengganggu ketenangan yang dijunjung tinggi selama Nyepi.

Selain itu, setelah Hari Raya Nyepi usai, tradisi "Ngembak Geni" dilakukan, yang merupakan momen untuk bersilaturahmi dan memaafkan satu sama lain. Inilah yang membuat kultur harmoni dan toleransi di Bali semakin kuat. Tidak hanya perayaan yang dihargai, tetapi juga sikap saling menghormati, toleransi, dan perdamaian yang terjaga dengan baik di tengah-tengah keberagaman agama dan budaya.

Dalam konteks global yang sering kali diwarnai oleh konflik dan ketegangan antar kelompok berbeda, kisah Bali selama Hari Raya Nyepi menginspirasi banyak orang untuk menghargai perbedaan, menjunjung tinggi toleransi, dan membangun harmoni dalam masyarakat yang multikultural. Bali menjadi contoh nyata bahwa dengan sikap saling menghormati dan toleransi, keberagaman dapat menjadi kekuatan yang mempersatukan, bukan memecah belah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun