Di sebuah kota kecil yang jauh dari hiruk-pikuk metropolitan, lahir seorang anak perempuan bernama Sana. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana—tidak kaya, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sejak kecil, Sana dikenal sebagai anak yang tekun dan penuh semangat. Saat ini, ia duduk di kelas 12 di sebuah SMK dengan jurusan desain busana.
Setiap hari ia menjalani kehidupannya dengan penuh dedikasi, mengingat betapa besar perjuangan kedua orang tuanya untuk menyekolahkannya. Mereka menaruh harapan besar padanya, berharap ia bisa menjadi seseorang yang sukses dan membawa perubahan bagi keluarga.
Suatu hari, sekolahnya mengumumkan daftar siswa terbaik yang berhak mendapatkan kesempatan masuk ke universitas impian melalui jalur prestasi. Betapa terkejutnya Sana ketika mendapati namanya ada di daftar tersebut. Hatinya melompat kegirangan. Impiannya untuk melanjutkan studi di bidang busana semakin dekat menjadi kenyataan.
Dengan penuh semangat, Sana mengikuti sosialisasi pendaftaran. Ia belajar membuat akun dan melengkapi berkas seleksi dengan harapan besar. Hari-hari berlalu, dan akhirnya, tiba saat yang dinanti—pengumuman hasil seleksi universitas.
Dengan jantung berdebar, Sana membuka portal pengumuman. Namun, senyumnya perlahan memudar saat melihat kenyataan pahit di layar: "Maaf, Anda belum diterima." Seakan dunia runtuh seketika. Sana menangis sejadi-jadinya, merasa gagal dan tidak berguna. Lebih menyakitkan lagi, ketika melihat teman-temannya menerima ucapan selamat di media sosial, sementara dirinya hanya mendapatkan kata-kata penyemangat.
Ibunya yang melihat kesedihan putrinya mendekapnya erat dan berkata lembut, "Tidak apa-apa, Nak. Masih ada jalan lain. Ibu tetap bangga padamu."
Meski hatinya remuk, Sana berusaha bangkit. Ia mulai melamar pekerjaan ke sana kemari demi membantu perekonomian keluarga. Namun, berkali-kali ditolak. Keahliannya dalam desain busana akhirnya membuatnya membuka jasa permak pakaian kecil-kecilan. Meskipun penghasilannya tidak besar, ia tetap bersyukur dan bertahan.
Setahun berlalu, keinginan Sana untuk berkuliah belum juga padam. Ia mencoba kembali mengikuti seleksi berbasis komputer. Kali ini, harapannya lebih besar dari sebelumnya. Namun, takdir berkata lain—ia kembali gagal. Dua kali berturut-turut merasakan kekecewaan mendalam membuatnya berpikir, "Apakah hidupku hanya ditakdirkan untuk bekerja selamanya?"
Namun, hidup selalu punya kejutan. Di tengah kebingungannya, Sana mendapatkan pekerjaan di sebuah pabrik. Ia menerima takdirnya dan berusaha menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur. Hingga suatu hari, ia mendengar tentang program KIP Kuliah yang memberikan kesempatan bagi siswa kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan. Harapan yang sempat pudar mulai menyala kembali.
Dengan penuh semangat, Sana mengumpulkan berkas dan mendaftarkan diri. Waktu terasa berjalan begitu lambat saat ia menunggu hasilnya. Hingga akhirnya, kabar baik itu datang—ia diterima di sebuah universitas, meskipun jurusannya berbeda dari yang ia impikan.
Awalnya, ia ragu apakah bisa menjalani perkuliahan di bidang yang tidak ia rencanakan. Namun, ia memilih untuk beradaptasi dan terus belajar. Sana sadar bahwa impian bisa berubah, tetapi kerja keras dan ketekunan akan selalu membawa seseorang ke tempat yang tepat.