Kunci Tersembunyi di Balik Stabilitas Ekonomi Indonesia Jika Anda melihat nilai tukar rupiah di aplikasi, membeli kopi seharga Rp 15.000, atau mengambil kredit rumah, Anda tahu bahwa kebanksentralan adalah sistem kuat yang bekerja di balik layar.  Ini adalah rahasia dari kestabilan ekonomi Indonesia di tengah gejolak global.
 Kebanksentralan adalah kerangka kerja di mana Bank Indonesia (BI) memiliki otoritas penuh atas kebijakan moneter nasional.  Suku bunga acuan, pengaturan jumlah uang beredar, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan pengawasan sistem perbankan adalah empat pilar utama sistem BI.  Kebanksentralan mempercepat pengambilan keputusan dan integrasi, berbeda dengan negara dengan sistem federal atau desentralisasi.  Karena efektivitas sistem, Indonesia berhasil mempertahankan inflasi di 3,6% saat inflasi global mencapai 8-10% pada 2022-2023. Menurut data Bank for International Settlements (BIS), negara dengan sistem kebanksentralan yang kuat memiliki volatilitas ekonomi 40% lebih rendah dibandingkan dengan negara dengan sistem yang tersebar.
Kebanksentralan langsung terasa dalam kehidupan sehari-hari, jadi itu bukan konsep abstrak. Â Suku bunga deposito naik dari rata-rata 2,5% menjadi 5,8% saat BI menaikkan suku bunga dari 3,5% menjadi 6,25% selama 2022--2024. Sebaliknya, kebijakan stimulus dengan menurunkan suku bunga ke 3,5% selama pandemi COVID-19 membuat kredit KPR turun secara signifikan, mendorong sektor properti untuk tetap bergerak. Â Selain itu, sistem ini memastikan nilai tukar stabil. Pada tahun 2022, mata uang regional seperti won Korea dan ringgit Malaysia melemah hingga 15% terhadap USD, sementara rupiah hanya terkoreksi 2,8% karena intervensi BI di pasar valas. Predictability kebijakan moneter memungkinkan pelaku usaha untuk membuat perencanaan bisnis jangka panjang yang lebih akurat, sementara konsumen puas dengan inflasi yang terkendali dan daya beli yang relatif stabil.
 Masa Depan dan Strategi Memanfaatkan Kebanksentralan Di era digital, kebanksentralan menghadapi tantangan baru. Namun, BI terus berkembang, membangun Central Bank Digital Currency (CBDC), yang direncanakan dimulai pada tahun 2025--20266.  Dengan sistem pembayaran digital seperti QRIS yang diawasi ketat oleh BI, Indonesia akan menjadi pemimpin dalam pembayaran digital di ASEAN7 pada tahun 2024. Untuk memaksimalkan manfaat sistem kebanksentralan, investor dan pelaku usaha harus memahami siklus kebijakan moneter. Ketika BI menurunkan suku bunga, itu adalah saat yang tepat untuk ekspansi bisnis atau investasi dalam saham pertumbuhan, sedangkan ketika suku bunga meningkat, itu adalah saat yang tepat untuk beralih ke saham tetap atau perlindungan.  Sektor perbankan hijau juga menjadi perhatian baru, dengan target 30% kredit perbankan diberikan untuk proyek berkelanjutan pada tahun 20309.  Memahami kebijakan kebanksentralan penting bagi ekonom dan setiap orang yang ingin membuat keputusan finansial yang cerdas dan menguntungkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI