Mataram, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Ibnu Khaldun Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram kembali menunjukkan komitmennya terhadap penguatan wacana keislaman dan sosial dengan menggelar diskusi intelektual bertajuk "Al-Qur'an, Tradisi, dan Modernitas: Membaca Ulang Peran Wahyu dalam Advokasi Sosial." Acara ini berlangsung pada Rabu, 15 Oktober 2025, bertempat di ruang meeting Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram.
Diskusi ini menghadirkan M. Ziad Mustafid, Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis NTB sekaligus Wakil Ketua Senat Mahasiswa UIN Mataram, sebagai narasumber utama. Dalam pemaparannya, Ziad menegaskan bahwa wahyu ilahi tidak boleh hanya berhenti pada rutinitas pengajian atau halaqah semata, tetapi harus diinternalisasikan dan dikontekstualisasikan dengan realitas sosial kekinian. Wahyu harus dibaca dengan kesadaran historis dan sosial, agar ia tidak membeku menjadi teks mati. Ketika kita mampu menghubungkan pesan ilahi dengan realitas sosial hari ini, maka Al-Qur'an akan hidup dan membimbing gerakan sosial kita secara nyata," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya menggunakan hermeneutika Al-Qur'an sebagai metode pembacaan progresif untuk menggali makna-makna kontekstual yang relevan dengan tantangan zaman. Dengan pendekatan ini, Al-Qur'an tidak hanya menjadi kitab spiritual, tetapi juga menjadi motor penggerak perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. iskusi berlangsung hangat dan dinamis dengan partisipasi aktif dari kader-kader PMII yang mengajukan pertanyaan kritis terkait bagaimana Al-Qur'an dapat dijadikan landasan etik dan ideologis dalam perjuangan advokasi sosial di tengah modernitas yang kompleks.
Dalam closing statement-nya, Joy Andrian, Ketua PMII Rayon Ibnu Khaldun, menyampaikan bahwa diskusi ini merupakan langkah awal untuk menegaskan kembali peran kader PMII dalam menjadikan Al-Qur'an sebagai ruh perjuangan.
"Sahabat-sahabat PMII Rayon Ibnu Khaldun harus mampu memposisikan Al-Qur'an sebagai motor penggerak dalam kerja-kerja advokasi sosial. Ini bukan hanya soal kajian tafsir, tapi soal keberpihakan pada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang diusung oleh wahyu," tegasnya. Acara ini tidak hanya memperkaya wawasan keislaman para peserta, tetapi juga membuka ruang refleksi kritis tentang bagaimana wahyu dapat dijadikan basis gerakan sosial yang transformatif dan relevan di era modern.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI