Mohon tunggu...
Izatin Nisa
Izatin Nisa Mohon Tunggu... Sarjana Farmasi

Mahasiswi S1 farmasi yang hobby menulis, membagikan tips dan trik kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saat Napas Jadi Taruhan : Bahaya Polusi Bagi Kesehatan

30 Juni 2025   06:14 Diperbarui: 30 Juni 2025   00:55 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng

"Saat Napas Jadi Taruhan: Bahaya Polusi Udara bagi Kesehatan"

Beberapa bulan terakhir, kualitas udara di berbagai kota besar Indonesia makin memburuk. Jakarta, Tangerang, Bandung, hingga Surabaya beberapa kali masuk daftar kota dengan indeks kualitas udara terburuk di dunia. Fenomena ini bukan cuma soal langit mendung yang bukan karena hujan, tapi soal napas yang mulai menjadi taruhan hidup banyak orang.

Polusi udara bukan lagi masalah lingkungan semata. Ini sudah masuk ke ranah krisis kesehatan masyarakat. Data IQAir Mei 2025 menunjukkan bahwa kadar PM2.5 partikel polutan berukuran sangat kecil di udara Jakarta mencapai 80 g/m, jauh di atas ambang aman WHO sebesar 15 g/m. PM2.5 bisa masuk sampai ke dalam paru-paru dan pembuluh darah, menyebabkan gangguan jangka panjang.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, kunjungan pasien ke fasilitas kesehatan akibat ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) meningkat hingga 30% selama dua bulan terakhir. Anak-anak dan lansia adalah kelompok yang paling terdampak. Sistem imun mereka belum atau sudah tidak sekuat orang dewasa, sehingga paparan udara kotor bisa memicu batuk berkepanjangan, asma kambuh, bahkan pneumonia.

Polusi udara tidak hanya menyerang paru-paru. Studi terbaru dari The Lancet Planetary Health (2024) menemukan hubungan erat antara paparan polusi jangka panjang dengan meningkatnya risiko stroke, serangan jantung, hingga gangguan kognitif seperti demensia. Polutan yang dihirup terus-menerus bisa memicu peradangan sistemik, merusak pembuluh darah, dan memperburuk kondisi kronis seperti hipertensi dan diabetes.

Sayangnya, banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa udara yang mereka hirup setiap hari bisa lebih berbahaya daripada rokok. Sebuah riset dari BMKG dan BRIN tahun 2025 menyebutkan bahwa 80% polusi udara di wilayah perkotaan berasal dari transportasi dan pembakaran sampah. Ditambah lagi dengan minimnya ruang terbuka hijau dan vegetasi yang bisa menyaring udara.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

Untuk jangka pendek, gunakan masker yang memiliki filter PM2.5 saat beraktivitas di luar ruangan, terutama pada pagi hari ketika konsentrasi polutan lebih tinggi. Batasi aktivitas luar rumah saat indeks kualitas udara masuk kategori "tidak sehat". Bagi penderita asma atau penyakit paru, selalu siapkan inhaler atau obat rutin saat bepergian.

Untuk jangka panjang, dibutuhkan kolaborasi masyarakat dan pemerintah. Pengurangan kendaraan bermotor, penguatan transportasi publik, larangan pembakaran terbuka, serta peningkatan area hijau harus menjadi prioritas. Tanpa intervensi nyata, krisis udara ini bisa menjadi ancaman kesehatan nasional.

Napas seharusnya gratis dan menyehatkan. Tapi kini, udara bersih menjadi kemewahan yang sulit didapat. Jika kita terus diam, bukan tidak mungkin anak-anak kita nanti tumbuh dalam dunia di mana masker bukan perlindungan darurat, tapi bagian dari seragam harian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun