Coba kita lihat. Fantasi kemenangan sudah dirayakan dengan deklarasi dan sujud syukur. Hati juga sudah berbunga-bunga karena kehadiran persentase kemenangan, sekalipun angkanya berubah-ubah. Akan tetapi, celah kalah tidak pernah sanggup ditutupi serapat-rapatnya. Mengapa? Karena kemenangan itu berakar pada lubang fantasi yang menganga lebar.
Bisakah kita menerima kenyataan bernama kekalahan dengan lapang dada? Tidak semua pihak bisa menerima kekalahan. Pasti ada segelintir orang, baik di kubu Prabowo maupun Jokowi, yang sulit menerima kekalahan. Inilah titik tumpunya. Jadi, jangan recehkan perasaan orang yang kalah. Sedihnya minta ampun, sakitnya bukan main.
Dengan demikian, terlepas dari hasil permufakatan para Hakim MK, biarkan PA 212 menumpahkan fantasinya. Kalaupun nanti mereka tidak mampu menerima kekalahan, andai gugatan TKH Prabowo-Sandi ditolak, itu sesuatu yang fantastis. Mengapa? Sebab, agama punya "kurikulum ikhlas" yang dijabarkan lewat "bidang studi Tulus".
Singkat cerita, berikan ruang bagi PA 212 untuk berekspresi. Mau mereka sebut aksinya dengan bela agama, biarkanlah. Mau mereka sebut halalbihalal, biarkanlah. Biarkan mereka bahagia. [khrisna]