Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Penulisan Dengan

23 Januari 2019   13:53 Diperbarui: 15 April 2021   18:08 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber vektor: kisspng.com [Dokpri]

Apakah teori menulis itu penting? Jawabannya tergantung pada siapa yang menjawab. Bagi mereka yang tidak peduli pada teori, barangkali akan menyatakan tidak penting. Bagi mereka yang peduli, niscaya akan mengatakan penting.

Seorang dokter bedah mesti mengenali pisau-pisau yang akan ia gunakan tatkala mengoperasi pasiennya. Jika tidak, bisa-bisa berabe. Seorang tentara harus mengetahui aturan penggunaan pelor dan senjata. Kalau tidak, takut-takut nanti main sembarang todong atau asal tembak. 

Penulis juga begitu. Ia mesti mengenali "pisau" yang akan ia gunakan untuk membedah gagasannya atau mengetahui aturan "pelor dan senjata" agar tidak asal-asalan ketika 'menembakkan wacana'.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Sekadar contoh, penggunaan kata dengan. Tidak sedikit penulis yang gelagapan ketika hendak menggunakan kata dengan, malahan ada yang keliru sampai menyerupakannya dengan kata sama. Tidak percaya? Mari bertualang di tulisan ini.

Seperti kata penghubung yang lain, dengan memiliki fungsi dan makna sendiri. Ada fungsi dan makna yang dapat dipertukarkan dengan kata yang lain, ada pula yang tidak tergantikan. Kenyataannya, tidak sedikit di antara kita yang memperlakukan dengan sekehendak hati.

Bagi mereka yang termasuk dalam golongan yang "tidak sedikit" itu, sungguh berat menguraikan kaidah penggunaan dengan. Sering benar saya mendapat jawaban nyelekit seperti suka-suka gue atau semau gue. Bahkan, saya pernah mendengar jawaban yang bikin dongkol: terserah gue!

Kalau sudah begitu, saya percaya bahwa saya masih di Indonesia--negeri tempat (bukan di mana karena lokasinya jelas di Indonesia) bahasa pemersatu bangsa dilecehkan dan diremehkan justru oleh penuturnya sendiri. Jika sudah demikian, biasanya saya hanya berdecak-decak atau geleng-geleng kepala.

Sekarang, izinkan saya mengajak kalian untuk mendidis atau menyelisik sisik-melik penggunaan kata "dengan".

Tulisan Renyah dan Gurih

Sebagian di antara kita masih terbiasa menyamakan makna "dengan" dan "sama". Sebenarnya tidak ada masalah jika kita melakukannya dalam ragam cakapan, hanya  saja terkadang kebiasaan dalam dunia obrolan terbawa ke dalam alam tulisan.

Silakan tilik contoh kalimat ini: (1) Aku pergi sama dia. Pada contoh (1), kata "sama" digunakan secara sambalewa, serampangan, atau semau-maunya. Mestinya kita menyadari bahwa kelas kata "sama" adalah adjektiva, yaitu kata yang menjelaskan nomina (kata benda) atau pronomina (kata ganti). Maknanya adalah 'serupa keadaannya atau tidak berbeda' serta 'sebanding atau setara'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun