Mohon tunggu...
azzahraangguni
azzahraangguni Mohon Tunggu... Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mendalami dan Memahami Problematika Dakwah secara Kompleks", Klik untuk baca: https://www.kompasiana.com/regainaem0861/667935d2ed64152a4c71d052/mendalami-dan-memahami-problematika-dakwah-secara-kompleks?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile Kreator: Regaina Eka Martasari Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Hallo, saya Azzahra Angguni saya lebih suka menonton dan mendengar, tetapi saya sedang mencoba hal baru untuk lebih suka menulis ^^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Dai yang Dicintai: Membangun Dakwah dengan Akhlak Terpuji

28 Mei 2025   08:48 Diperbarui: 28 Mei 2025   08:50 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Syamsul Yakin(Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Azzahra Angguni (Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Dalam dunia dakwah, akhlak seorang dai memegang peran yang sangat penting. Seorang dai bukan hanya bertugas menyampaikan pesan-pesan keislaman, tetapi juga menjadi cerminan dari ajaran yang dibawanya. Akhlak bukanlah sesuatu yang dibuat-buat, melainkan respons spontan dari hati yang bersih dan niat yang tulus. Respons seorang dai terhadap mad'u akan sangat beragam, tergantung pada situasi dan karakter yang dihadapinya. Ada yang menyenangkan, ada yang menantang, bahkan ada yang menguji kesabaran dan keteguhan batin. Dalam kondisi seperti itulah akhlak sejati seorang dai diuji. Namun Allah telah memberikan bimbingan yang jelas dalam Al-Qur'an, bahwa seorang dai harus tetap bersikap lembut dan penuh kasih, apa pun yang dihadapinya. Dalam QS. Ali Imran ayat 159, Allah berfirman, "Maka berkat rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka." Ayat ini menunjukkan bahwa kelembutan adalah pancaran rahmat Ilahi, dan menjadi ciri khas seorang dai sejati.

Sikap lemah lembut ini bahkan diperlihatkan Rasulullah ketika menghadapi penolakan keras dari kaum musyrik Quraisy. Meski dakwah beliau ditolak dan dirinya serta para sahabat diboikot secara ekonomi, Nabi tetap bersikap lunak. Beliau memandang mad'u bukan sebagai musuh, tetapi sebagai saudara yang harus diselamatkan dari kesesatan. Ketika berada di Thaif dan disambut dengan lemparan batu serta hinaan, Rasulullah tidak meminta azab diturunkan kepada mereka. Sebaliknya, beliau justru berharap agar dari keturunan mereka akan lahir generasi yang beriman kepada Allah. Inilah akhlak seorang dai yang tak hanya sabar, tapi juga penuh harapan dan cinta kasih terhadap umat.

Selain lemah lembut, akhlak lain yang harus melekat pada diri seorang dai adalah kemampuan memaafkan dan mendoakan mad'u. Dalam QS. asy-Syura ayat 40, Allah menegaskan bahwa siapa pun yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya berada di sisi Allah. Bahkan dalam ayat yang sama dengan anjuran kelembutan, Allah juga memerintahkan agar Rasulullah memohonkan ampun untuk mereka yang bersalah: "Mohonkanlah ampunan bagi mereka." Ini menunjukkan bahwa akhlak dai bukan hanya tentang kesabaran dalam menghadapi tantangan, tetapi juga tentang keikhlasan dalam mengampuni dan mendoakan kebaikan bagi orang lain, sekalipun orang tersebut telah menyakitinya.

Dalam menjalankan tugas dakwah, seorang dai juga harus memiliki jiwa musyawarah. Allah memerintahkan Rasulullah agar bermusyawarah dalam urusan-urusan penting bersama para sahabatnya. Ini ditunjukkan dalam banyak peristiwa, termasuk dalam Perang Uhud, di mana Nabi tetap mengutamakan pendapat mayoritas sahabat meskipun bertentangan dengan pandangannya sendiri. Ini adalah bukti bahwa dakwah bukanlah jalan yang ditempuh sendiri dengan otoritas tunggal, melainkan proses kolektif yang menghargai pandangan orang lain.

Pada akhirnya, semua usaha dan strategi dalam berdakwah harus disertai dengan tawakal kepada Allah. Dalam QS. Ali Imran ayat 159 juga disebutkan, "Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." Tawakal menunjukkan bahwa keberhasilan dakwah bukan sepenuhnya bergantung pada kemampuan dai, tetapi pada izin dan kehendak Allah. Seorang dai yang dicintai bukan hanya mereka yang fasih berbicara, tetapi yang hatinya penuh keikhlasan, perilakunya menenangkan, dan hidupnya menggambarkan ajaran yang ia sampaikan.

Dengan berbekal akhlak mulia seperti kelembutan hati, kemampuan memaafkan, keterbukaan untuk bermusyawarah, dan keteguhan tawakal, seorang dai tidak hanya akan didengar, tetapi juga dicintai. Dakwahnya akan menyentuh hati, bukan sekadar masuk ke telinga. Inilah jalan yang ditempuh Rasulullah, dan inilah warisan dakwah yang harus dijaga dan diteladani oleh para dai di masa kini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun