Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ceritera Timor-Timur di Masa Sekolah Dasarku (1978-1985)

30 September 2020   05:04 Diperbarui: 30 September 2020   23:14 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa kecil saya, saya habiskan dengan tinggal bersama orang tua dan saudara/i saya di desa Naitimu, sebuah desa perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. Pada saat saya masuk SD tahun 1978, Indonesia sudah masuk Timor-Timur. Kami belajar di sekolah bahwa Timor-Timur adalah provinsi ke-27 Indonesia.

Masa depan anak-anak seperti saya ketika itu tampak mulai cerah sebab katanya setelah tamat sekolah, dengan mudah kita bisa menjadi Pegawai Negeri di Timor-Timur. Itulah sebabnya masih dalam umur 5,5 tahun, saya sudah masuk kelas 1 Sekolah Dasar (SD).

Tahun 1980-an, melihat Hansip dan ABRI di pasar hari Kamisan sambil memikul senjata adalah hal biasa.

ABRI dan Hansip/Wanra/Kamra yang dilatih tentara memakai senjata M 16 sambil diapit oleh isterinya berjalan-jalan di pasar atau duduk di lapangan sambil membuka bekal mereka untuk makan siang. Biasanya mereka menghidupkan api di lapangan dan memagang daging saat hari Kamisan.

Rumah saya yang dekat dengan sekolah memungkinkan saya melihat-lihat mereka di lapangan. Kemudian beberapa teman kelas saya berdatangan. Kami mulai berceritera tentang Hansip-Hansip yang memakai senjata itu. Mereka termasuk tentara Indonesia.

Teman-temanku mulai menceriterakan tentang kemenangan-kemenangan TNI atas fretelin. TNI dan Hansip menggunakan senjata modern seperti: M 16, Getress, Pistol, Mouser dan ada senjata yang disebut 75 Laras.  Meriam kaliber 75 Laras, yaitu: sejenis tank dengan jumlah diameter lorong Laras 75 mm. Menurut penelusuran saya di internet Senjata 75 Laras adalah senjata tank Panzer sebagai pendukung Infantri, isi larasnya 75 mm dan panjangnya 3600 mm. Senjata tank Panzer ini adalah senjata yang menolong pasukan-pasukan ABRI dan satuan Hansip di garis depan. Sebab fretelin akan lari jika mendengar tembakan senjata 75 laras.  

Saya dimasukkan ayah ke SDK Halilulik pada tahun 1978 dalam usia 5,5 tahun. Saat itu, saya adalah salah satu siswa terkecil. Ayah harus menghantar saya pagi-pagi ke sekolah dan menunggu saya di luar sampai saya pulang pada Jam 10. Pagi.

Saat itu, beberapa teman saya pada waktu Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1980-an di SDK Halilulik merupakan anak-anak pengungsi dari Timor-Timur. 

Dari antara teman-teman SDku yang paling terkenal adalah seorang yang bernama Taran.  Postur tubuh Taran itu tergolong putih-kecil langsung namun tinggi. 

Ia sudah duduk sekelas denganku, namun postur tubuhnya bagaikan tentara. Meskipun kurus, Taran berbadan tegap. Ia berwajah cukup ganas dan tampak berani di antara teman-teman SD.

Suatu siang, Taran menunjukkan sebuah foto seorang tentara Fretelin yang sedang tiarap sambil menodongkan senjatanya di semak-semak. Saya tanya, itu foto siapa? Taran menjawab itu foto seorang keluarganya saat dia berada di hutan. Foto itu memperlihatkan seorang tentara fretelin yang sedang tiarap sambil menembak di semak-semak. Dengan cepat Taran mengambil kembali foto itu dan menyembunyikan ke dalam sakunya. Taran takut jika foto itu sampai ketahuan oleh kepala sekolah SD kami.

Sejak saat itu Taran selalu berceritera tentang kisah perjuangan mereka sampai ke wilayah Indonesia. Taran dan keluarganya ditangkap aparat dan di bawah ke Indonesia. Ia dan adik-adiknya disekolahkan.

Bekas-bekas perjuangan fretelin yang pernah di badannya masih tetap terasa. Saya menafsir bahwa Taran yang berbadan kecil namun tegap itu adalah bekas pejuang Fretelin. Mungkin dia direkrut sebagai tentara anak-anak dan ikut berjuang di hutan dengan memakai pakaian pandu Portugal. Kemungkinan sang pejuang itu adalah pelajar SD saat konflik terjadi. Anak-anak SD juga diambil oleh Fretelin dan diberi seragam pandu sebagai tentara.

Bersama keluarganya, Taran mengungsi ke Indonesia. Perjalanannya menuju ke Indonesia adalah perjalanan paling buruk. Karena selain dihadang oleh pesawat udara, mereka juga dihadang oleh tentara dan simpatisan fretelin. Setelah berjuang siang malam, akhirnya mereka selamat tiba di Indonesia.

Selama sepanjang saya berada di SD saya tidak cukup sadar untuk menceriterakan tentang Taran dengan fotonya itu kepada siapapun bahwa Taran memiliki foto pejuang Fretelin di sakunya. Saya pikir mungkin Taran memiliki keinginan untuk kembali berjuang di hutan lagi.

Sekitar tahun 1984, kelas kami naik ke kelas V. Di kelas itu Taran sudah tidak ada lagi. Saya mendengar dari teman saya Bernardus Seran bahwa Taran sudah kembali bersama keluarganya ke Timor-Timur. Nasib Taran selanjutnya saya tidak tahu lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun