Mohon tunggu...
198 Duta Ramadhan
198 Duta Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komuniikasi Universitas Muhammadiyah Malang

ENTJ, hobi saya adalah membaca dan bermusik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Pers yang Masih Belum Bebas di Indonesia

20 Desember 2022   00:17 Diperbarui: 20 Desember 2022   00:20 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi sekaligus mengglorifikasikan ke dunia terkait kebebasan pers terutama dalam mengatur hak jurnalis dan awak media untuk melakukan tugas tanpa ada rasa khawatir. Kebebasan pers adalah hal yang harus dirasakan manfaatnya terutama kepada awak media termasuk pada para jurnalis dalam mengembankan tugasnya di lapangan. Terkadang yang menjadi titik kulminasi pada pelanggaran hak jurnalis adalah ada saja satu atau dua hal yang dirasakan oleh mereka terkait penyanderaan maupun kekerasan yang telah dialami oleh para pihak jurnalis. Kebebasan Pers punya peran yang paling tinggi dalam meliput berita kepada publik, seharusnya diberikan wewenang yang luas dalam tahap pembuatan liput berita. Namun, perlu diperhatikan bahwasannya kebebasan pers masih belum bebas terutama dalam menjadi cita-cita Indonesia.

Dalam hal ini kita bisa melirik pada Indeks Kebebasan Pers di Indonesia yang terjadi degradasi yang sangat tinggi. Pada tahun 2021 skor indeks kebebasan pers mencapai 62,60, namun pada 2022 menurun menjadi 49,27. Hal ini bertentangan dengan yang terlihat pada berita di kominfo yang mengatakan bahwasannya kebebasan pers di Indonesia sudah optimal. Hal yang perlu disoroti dalam kasus ini adalah minimnya pengoptimalan pada regulasi kebebasan pers, terutama pada era digital.

Sekarang ini, hal yang perlu diteliti adalah bagaimana komparasi kebebasan pers di Indonesia dalam konteks sebelum dan sesudah pada era digital. Hal ini bisa dilihat adanya sedikit turunnya eskalasi dalam kebebasan pers di Era Presiden Jokowi. Kita bisa berkaca dalam wilayah di Provinsi Papua dan Papua barat bahwasannya di sana jurnalis tidak bisa mengembankan tugasnya dengan bebas melainkan adanya kesempitan dalam kebebasan yang dicari oleh para pihak jurnalis. Hal ini ditambah dengan adanya KUHP yang sedikit mendedikasikan kepada para pers yang akan mulai terancam kebebasannya.

Dalam konteks dunia, pada saat terjadinya pandemi memberikan aksentuasi atau tekanan yang sangat besar, terutama pada pihak jurnalis. Dikatakan bahwasannya terjadi pemecatan dan pemotongan gaji pada pihak karyawan juga pada jurnalis. Hal ini memberikan kontra yang sangat besar bahwasannya kebebasan mereka terutama para jurnalis dan awak media belum bisa dikatakan kebebasan, terutama dalam mengemban suatu tugas yang dimana mereka pun memiliki hak yang cukup besar di dalam negara ini, terutama pada pekerjaan mereka.

Dari kebebasan pers yang ada di dunia, Indonesia termasuk jajaran yang "masih belum" bebas dan lingkup kebebasan pers. Kita bisa menaruh fakta bahwasannya tahun ini Indonesia berada pada peringkat 117 dari total 180 negara dalam indeks kebebasan pers. Namun yang menjadi titik puncaknya ialah, Indonesia pada tahun lalu yaitu 2021 berada pada peringkat ke-113 dari total 180 negara dalam indeks kebebasan pers. Hal yang perlu dicermati adalah terjadinya shifting yang sangat besar pada pemerintahan Indonesia, khususnya kebebasan pada pihak pers. Pada tiga negara teratas yang menduduki jabatan sebagai indeks kebebasan pers tertinggi di dunia adalah Norwegia (peringkat ke-1), Denmark (peringkat ke-2), dan Swedia (peringkat ke-3). Jajaran negara di atas dapat dijadikan sebagai patokan bahwasannya perlu ada perbaikan yang sangat terakselerasi dalam lingkup kebebasan media pers di Indonesia.

Kekerasan juga sering terjadi pada pihak jurnalis dan awak media. Dalam hal ini terdapat kasus yang menyeruak yang terjadi di Indonesia. Kasus seperti yang terjadi pada pemimpin redaksi suaralobamor.com yaitu Fabian Lautan diserang oleh sekelompok preman bercadar. Dapat dikatakan bahwasannya kekerasan terhadap jurnalis pun masih ada dan akan selalu ada jika regulasi terhadap jurnalis atau kebebasan pers masih belum diperbaiki. Hal ini bisa kita kaitkan dengan kejadian yang terjadi pada jurnalisme lain. Konteks ini memiliki sifat diferensiasi komparasi dimana hal yang terjadi pada jurnalisme tidak hanya itu saja, melainkan kekerasan yang terjadi oleh mereka sangat banyak dan sangat tidak disiplin sekaligus tidak menghargai mereka yaitu para jurnalis dan awak media dalam mengemban tugas yang akan mereka beri kepada masyarakat luas, terutama informasi yang cukup genting terkait hak maupun kemanusiaan.

Konsep kebebasan pers dan keamanan pada jurnalis masih menjadi permasalahan yang tinggi di Indonesia terutama dalam konteks memberitakan berita kepada masyarakat secara aman, kredibilitas, maupun terpercaya. Namun yang terjadi malah sebaliknya yaitu beberapa jurnalis masih menjadi korban kekerasan di beberapa daerah, menjadi kambing hitam bagi para oknum, dan kurang bisa berekspresi dalam menyuarakan perspektif mereka sendiri sebagai jurnalis maupun awak media. Regulasi ini sudah jelas termuat dalam pasal 4 undang undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers yang menjelaskan bahwa kemerdekaan pers itu dijamin sebagai hak warga negara dalam melaksanakan profesinya sebagai wartawan sekaligus mereka dipastikan mendapatkan perlindungan hukum yang adil seadil-adilnya. Hal tersebut sudah jelas tertuang pada pemberitaan di website Kominfo, namun yang menjadi penting adalah kebebasan pers masih belum bebas pada jurnalis yang masih menjadi korban dalam setiap permasalahan peliputan serta jurnalis masih belum bebas dalam mengekspresikan perspektif mereka kepada masyarakat luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun