Mohon tunggu...
Gordi Afri
Gordi Afri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumnus STF Driyarkara, Jakarta, 2012. Sekarang tinggal di Yogyakarta. Simak pengalamannya di http://gordyafri.blogspot.com dan http://gordyafri2011.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar dari Warga Desa yang Ramah

13 September 2012   05:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:32 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Selamat siang bu, mbak, mas, boleh tanya, rumahnya Mas X di mana ya?"

"O...di situ mas (dua ibu menunjuk ke depan)...masuk lagi lalu ada rumah yang menghadap ke sebelah sini (menunjuk ke arah dirinya). Itu rumahnya."

"Terima kasih......" Saya melanjutkan ke arah rumah yang ditunjuk itu.

Inilah dialog saya dan beberapa orang di sebuah kompleks pedesaan yang asri di bilangan Utara Yogyakarta. Kompleks itu terletak di daerah Sawahan Kidul, sebelah Utara kota Yogyakarta. Kalau dirangkum, percakapan kami itu menandakan adanya sebuah budaya yang kuat di masyarakat kita yakni KERAMAHAN.

Ramah. Itulah kata yang mudah diucapkan tetapi jarang ditemukan. Kata itu merupakan satu kekayaan budaya bangsa Indonesia. Keramahan mungkin jarang ditemukan di kota besar seperti Jakarta. Warga di perumahan elit, misalnya, tidak begitu ramah dengan para tamu. Hanya ada sebagian pemilik rumah yang ramah ketika tamu bertanya. Ini terjadi karena mereka sudah terbiasa untuk tinggal berlama-lama di dalam rumah. Wong semuanya sudah ada, tak perlu jalan-jalan ke luar lagi. Mereka nyaman dengan segala yang ada di rumah. Tak heran jika interaksi dengan tetangga di dalam kompleks perumahan saja agak jarang.

Saya pernah keluar-masuk kompleks perumahan dan pernah mencari rumah beberapa teman. Kalau mau tahu rumahnya si A, sebaiknya kita bertanya pada petugas keamanan di kompleks perumahan. Merekalah yang tahu nama-nama pemilik rumah. Tetapi kalau sudah masuk dalam kompleks, sudah melewati pintu gerbang, kita akan kesulitan untuk bertanya kepada siapa-siapa. Kalau tekan bel di rumah, paling-paling yang keluar pembantu atau penjaga rumah saja. Kalau kita bertanya, dia tidak bisa menunjukkan rumah yang kita cari. Paling-paling dia bertanya alamatnya, nomor berapa, blok berapa, dan sebagainya. Sedangkan ciri-ciri pemilik rumahnya dia tidak tahu.

Beda sekali dengan warga di daerah pedesaan. Mereka tahu rumah tetangganya. Para tamu yang datang tidak sulit menemukan rumah yang dicari. Bukan hanya tahu, mereka juga dengan ramah mengantar atau menjelaskan kepada tamu. Keramahan inilah yang saya temukan pagi ini tadi. Interaksi antara warga memang perlu dibangun sehingga setiap warga merasa menjadi bagian dari kelompok masyarakat. Tanpa itu, relasi antar mereka kurang erat. Bahkan, boleh jadi roh kecurigaan mulai muncul. Kalau warga tidak saling kenal, kecurigaan itu mudah sekali berkembang.

Saya yakin warga yang saya temui pagi tadi sudah membangun relasi yang baik antara sesama warga. Mereka tidak curiga satu sama lain. Bahkan dengan tamu yang datang juga amat ramah. Tidak ada kecurigaan sama sekali.

Keramahan membuang segala prasangka, mendekatkan relasi yang jauh. Kekuatan keramahan mampu menembus tembok keretakan antar warga dalam sebuah masyarakat. Memang keramahan kadang-kadang juga disalahgunakan. inilah yang terjadi dengan tersangka teroris yang menjadi penjual susu di Bogor beberapa hari lalu. Boleh jadi ini adalah keramahan yang dangkal. Keramahan yang terjadi antara penjual dan pembeli di sebuah pasar. Keramahan yang kuat terjadi antara warga di daerah pedesaan. Keramahan itulah yang membuat masyrakat saling terbuka. Kalau sudah terbuka, relasi antar-warga pun terbangun dengan baik.

Keramahan sebaiknya ditegakkan kembali di negara ini. Bukan karena itu harus diciptakan. tetapi, keramahan sudah menjadi tradisi masyarakat kita. Maraknya teroris yang tak diduga selama ini menjadi peringatan bagi kita bahwa kita tidak saling terbuka. Tiba-tiba saja lelaki yang ramah itu, menjadi tersangka teroris. Sehari-harinya baik. Ini namanya pura-pura baik. Kalau dari awal kita sudah tahu latar belakang seseorang maka, kita dengan mudah membangun relasi dengannya. Keramahan pun dengan sendirinya akan tercipta. Tetapi kalau hanya sebatas keramahan yang dangkal saja, boleh jadi kita akan tertipu oleh tampilan seseorang.

Ini curhat di siang bolong. Sekadar bagi-bagi pengalaman setelah bertemu beberapa warga di daerah Sawahan Kidul, Yogyakarta. Sungguh, keramahan mereka akan saya kenang selalu. Andai orang kota mau, datanglah ke desa ini dan belajarlah bagaimana keramahan mereka. Kalian akan kaget. Tetapi lebih dari kaget kalian akan pulang dengan membawa kekayaan budaya, warisan nenek moyang kita, ke kota Anda. Inilah modal besar untuk merajut persatuan Indonesia. Persatuan mesti mulai dari pranata sosial paling kecil yakni keluarga dan masyarakat.

Selamat siang untuk para pembaca.

PA, 13/9/2012

Gordi Afri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun