Mohon tunggu...
12013Y
12013Y Mohon Tunggu... Seniman - Fresh Graduate

Real person trying to be more real by seeing reality as real as possible.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seni

14 Februari 2020   10:28 Diperbarui: 14 Februari 2020   10:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku tidak mengerti jalan pikiran kalian yang terlalu mengagungkan seni tak beretika, aku tidak mengerti bagaimana bisa seni itu bebas nilai dan norma, aku tidak mengerti mengapa seni itu bersifat maksum tak tersentuh dosa.

Hasil karya olah pikiran dan raga dari mereka yang disebut "seniman" dalam berbagai macam wujud dan rupa, akan selalu dipuji dan dipuja. Bahkan tak sedikit orang yang menyebutnya indah tidak tahu letak keindahannya. Hanya sebuah ungkapan yang diucapkan untuk menjaga harga diri dan gengsi, atau  mungkin karena memang tidak ada indahnya sama sekali, entahlah.

Pernahkah kau melihat seorang pelawak (sebut: seniman) mengeluarkan kata-kata tak pantas pada sesama manusia hanya karena ingin mendengar penonton tertawa? bagaimana bisa kau tertawa?

Pernahkah kau melihat sebuah lukisan seorang maestro (sebut: seniman) berupa dua lawan jenis beradegan erotis? mengapa kau tak malu melihatnya?

Pernahkah kau melihat seorang aktor/aktris (sebut: seniman) beradegan mesum tanpa ikatan sah apapun? bagaimana bisa kau memuja mereka?

 Pernahkah kau mendengar seorang musisi (sebut: seniman) menyanyikan lagu yang berlirik kata tak pantas didengar? mengapa kau berdendang menirunya?

Pernahkah kau mendengar seorang youtuber (sebut: seniman) membuat konten tak layak konsumsi berkosa-kata kebun binatang dan dengan bangganya menyebut itu karya? bagaimana bisa kau mengamininya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas akan musnah hanya dengan satu jawaban, "seni." Dengan memakai alasan sebagai wujud ekspresi diri, seniman dan karya seninya dapat terbebas dari segala ikatan ajaran agama, nilai dan norma, serta tuntutan beretika.

Sejujurnya, aku pun tak ada beda, hanya sudut pandangnya saja yang tak senada. Tidak perlu yang aneh-aneh, hamparan sawah yang menguning di belakang rumah itu sudah sangat seni bagiku, foto ayah dan ibu tersenyum bahagia sudah sangat seni bagiku, alunan ayat suci dari lisan guru mengaji sudah sangat seni bagiku, panggilan azan musholla di ujung jalan sudah sangat seni bagiku.

Aku hanya tidak mengerti jalan pikiran para ahli ini, entah karena tingkat rasa mereka yang terlalu tinggi atau tingkat sadar dosa mereka yang terlalu rendah. Bagiku seni yang menuai dosa tak jauh beda dengan air seni, produk olah tubuh yang harusnya dibuang.

Apa kau bilang? aku salah? ucapanku keterlaluan? HAHAHAHA!!!! apa kau pura-pura tidak tahu kalau aku juga seniman dengan karya seni tulisan? jadi berikan juga aku sifat maksum itu dong, kau ini bagaimana?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun