Transformasi kebutuhan perangkat lunak ke dalam model konseptual merupakan tahapan krusial dalam proses pengembangan perangkat lunak. Artikel berjudul "Linking software requirements and conceptual models: A systematic literature review" memberikan ulasan sistematis terhadap 44 studi yang membahas pendekatan otomatis dalam mentransformasikan kebutuhan ke model konseptual. Melalui ulasan ini, kita dapat memahami sejauh mana perkembangan riset di bidang ini, sekaligus menyoroti celah dan tantangan yang masih harus diatasi.
Dalam dunia pengembangan perangkat lunak, kebutuhan pengguna biasanya ditulis dalam bahasa alami, yang meskipun mudah dipahami oleh manusia, cenderung ambigu dan sulit diterjemahkan langsung ke dalam sistem teknis. Oleh karena itu, kebutuhan tersebut harus dikonversi menjadi model konseptual seperti diagram UML agar dapat dipahami secara teknis oleh tim pengembang. Permasalahan muncul ketika proses ini dilakukan secara manual---memakan waktu, rawan kesalahan, dan sangat tergantung pada pengalaman analis sistem.
Munculnya pendekatan otomatis dengan memanfaatkan Natural Language Processing (NLP) dan model berbasis aturan menjadi angin segar dalam menjembatani kesenjangan antara kebutuhan dan desain sistem. Dalam artikel tersebut, penulis mengidentifikasi bahwa sebagian besar studi masih terbatas pada penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa input. Padahal, di era globalisasi ini, kebutuhan untuk mendukung multibahasa semakin mendesak. Ini menunjukkan bahwa riset masa depan perlu mengarah pada pengembangan pendekatan yang lebih inklusif terhadap bahasa lain, terutama bahasa-bahasa aglutinatif seperti Turki dan Indonesia yang memiliki tantangan linguistik tersendiri.
Selain keterbatasan bahasa, temuan menarik lainnya adalah fokus riset yang cenderung hanya menghasilkan satu jenis diagram UML---yakni diagram kelas. Padahal UML memiliki 14 jenis diagram yang masing-masing merepresentasikan aspek berbeda dari sistem. Ketergantungan pada satu jenis model tidak cukup untuk menangkap dinamika sistem secara keseluruhan, terutama ketika sistem tersebut kompleks dan memiliki banyak interaksi antar komponen. Ini menandakan perlunya inovasi yang mampu menghasilkan berbagai jenis diagram secara otomatis, seperti diagram urutan, aktivitas, atau bahkan kode sumber.
Dari sisi teknis, pendekatan yang umum digunakan melibatkan dua langkah utama: pra-pemrosesan dengan teknik NLP dan transformasi berbasis aturan. Beberapa studi menggabungkan pendekatan ontologi dan pola bahasa untuk meningkatkan akurasi. Namun, hanya sedikit studi yang menerapkan analisis semantik secara mendalam, padahal aspek ini sangat penting untuk memahami makna dari setiap kalimat dalam dokumen kebutuhan. Penambahan pendekatan seperti word embedding atau model pembelajaran mesin dapat menjadi solusi untuk memperkuat kemampuan semantik sistem.
Namun sayangnya, evaluasi terhadap efektivitas pendekatan-pendekatan ini masih belum standar. Lebih dari separuh studi tidak menyajikan metode evaluasi yang jelas, dan sebagian besar tidak menggunakan dataset publik yang bisa diakses untuk replikasi. Ini menjadi hambatan serius dalam mengukur dan membandingkan kualitas dari metode yang diusulkan. Artikel ini menunjukkan bahwa hanya dua studi yang menyediakan dataset secara terbuka, padahal ketersediaan dataset menjadi prasyarat penting dalam dunia akademik untuk validasi dan peningkatan berkelanjutan.
Satu aspek penting yang juga diangkat dalam artikel adalah perlunya evaluasi yang mempertimbangkan bobot dari tiap elemen model. Misalnya, kelas dan relasi dalam UML tidak memiliki tingkat kepentingan yang sama. Penggunaan metode evaluasi berbasis opini ahli seperti Analytical Hierarchy Process (AHP) atau metode pengambilan keputusan multikriteria (MCDM) seperti TOPSIS dan PROMETHEE, menjadi pendekatan yang bijak agar hasil evaluasi lebih objektif dan sesuai dengan praktik industri.
Dari semua temuan tersebut, saya berpendapat bahwa masa depan dari transformasi otomatis kebutuhan perangkat lunak sangat menjanjikan, tetapi masih menghadapi banyak tantangan. Riset perlu diarahkan pada pengembangan model yang tidak hanya multibahasa, tetapi juga multi-diagram dan bahkan multi-platform (dapat menghasilkan kode dalam berbagai bahasa pemrograman). Selain itu, riset juga harus mendorong kolaborasi komunitas untuk membangun dataset terbuka dan berkualitas tinggi sebagai standar evaluasi bersama.
***
otomatisasi dalam transformasi kebutuhan ke model konseptual bukan sekadar alat bantu, melainkan kebutuhan fundamental untuk meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kolaborasi dalam pengembangan perangkat lunak modern. Artikel ini memberikan fondasi yang kuat untuk riset lanjutan dan menawarkan berbagai rekomendasi praktis yang layak diimplementasikan, baik dalam dunia akademik maupun industri. Sudah saatnya komunitas pengembang dan peneliti berkolaborasi lebih erat untuk mewujudkan visi sistem pengembangan perangkat lunak yang cerdas, fleksibel, dan global.
referensinya
Bozyiğit, F., Aktaş, Ö., & Kılınç, D. (2021). Linking software requirements and conceptual models: A systematic literature review. Engineering Science and Technology, an International Journal, 24(1), 71–82. https://doi.org/10.1016/j.jestch.2020.11.006
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI