Tarif Trump sebuah sebutan yang populer akhir-akhir ini baik di media sosial maupun surat kabar lainnya, di mana ini adalah sebuah kebijakan ekonomi kontroversial dari presiden terpilih Amerika Serikat terbaru yaitu Donald Trump. Tentu kita semua tidak asing lagi dengan berita yang satu ini, bukan? Apalagi buat orang yang sangat hobi untuk mencari berita ter-update. Sederhananya begini, kebijakan tarif ini adalah di mana tarif pajak yang dikenakan terhadap nilai suatu produk barang yang diimpor atau dibeli oleh Amerika Serikat dari negara lain. Kita Katakanlah contohnya, tarif yang sebelumnya berada pada 25 persen yang diberlakukan untuk produk impor ini hanya seharga AS$ 10, nah, setelah adanya pemberlakukan tarif ini maka tentu akan menambah nilainya dengan membuat nilai barang itu akan dikenai biaya tambahan hingga mencapai AS$ 2,5.Â
Tentu, kebijakan atas naiknya tarif impor yang rencananya akan secepatnya diberlakukan oleh Amerika Serikat ini terhadap beberapa negara cukup mengejutkan beberapa negara di dunia seperti China. Kebijakan ekonomi AS ini seperti membuka kembali babak baru antara perang dagang Amerika Serikat dengan China yang tentu di tahun-tahun sebelumnya atmosfer yang hampir sama juga pernah terjadi sebelumnya. Perlu kita tahu bahwa, Perang dagang yang dalam hal ini antara Negara Amerika Serikat sebagai negara yang dari dulu dianggap sebagai negara dengan kekuatan ekonomi paling kuat di dunia dengan Negara China tidak terjadi dalam satu malam, perang dagang ini tumbuh perlahan demi perlahan dari ketegangan yang lama terpendam hingga puncaknya dalam bentuk saling serang tarif dagang yang mengguncang perekonomian global.Â
Perang dagang antara Negara Amerika Serikat dan China ini dapat dikatakan bukan hanya sekedar konflik ekonomi biasa, melainkan bagian refleksi dari sebuah upaya untuk merebut dominasi ekonomi global yang tentu dalam hal ini antara dua raksasa negara pemegang poros ekonomi dunia di abad 21 ini. Nah, kalo kita perjelas lagi mengenai kilas balik dimulainya ketegangan perang dagang ini apalagi di era kepemimpinan Donald trump sekarang dengan presiden Xi Jing Ping, segalanya bermula secara terang-terangan pada tahun 2018 lalu, di mana ketika Presiden Donald Trump secara resmi menyatakan dalam pidatonya bahwa Amerika Serikat dirugikan dalam hubungan perdagangannya dengan China. Hanya sebuah retorikanya yang sederhana namun kuat "Amerika selama ini menjadi korban praktik perdagangan yang tidak adil, dan saatnya untuk 'membalas' mereka"ujarnya. Nah, menanggapi hal tersebut tak lama kemudian, pemerintah Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh Donald Trump mengenakan tarif mencapai 25% terhadap barang-barang yang diimpor dari China atau senilai US$34 miliar. Menanggapi kebijakan pemerintah AS tersebut, pemerintah China tak tinggal diam, negara tirai bambu ini segera membalas balik dengan tarif impor serupa terhadap produk AS yang ingin diperdagangkan di negaran .
Namun, tak sampai di situ Presiden Donald Trump yang menjabat kala itu memberlakukan tarif impor besar-besaran terhadap barang-barang dari negara Eropa seperti Meksiko dan bahkan Kanada juga yang masih terbilang menjadi negara tetangga AS terkena tarif barang impor juga. Ini bukan sekedar kebijakan dagang biasa, ini adalah sebuah pesan keras dari Washington bahwasanya era perdagangan bebas yang tak terkendali telah berakhir. Tarif impor yang diberlakukan As ini kian menjadi senjata dan perang dagang kembali menjadi sebuah kenyataan.
 Namun sebenarnya menjelang akhir tahun 2019 dan memasuki awal taahun 2020, dunia yang pada saat itu berada pada tekanan ekonomi yang sangat tidak baik dan pandemi COVID-19 yang mulai menyebar tiap penjuru negara, fenomena perang dagang ini agak sedikit menurun di mana kedua negara yang dalam hal ini antara Amerika Serikat akhirnya menyepakati "Phase One Deal." Di mana dalam kesepakatan ini, China berjanji untuk meningkatkan pembelian produk-produk dari AS, khususnya dari sektor pertanian dan energi, sementara itu Negara AS juga kemudian menangguhkan beberapa kenaikan tarif barang impor yang telah direncanakan sebelumnya.Â
Ketegangan perang dagang ini terlihat memanas dan memasuki babak yang baru lagi yang lebih kompleks di banding tahun-tahun sebelumnya setelah di awal tahun 2025, Donald Trump berhasil terpilih kembali menjadi presiden Amerika Serikat di tahun 2024 dan mulai menjabat lagi dari bulan Januari 2025 yang mana juga dulu di tahun 2018 pernah terpilih dan menjabat sebagai presiden Amerika Serikat. Di dalam era setelah pandemi dan pemulihan ekonomi negara-negara dunia, tidak sedikit negara lain yang terperangkap dalam pusaran perang dagang ini. Banyak negara di bagian Asia Tenggara khususnya, saalah satunya Indonesia, terpaksa menavigasi kembali rantai pasok produk global karena memang perubahan aliran perdagangan dan relokasi investasi sangat berdampak.Â
Puncak kompleksnya dari perang dagang antara negara Amerika Serikat (AS) dan China yang kian terus memanas di mana kedua negara adidaya ini berusaha terus untuk saling melempar serangan balasan yang membuat ketegangan global semakin menjadi-jadi. Amerika Serikat menaikkan lagi jumlah besaran tarif impor produk-produk dari negara China yang bisa mencapai hingga 245 persen. Tarif impor barang tersebut jauh lebih tinggi dari angka yang sebelumnya yang hanya menyentuh angka sebesar 145 persen saja. Berita ini tertuang dari lembar fakta yang dirilis oleh pemerintah Amerika Serikat pada hari Selasa (15/4/2025) malam waktu Amerika Serikat atau Rabu (16/4/2025) waktu Indonesia. Dari pernyataan pemerintah AS di Gedung Putih tersebut, China sebagai negara yang melawan kebijan tarif impor AS kini justru menghadapi tarif ta,bahan dari pemerintah AS hingga mencapai 245 persen atas impor ke Amerika Serikat," bunyi pernyataan dari AS, dikutip dari Anadolu. Keputusan pemerintah AS ini disebut sebagai tanggapan atas "tindakan balasan" dari pemerintahan Xi Jing Ping. Sebagai informasi, sebelum AS memberlakukan tarif 245 persen, Pemerintah China telah memboikot produk pesawat dari Boeing agar tidak masuk ke Beijing, termasuk juga seperti suku cadang pesawat. Hal ini dilakukan oleh China sebagai bentuk balasan atas tarif impor Trump hingga 145 persen terhadap produk-produk China.Â
Fenomena perang tarif yang dalam hal ini antara AS dan China ini bukan semata-mata tidak memiliki tujuan yang besar. Nah, Kalau dianalisis dengan dalam fenomena Perang dagang AS-- China mungkin tampak seperti konflik dua negara. Tapi bisa dibilang hal ini sejatinya adalah babak baru dalam perebutan arah ekonomi dunia. Perang dagang AS-China bukan lagi soal tarif semata, melainkan bisa menjadi persaingan untuk menulis ulang aturan main ekonomi global. Kedua negara kini terjebak dalam dinamika persaingan sistemik. Hal ini sejalan dengan slogan trump sewaktu kampanye calon presiden di 2024 yaitu Make America Great again yang selalu digaungkan Trump di masa kampanyenya. Ini menjadi kebijakan yang diambil trump kerena menurutnya barang-barang dari luar AS itu sudah terlalu banyak masuk ke dalam negeri secara bebas yang membuat barang produksi AS itu sendiri mengalami penjualan stagnan bahkan mengalami penurunan yang signifikan.Â
Tentu perang dagang antara kedua negara ini tidak hanya berdampak pada kedua negara itu saja namun lebih dari itu. Perang dagang yang sudah berjalan lama ini yang sampai sekarang yang atmosfernya terasa panas lagi di tahun 2025 memiliki dampak yang besar juga terhadap negara indonesia, kenapa indonesia juga terkena dampak? Ya , kita tahu pastinya china dan amerika serikat merupakan dua negara yang menjadi mitra dagang indonesia,nah letak dampak negatifnya yang akan membuat pasar perdaganga di indonesia akan terganggu dari sisi tekanan terhdap industri lokal di indonesia. Ketika China dan Amerika ini saling menaikkan tarif impor barang tadi tentu akan membuat produsen barang di masing masing negara tersebut berpikir dua kali untuk menjual barang tadi, misalnya barang yang masuk dari china ke amerika serikat dinaikkan tarifnya oleh Amerika Serikat maka produsen barang dari china akan berpikir dua kali untuk menjual barang lagi ke negara Amerika ini. Nah, ketika pasar barang china tadi berkurang pastinya merka akan mencari lokasi pasar baru agar bagaimana supaya barang mereka yang diproduksi setiap hari tetap bisa terjual. Salah satu solusi yang pastinya dilakukan adalah membajiri barang produksi china tadi ke negara indonesia dengan harga yang lebih murah agar bisa terjual dengan skala yang sangat banyak. Saat barang murah dari china tadi banyak masuk ke indonesia tentu akan membuat penjualan barang produksi dalam negeri atau lokal akan terganggu akibatanya barang produksi dalam negeri tidak terjual.Â
Masuknya produk murah yang sangat banyak dari china ke indonesia akan membuat deflasi yang akan berdampak sangat negatif pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pasar kerja. Nah, solusi kebijakan yang mungkin bisa dilakukan indonesia dalam menghadapai ketegangan pasar global ini bisa dilakukan dengan mengurangi ketergantungan produk-produk ekspor dari china maupun Amerika Serikat namun sangat dibutuhkan untuk memeperkuat pasar domestik. Dari sisi indonesianya juga sangat perlu untuk meningkatkan kualitas prosuk dalam negeri agar bagaimana supaya produk lokal bisa bersaing dengan produk dari luar negeri tersebut serta penekanan terhadapa efisiensi produksi untuk bersaing dengan barang impor .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI