Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pendidikan ala "Perang" Bakso Orang Sunda

30 Mei 2017   15:43 Diperbarui: 31 Mei 2017   10:26 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan ala “Perang” Bakso Orang Sunda
Oleh: Zaki Mubarak

Bakso atau orang sunda menyebutnya “baso” adalah makanan favorit orang Indonesia terutama yang berjenis kelamin wanita. Entah apa yang ada dalam pikiran wanita tentang nikmatnya bakso. Mungkin mereka lebih memilih makan bakso ketimbang menyuapi suaminya. Mereka sepertinya akan stress kalau tidak mencicipi bakso kesukaanya. Namun, dalam hal per-bakso-an, saya terus terang tidak mengerti sempurna tentangnya, saya hanya mengerti bahwa bakso adalah makanan favorit istri saya dan saya pun wajib mencicipinya maksimal tiap tiga hari sekali.

Hal yang menarik tentang bakso di kota saya, Tasikmalaya, adalah pengembangan bakso yang terus inovatif. Mulai racikan bakso yang berbeda dengan yang lainnya termasuk penamaan bakso yang spektakuler. Sebenarnya bakso di daerah saya itu bukanlah barang baru, ada pertempuran sengit antara tukang baso Solo dan Malang yang mangkal di pinggiran kota tasik dengan bakso indigenous (asli) Tasik. Untuk urusan rasa, saya lebih memihak pada bakso Tasik, tapi untuk urusan dompet, sepertinya Solo dan Malang adalah pilihannya.

Ternyata, bakso Tasik yang terkenal enak itu, sedang mengalami peperangan di “negerinya” sendiri. Peperangan itu ditandai dengan inovasi yang kadang bisa dikatakan cerdas, ataupun bisa jadi gila. Apa saja inovasinya, saya akan mencoba mengungkapkannya disini. Analisis saya sangat sederhana (karena ketidak mampuan memahami bakso sebagai ilmu) yakni melihat fenomena sosial yang hadir di depan mata dan mengaitkankannya kepada dunia saya, dunia pendidikan.

Pertama, peperangan nama. Inilah yang menjadi kehebohan publik Tasik atas nama baso yang fenomenal. Bagi saya ini perlu diteliti gejala sosialnya. Sejak dua tahun lalu saya mulai diperkenalkan dengan istilah bakso “rudal”. Nah, tahun ini saya mendapatkan nama bakso yang lebih variatif, dari nama yang bernada sentimen negatif sampai nama yang kocak. Contohnya, bakso “syetan”, bakso “crot” bakso “janda”, bakso “neraka jahanam” bakso “comberan” dan nama lainnya yang out of the box.

Dulu nama bakso sangat mainstream. Nama adalah do’a menjadi semboyan para pendahulu tukang bakso untuk memulai karirnya dalam dunia perbaksoan. Nama itu macam bakso “priangan”, bakso “loma”, bakso “sari rasa”, bakso “siliwangi” dan seterusnya. Nah, hari ini nama baso terdistorsi oleh anak alay yang menyerukan ide ke”gila’an untuk berkarya. Nama-nama yang ditanamkan dalam produknya adalah nama alay (super lebay). Mereka mencoba menanamkan keunikan bahasa dalam baksonya. Apa dampaknya?

Ternyata, penamaan bakso Tasik itu berdampak kepada kepenasaran para pemburu bakso. Dulu bakso rudal diburu untuk dicicipi. Sekarang baso “syetan” atau baso “birahi” yang dikejar. Mereka laris manis tanpa butuh iklan di tivi. Saya melihat ada kecenderungan para konsumen bakso untuk beralih dari yang namanya sopan kepada nama yang slenge’an. Satu sisi ingin tahu rasa “syetan” atau bakso “astagfirulloh” di mulut, di sisi lain ada rasa unik untuk mencicipinya. Menurut saya itu inovasi paling hebat yang saya temukan dalam dunia perbaksoan. Dampak penamaan gaya alay itu membuat para pesaing bakso mainstream memutar otak untuk mengalahkannya.

Kedua peperangan bentuk. Para pelaku nama bakso mainstream berinovasi dengan cara yang lebih elegant. Mereka tidak meninggalakan nama sebagai do’a, namun mereka berinovasi dari bentuk dan warna. Dalam inovasinya kita akan mengenal bakso “beranak” dimana ketika dimakan bakso itu beranak pinak, ada juga bakso “Hitam” dimana warna baksonya tidak lagi putih gading tetapi hitam legam. Di samping itu ada baso “mercon” yang bentuknya mirif petasan, ada juga bakso kurma dimana kurma disisipkan di tengahnya atau baso “telor setengah mateng” dimana di dalamnya ada telor yang muncrat. Ada banyak lagi inovasi orang Tasik tentang bakso ini.

Dengan inovasi bentuk, ternyata konsumen juga senang. Bisa jadi ide bentuk ini didapatkan dalam film “Ketika Cinta Bertasbih” yang mempromosikan baso cinta (bakso berbentuk hati). Inovasi ini sangat out of the box dimana mereka meninggalkan bakso bulat yang biasa dan beralih kepada bakso berbentuk aneh, walaupun yang bulat masih dipertahankan. Para pemburu bakso Tasik pun segera untuk survey dan selalu mencari tahu dimana bakso itu berada. Para pecinta bakso mencari tahu ke tetangganya atu browsing internet. Melalui dari pemasaran ala tradisional dari mulut ke mulut sampai pemasaran ala medsos itulah bertemunya kerongkongan pecandu bakso dengan bakso yang berbentuk aneh itu.

Ada satu pengalaman menarik saya ketika berbicara tentang bentuk bakso ini. Istri saya, sang pemabok bakso yang menularkan kepada saya, selalu meminta untuk diantar membeli bakso yang unik. Saat itu sedang heboh dengan bakso hitam ala “Bakso pa Haji”. Dengan sigap ala suami siaga, saya rela meng-gas pool mobil untuk mencari dimana bakso itu berada. Bersama dengan istri dan dua bocah kami temukan tidak jauh dari pusat olah raga Dadaha. Apa yang terjadi, sang pemilik bakso pak Haji kaget atas kedatangan saya. Lalu dengan mencium tangan saya, Ia mengajak saya untuk mencicipinya jamuannya.

Karena saat itu dzuhur tiba dan waktunya solat para pelayan, maka para konsumen disuruh menunggu atau tidak jadi pesan. Bagi yang menunggu, dikasih reward satu botol teh sosro. Tentu saja saya mau menunggu dan menengguk sosro. Rugi dong udah cape-cape nganter istri tapi gak jadi. Dalam percakapan menunggu itu, sang pemilik mendekati saya dan menceritakan riwayat pendidikannya. Ternyata ia adalah salah satu murid kesayangan dulu, yang jadi juara berbagai kontes debat bahasa Inggris di lokal maupun nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun