Mohon tunggu...
Boarneges
Boarneges Mohon Tunggu... Profesional -

"Tidak-kah kita merasa kehilangan orang-orang yang selama ini kita andalkan? mari kita melawan lupa,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nawacita, Mimpi dan Khayalku

26 Juni 2017   23:27 Diperbarui: 27 Juni 2017   09:54 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lahir dan besar, berdiri dan berjalan tegak di sebuah negeri yang bhineka dan bertoleransi. Sebuah persaudaraan anak bangsa yang saling menjaga, menghormati, menghargai, dan menjaga. Bersama hidup di atas tanah pertiwi yang diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh pengorbanan pahlawan dengan semboyan 'mereka ataoe mati!". Dan kita menjadi penikmat dan penjaga untuk kehidupan, untuk kesejahteraan dan untuk keadilan. Melihat perbedaan sebagai keunikan, kekayaan, pelajaran. Melihat agama bukan lagi sebuah pertentangan, sekat, tembok perbedaan, tetapi wujud kesempatan untuk meniatkan kasih dan mengedepankan ajaran-ajaran baik untuk menunjukan sikap sebagai seorang yang 'bergama', menunjukan diri sebagai 'manusia yang ber-Tuhan'. Tanpa kebencian, tanpa propaganda dan tanpa provokasi.

Berdiri tegak di tengah tontonan elit yang mendudukan politik sebagai tatanan untuk kemakmuran bangsa. Tidak untuk kepentingan golongan, partai, agama, individu dan lain sebagainya. Politik di tempatkan sebagai sebuah kompetisi untuk melayani, membangun, memajukan. Bukan untuk berkuasa, menindas dan menggilas hak-hak konstituen yang telah berekspektasi dengan meletakan hal pada sebuah parlemen yang menjadi 'perwakilan'. Dimana antar partai saling mendukung, saling berlomba, saling terus membangun ide untuk tatatanan kemajuan bangsa dan kemakmuranya yang menjadi cita-cita dan harapan kemerdekaan.

Hidup berumur di tengah keadilan hukum yang menjadi harga mati! Dimana koruptor-koruptor dihukum setimpal sesuai dengan perbuatannya, dimiskinkan, dihukum seadil-adilnya. Bebas dari kepentingan politik. Melihat kelahiran di bumi negeri tercinta dengan damai. Tanpa teror, intimidasi dan ajaran sesat. Karena pemerintah dan rakyatnya tetap menjaga, waspada dan mencerminkan kedamaian.

Hidup di tengah sumberdaya alam yang melimpah. Dengan kandungan hasil tambang yang dikelola dengan baik dan tidak merusak lingkungan dan alam itu sendiri. Tambang yang tidak menggilas lahan dan rumah rakyat pinggiran kecil yang sudah menghidupi lahan sejak Indonesia belum merdeka hanya untuk kepentingan koorporasi. Para petani hidup sejahtera karena hasil melimpah dan tidak digusur untuk membangun apartemen atau gedung perbelanjaan tinggi. Nelayan tersenyum, karena lautnya dijaga oleh aparat yang tulus hatinya. Tak ada penindasan dan macam pungutan di tengah laut. Mereka melaut dengan perahu bermesin modren, kembali ke daratan dengan hasil ikan yang melimpah. Kemudahan mengurus izin, kebijakan dan anggaran serta program yang berpihak. Tidak ada potasium sianida, trawl, molotov, cantrang. Mereka tetap menjaga, mereka merawatnya sebagai sebuah warisan kehidupan agar dilaut kita tetap jaya.

Pelayanan prima yang luar biasa. Mengurus adminstrasi kewargaan dengan lancar. Tanpa pungli dan embel-embel prosedur yang panjang. Rakyat dimanjakan dengan kemudahan. Segala keluhan diselesaikan dengan cepat. Dilayani oleh aparatur birokrasi yang semangat karena diberikan kesejahteraan dan tunjangan kinerja yang cukup. Mulai dari pusat hingga pelosok sehingga pelayanan pemerintahan terjamin dan berkualitas. Aparatur tidak lagi memikirkan pendapatan yang 'pas-pasan', istilahnya 'hanya cukup untuk biaya sebulan'. Karena penghasilannya setiap bulan cukup untuk mengkuliahkan anak dan membangun rumah, sebuah keinginan yang menjadi rezeki bagi para tukang, penambang kerikil dan pasir dan penggerak ekonomi lainnya. Di berbagai instansi pemerintahan mereka melayani rakyat dengan baik.

Melihat siswa di sebuah sekolah sederhana tapi megah dan membanggakan.  Dengan guru-guru yang siap mengabdi dan baik hati. Menjadi pahlawan tanpa tanda jasa yang mengabdi sepenuh hati. Mereka berkecukupan keadaanya. Fasilitas sekolah yang lengkap dan berkualitas. Tak takut atap bocor, meja patah, kursi tikar atau melantai, papan tulis dengan kapur yang masih bon di warung kota. Cerita itu sudah usai. Setiap pagi semangat bersekolah dengan menghormati bendera merah putih yang berkibar gagah setiap paginya.

Menyaksikan mahasiswa berinovasi dengan kreatifnya, mempersiapkan diri menjadi calon pemimpin, penerus estafet pembangunan dari generasi ke generasi. Tak ada lagi demonstrasi nasi bungkus, menjadi ujung tombak kepentingan, menjadi laga para elit politik bobrok, menjadi tameng kebencian, tameng penindasan, tameng penyelewangan, tak ada lagi. Mereka menyuarakan kebenaran, mengawal keadilan dan menjunjung tinggi nilai kebangsaan. Cita-cita mereka Indonesia Jaya, Indonesia Makmur, Indonesia Berdaulat.

Mengayuh sepeda di atas jalanan beraspal yang dibangun dengan kulitas jempolan, tak ada lobangan yang menjadi kubangan di kala hujan. Sampai ke pelosok-pelosok desa. Kendaraan hilir mudik mengangkut arus manusia, hasil tani, hasil laut dan hasil-hasil lainnya. Gunung-gunung dengan pepohonan yang berdiri tegak, membentengi warga dari ancaman bencana alam. Sungai mengalir deras, tanpa limbah dan sampah, ikan-ikan dan bocah-bocah berenang menikmati kehidupan.

Aku menyaksikan itu semua dan damai memenuhi batin. Aku melihat itu semua dalam khayalku, dalam mimpiku. Aku terbangun. Ah, Nawacita. Sebatang lilin dinyalakan di depanku. Umurku bertambah lagi, sudah dua puluh delapan tahun. Tepat di tanggal dan jam ini. Aku berdoa dan menghembus lilin yang menjadi padam. Seiring dengan mimpi dan khayalku yang padam. Semuanya sirna. Ternyata hanya mimpiku saja. Tapi aku tetap bahagia. Mensyukuri kehidupan yang diberikan untuk menikmati mimpi dan khayalku yang masih tetap sama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun