Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Konstruksi BPJS Kesehatan Pasca Kenaikan Premi

7 Februari 2020   11:16 Diperbarui: 8 Februari 2020   11:36 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perawatan Rumah Sakit (Foto: AnalisaDaily)

Menyesuaikan diri! Kenaikan premi BPJS Kesehatan telah final. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menyeimbangkan jumlah pendapatan, mengatasi defisit. Tetapi masih belum cukup. Terdapat fenomena turun kelas penjaminan secara massif.

Kondisi tersebut juga tidak terhindarkan. Terutama bagi peserta mandiri. Maka, pasca kenaikan premi berbagai langkah nampaknya tengah dipersiapkan untuk menjadi jurus jitu mengatasi defisit program Jaminan Kesehatan Nasional -JKN tersebut.

Setelah sebelumnya, Kemenkes patah arang atas langkah BPJS Kesehatan, yang tidak banyak melaksanakan beberapa saran terkait penetapan premi. Kini saatnya menempatkan kembali relasi proporsional antara semua sektor terkait, untuk mengembalikan tata kelola BPJS Kesehatan.

Dalam program JKN, organisasi BPJS Kesehatan memang ditempatkan terpisah dari Kemenkes, dan berada langsung dibawah kekuasaan presiden. Namun koneksi antar bagian, sesungguhnya terjalin antara kedua bidang tersebut, BPJS Kesehatan dan Kemenkes. Kerja keduanya bersinggungan erat.

Belum lagi menyoal institusi pelayanan kesehatan, mulai dari klinik, puskesmas dan rumah sakit yang bernaung di bawah Kemenkes. Stakeholder terbesarnya adalah publik, sebagai penerima layanan dan berlaku sebagai subjek sekaligus objek sasaran.

Publik menempati dua fungsi:

  • Pertama, sebagai subjek, karena skema asuransi sosial BPJS Kesehatan menggunakan metode mix pembiayaan, yang bercampur antara subsidi negara bagi penduduk miskin, bersama dengan dana premi mandiri dari penduduk yang berkemampuan. 
  • Kedua, sebagai objek, karena menjadi pihak yang akan menerima manfaat langsung dari pelayanan kesehatan.

Lantas, bagaimana relasi normal dari seluruh stakeholder tersebut? Secara sederhana peran dan fungsinya sebagai berikut; 

  • Pertama, BPJS Kesehatan menjadi juru bayar, mengatur perbendaharaan terkait pendapatan serta pengeluaran. 
  • Kedua, Kemenkes bertindak sebagai juru atur, mengelola berbagai soal regulasi, terkait mekanisme pemberian layanan kesehatan. 
  • Ketiga, institusi kesehatan memainkan peran sebagai juru layanan, yang bertindak secara langsung dalam melakukan tindakan di lapangan. 
  • Keempat, publik secara menyeluruh, menjadi pihak yang berkepentingan terhadap pemberian layanan kesehatan.

Peran Kekuasaan

Apakah dengan relasi tersebut, BPJS Kesehatan akan terhindar dari defisit? Jawabnya bisa iya, namun bisa pula tidak. Dalam makna, bila dihitung dengan menggunakan ekonomi kesehatan, proyeksi program bisa jadi balance alias seimbang antara pengeluaran dan pemasukan.

Namun aspek lain dapat mempengaruhinya, termasuk soal kebijakan politik, hal ini dapat membuat arus neraca anggaran BPJS Kesehatan bergeser menjadi unbalance alias tidak seimbang. 

Apa contohnya? Semisal, penetapan premi diluar nilai hitung aktuaria, atau pemberian manfaat melebihi kemampuan pertanggungan yang dikelola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun