Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mempertaruhkan Kewarasan

15 Oktober 2019   00:34 Diperbarui: 15 Oktober 2019   00:46 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ranah sosial politik pada hari-hari belakangan ini, tidak lepas dari lunturnya normalitas. Situasi polarisasi ditingkat publik semakin menjadi. Apa yang nampak berbeda beramai-ramai di bully. Mekanisme cyber bullying terjadi. Beberapa waktu terakhir, istilah buzzer mulai menjadi topik pembahasan.

Bisa jadi, nuansa psikologi sosial kita memang tengah mengalami kesakitan. Bila kemudian komunitas adalah kumpulan persona individu. Pada aspek mikro terdapat masalah pada sisi personalitas, yang secara timbal balik di level makro terakumulasi di persoalan kolektivitas.

Kepribadian kita terganggu. Meliputi keseluruhan organik permasalahan akal, jiwa dan raga. Pada buku Alex Sobur, Psikologi Umum, 2016, kepribadian yang sehat ditopang oleh kedewasaan jasmani, intelektual, emosional dan sosial. Butuh kematangan, bagi timbulnya kepribadian yang sehat. 

Merujuk Allport dalam Sobur, kematangan kepribadian akan terlihat melalui kriteria; (i) self objectification -memahami diri sendiri, (ii) self acceptance -mampu mengelola emosi, (iii) warm relatedness to other -dapat menjalin relasi dengan orang lain, (iv) extension of the self -dapat melihat sesuatu diluar dirinya dan (v) realistic perception of reality -persepsi yang akurat berorientasi pada persoalan bukan atas ego diri sendiri.

Indikator tersebut, kerap hilang dalam situasi polarisasi sosial politik kita. Bahkan seolah terus dipelihara untuk berbagai kepentingan. Ketidakwarasan mengancam kehidupan kita semua.

Perbaikan Perilaku

Pendekatan behavioral yang menempatkan kajian perilaku sebagai pusat observasi, membuat kita untuk melihat ke dalam tubuh kehidupan sosial dalam konteks stimulus dan respon. Ruang lingkup kehidupan ada di dalam aksi-reaksi.

Relasi rangsangan dan tanggapan yang negatif, menghasilkan ekosistem yang buruk secara berkelanjutan. Tentu saja karena kehidupan sosial adalah sebuah bentuk dari interaksi yang berkelanjutan. 

Sekurangnya ada dua teori yang menyertai, pada buku Poppy Ruliana & Puji Lestari, Teori Komunikasi, 2019, yakni pertama: social learning yakni pembelajar sosial dikemukakan Albert Bandura, tentang perilaku meniru. Melalui proses meng-imitasi kehidupan sosial, seorang individu memiliki kecenderungan perilaku sebagai hasil dari proses belajar. 

Dibagian selanjutnya, teori kedua: social exchange sebagai bentuk pertukaran sosial yang ditokohi oleh John Thibaut dan Harold Kelley. Bahwa perilaku dan lingkungan akan bersifat resiprokal mempengaruhi. 

Dimana individu akan menilai unsur imbalan dan keuntungan yang diperoleh dari suatu tindakan tertentu. Jika reward lebih besar dari cost, maka perilaku itu tertanam kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun