Di ranah sosial politik pada hari-hari belakangan ini, tidak lepas dari lunturnya normalitas. Situasi polarisasi ditingkat publik semakin menjadi. Apa yang nampak berbeda beramai-ramai di bully. Mekanisme cyber bullying terjadi. Beberapa waktu terakhir, istilah buzzer mulai menjadi topik pembahasan.
Bisa jadi, nuansa psikologi sosial kita memang tengah mengalami kesakitan. Bila kemudian komunitas adalah kumpulan persona individu. Pada aspek mikro terdapat masalah pada sisi personalitas, yang secara timbal balik di level makro terakumulasi di persoalan kolektivitas.
Kepribadian kita terganggu. Meliputi keseluruhan organik permasalahan akal, jiwa dan raga. Pada buku Alex Sobur, Psikologi Umum, 2016, kepribadian yang sehat ditopang oleh kedewasaan jasmani, intelektual, emosional dan sosial. Butuh kematangan, bagi timbulnya kepribadian yang sehat.Â
Merujuk Allport dalam Sobur, kematangan kepribadian akan terlihat melalui kriteria; (i) self objectification -memahami diri sendiri, (ii) self acceptance -mampu mengelola emosi, (iii) warm relatedness to other -dapat menjalin relasi dengan orang lain, (iv) extension of the self -dapat melihat sesuatu diluar dirinya dan (v) realistic perception of reality -persepsi yang akurat berorientasi pada persoalan bukan atas ego diri sendiri.
Indikator tersebut, kerap hilang dalam situasi polarisasi sosial politik kita. Bahkan seolah terus dipelihara untuk berbagai kepentingan. Ketidakwarasan mengancam kehidupan kita semua.
Perbaikan Perilaku
Pendekatan behavioral yang menempatkan kajian perilaku sebagai pusat observasi, membuat kita untuk melihat ke dalam tubuh kehidupan sosial dalam konteks stimulus dan respon. Ruang lingkup kehidupan ada di dalam aksi-reaksi.
Relasi rangsangan dan tanggapan yang negatif, menghasilkan ekosistem yang buruk secara berkelanjutan. Tentu saja karena kehidupan sosial adalah sebuah bentuk dari interaksi yang berkelanjutan.Â
Sekurangnya ada dua teori yang menyertai, pada buku Poppy Ruliana & Puji Lestari, Teori Komunikasi, 2019, yakni pertama: social learning yakni pembelajar sosial dikemukakan Albert Bandura, tentang perilaku meniru. Melalui proses meng-imitasi kehidupan sosial, seorang individu memiliki kecenderungan perilaku sebagai hasil dari proses belajar.Â
Dibagian selanjutnya, teori kedua: social exchange sebagai bentuk pertukaran sosial yang ditokohi oleh John Thibaut dan Harold Kelley. Bahwa perilaku dan lingkungan akan bersifat resiprokal mempengaruhi.Â
Dimana individu akan menilai unsur imbalan dan keuntungan yang diperoleh dari suatu tindakan tertentu. Jika reward lebih besar dari cost, maka perilaku itu tertanam kuat.