Pembahasan atas berbagai fenomena seputar pemilu kali ini terbilang menarik dan menghadirkan berbagai macam kajian baru dalam konteks perilaku politik publik. Selain persoalan post truth dan dampak sosial media, salah satu hal yang menguat dan menjadi objek studi penting terkait tentang politik identitas.
Bahkan korelasi post truth dan politik identitas di sosial media menjadi bagian dari telaah besar yang hendak dirangkai untuk melihat keterhubungan diantara faktor-faktor tersebut.Â
Mari kita mulai dari politik identitas, bagaimana mendefinisikannya? Apa pula faktor penyebabnya? Tentu banyak premis yang bisa diungkapkan, salah satunya dalam konteks pengelompokan atas suatu kesepahaman. Sejatinya, berkumpul yang sekubu adalah perilaku alamiah.
Pada kajian komunikasi ada homophily yang menjelaskan mengapa seseorang lebih menyukai perkumpulan dengan pihak lain yang memiliki kemiripan tipikal, ambil contoh kesamaan bahasa. Kalau Anda sempat jalan-jalan ke luar negeri, tentu Anda akan merasa sangat senang bisa bertemu orang lain, yang menggunakan bahasa sama bukan?
Sebagian lainnya mengungkapkan politik identitas adalah bentuk polarisasi dan pengelompokan yang dilakukan dengan melakukan politisasi identitas. Bahwa keberagaman adalah bentuk natural dari kehidupan kita, namun memperbesar hal-hal yang berbeda menimbulkan persoalan baru, kebencian dan permusuhan.
Premis tersebut terbilang lebih solid, ada benarnya. Posisi aktifnya terletak pada persoalan politisasi, yang dibuat seolah-olah demi tujuan dan kepentingan tertentu. Meski pada konteks yang sama, dengan mengeliminasi potensi atas dampak yang mungkin terjadi, sesungguhnya terdapat peluang positif.Â
"Dalam era post-truth kebohongan itu tercampur dengan kebenaran, percampuran tersebut mengakibatkan kaburnya batas-batas realitas, dalam istilah Baudrillard dikenal sebagai hiperrealitas, yang terbentuk dalam ruang simulakra. Menjadi simulasi realitas yang semu."
Lingkungan sosial sesungguhnya, memiliki dampak bagi individu. Pernah dengar ungkapan, "berteman dengan tukang minyak wangi ketularan harumnya". Tentu saja lingkup sosial Anda, bisa membantu proses positif terjadi, maka pilihannya tergantung Anda sendiri tentunya.Â
Dalam Bayang Post-Truth
Era ini dinyatakan sebagai abad post truth, pasca kebenaran bahkan melampaui kebenaran hingga apa yang sesungguhnya benar tertinggal jauh dibelakang. Sejatinya, persoalan kebenaran akan berlawanan dengan kebohongan.Â